Dhea bergegas untuk pergi kerumah alva. Ya, iya masih ingin bertemu oleh laki-laki favoritnya itu. Tetapi sebelum berangkat kesana, ia akan pergi ke suatu tukang jahit terlebih dahulu.
"Lo udah mau kerumahnya alva?" Tanya ockta sembari bermain dengan miko.
"Iya, tapi mau mampir dulu ke tukang jahit. Baju gue ada beberapa yang mau dijahit" jelasnya sembari memilah baju-baju yang akan dibawanya.
"Penjahit yang mana?"
"Disitu yang dipersimpangan jalan. Kata orang disitu bagus si"
"Iya disitu aja. Murah tau terus rapi juga cara jahitnya" jelas ockta.
"Lo pernah jahit disana?"
"Baju raker gue dari sana. Mereka yang jahit" jelasnya.
"Syukur deh kalau gitu. Yaudah gue berangkat ya" ucsp dhea yang sudah berdiri dan membawa beberapa bajunya yang dimasukkan dalam tas.
"Iya, hati-hati. Pulangnya jangan kemaleman" balas ockta.
Akhirnya dhea berangkat dengan berjalan kaki karena ingin mampir ke tukang jahit dulu. Jarak tukang jahit itu dari kostnha tidak terlalu jauh. Cuma memakan waktu 10 menit untuk berjalan kaki.
Ketika hampir tiba dipersimpangan jalan tersebut, tiba-tiba ada sekelompok geng motor yang menghadangnya. Ya, sekelompok geng motor itu adalah dava dan teman-temannya. Mereka mengitari dhea yang berada ditengah-tengah dan kebetulan saja disepanjang lorong tersebut sangat sunyi sehingga dhea tidak bisa meminta tolong kepada siapapun.
"Halo cantik" goda salah satu teman dava.
"Mau kemana kak?" Goda dava yang menghentikan motornya terlebih dahulu.
"Apa-apaan kalian ini" ucap dhea merasa panik.
"Waktu itu kan kakak yang manggil polisi. Ga bisa gitu dong urusan kita belum selesai. Akibat itu, gue dan temen-temen gue nginep di penjara selama sehari. Ga adil kalau gue doang yang menderita kak" ucap dava sembari mencolek bahu dhea.
Dhea sangat ketakutan. Ia tidak bisa lari karena dikelilingi oleh laki-laki dan tentunya mereka semua hanya anak sekolah yang seumuran dengan alva. Tetapi walaupun begitu, mereka tetaplah seorang laki-laki yang tidak bisa dhea lawan. Apalagi jumlahnya yang terbilang banyak dan dhea cuma sendirian.
"Main ke markas yuk, cantik" goda salah satu teman dava yang mendekati dhea.
"Apaansi jangan dekat-dekat" ucapnya panik dan gemetar.
"Tolooonggggg" teriak dhea berharap ada yang mendengar teriakannya.
"Percuma kak berteriak kenceng-kenceng. Walaupun siang bolong gini, jalanan ini selalu sunyi. Siang aja sunyi apalagi malem" ucap dava dengan menyunggingkan senyum tipis dibibirnya.
"Mau lo apaa" ucap dhea masih dengan ekspresi cemas diwajahnya.
"Mau main bareng kakak" ajak dava.
"Lo pacarnya alva kan? Kebetulan tuh anak selalu nolak kalau diajak ketemu. Kali aja kalau cewenya dibawa langsung dateng" terang dava.
"Dia lagi sakit. Jangan ganggu dia" ucap dhea dengan nada sedikit tinggi.
"Gue ga peduli. Urusan gue sama dia belum selesai" ucap dava menatap tajam kepada dhea.
"Lo cuma mau gue jadiin umpan biar alva datang ke gue" lanjutnya sembari memegang pipi dhea dengan kuat.
"Aww, sakitt lepasinnn" berontak dhea kepada dava yang tiba-tiba menyentuh kedua pipinya sangat keras.
Tak berlangsung lama, ada seseorang dari arah belakangnya yang menutup mulutnya dengan kain. Ya, dhea di bius agar ia pingsan.
Kepalanya sudah mulai sakit, penglihatannya juga sudah buram dan,
Brukk... ia terjatuh dan sadarkan diri.
***
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.. tutt..tutt...
"Tumben banget hp nya mati" ucap alva yang menelfon dhea tetapi handphone milik dhea mati total dan tidak dapat dihubungi.
Tentunya whatsapp dhea juga ceklis 1 sehingga ia tidak mendapat jawaban sama sekali.
"Atau jangan-jangan ia ada kelas dadakan dikampus? Tapi masa iya hp nya di matiin total kalau masuk kelas doang? Terus harusnya kalau ga jadi datang ya pasti ngabarin dulu bisa kan?" Ucapnya masih kesal karena dhea sama sekali tidak dapat dihubungi.
Karena kesal tidak ada jawaban dari dhea, akhirnya alva memilih merebahkan tubuhnya dikasur yang besar itu. Rumahnya sunyi. Selalu sunyi. Mamanya kini sudah kembali ke kantor setelah ia mengantarkan anaknya pulang dirumah.
Tidak ada siapapun dirumah selain alva dan para pelayan. Rumah sebesar ini benar-benar membosankan jika didalamnya tidak ada orang.
***
Markas geng motor dava.
Setelah pingsan beberapa lama waktunya, akhirnya dhea membuka matanya. Ia membuka matanya pelan, penglihatannya masih buram. Tempat itu sangat gelap hanya ada 1 bola lampu diatasnya dan berwarna kuning redup. Ia mencoba melihat sekelilingnya dan terdapat banyak anak laki-laki yang sudah duduk di tepi-tepi ruangan tersebut.
Ia merasakan perih dibagian area pipinya. Mungkin itu akibat tadi dava memegangnya sangat erat. Tetapi ia juga merasa perih bagian lututnya. Sepertinya ada bagian tubuhnya yang lecet dan berdarah.
Ia ingin berteriak tetapi mulutnya diiket dengan kain sehingga ia tidak bisa berbicsra dengan benar. Tangannya juga diikat serta kakinya sehingga ia tidak dapat melakukan apa-apa.
Semua pria cuma menertawakan hal yang dhea lakukan karena berusaha ingin lepas dari ikatan yang ada ditubuhnya itu.
Ia menangis tidak berdaya. Berharap ada seseorang yang bisa menolongnya. Tapi, ia bahkan tidak tau lokasinya ini dimana. Ketika dibawa kesini, dirinya pingsan sehingga ia tidak tau ini tempat apa dan dimana.
"Jangan takut. Kita cuma mau main-main kok" ucap salah satu teman dhea yang mendekati dhea lalu menyentuh wajah cantiknya.
Dhea sontak menepis wajahnya agar tidak disentuh pria brengsek tersebut.
"Wah, si cantik punya nyali gede ya" lanjutnya sembari mengeluarkan tawa tipis diwajahnya.
Ruangan itu bertebaran asap rokok karena para siswa disini merokok. Mungkin juga tempat ini dijadikan sebagai mabok-mabokan karena dhea melihat setumpukan botol minuman keras disudut ruangan.
"Lo ga bisa berbuat apa-apa sekarang, jadi nurut aja ya cantik" ucapnya dengan berbisik ditelinga dhea.
"Jangan sentuh dia" ucap dava yang melihat tingkah anak buahnya itu sembari menghisap rokok yang ada dijarinya.
Ya, dava adalah ketua dari geng mereka. Tidak ada yang berani melawan dava. Apapun yang dava perintahkan, semua anak buahnya akan menurutinya.
"Yaelah boss cuma main-main doang" ucapnya lalu sedikit menjauh dari dhea.
"Dia cuma dijadiin umpan. Kita ga ada urusan sama dia. Kita berurusannya sama alva" terangnya dengan ekspresi tenang dan datar menatap dhea.
"Maaf ya kakak cantik, cuma cara ini agar alva datang" ucap dava yang setengah jongkok untuk melihat dhea dan tentunya dengan wajah tersenyum dibibirnya.
Dhea cuma bisa menangis karena tidak bisa berkata apapun akibat mulutnya yang di ikatkan kain.
"Coba hubungi lagi alva" ucap dava kepada salah satu anak buahnya.
"Nomornya masih tidak aktif boss"
"Anak sialan" umpat dava dan membuang puntung rokok sembarangan.
"Coba telfon alvanya pake handphone cewenya bos. Kali aja langsung diangkat kalau pake nomor cewenya" ide salah satu anak buahnya.
"Pinter juga lo" jawab dava dengan senyum tipis diwajahnya.
"Mana handphone nya sini" lanjutnya.
"Ini boss" sembari menyerahkan ponsel milik dhea kepada dava.
Dava langsung menghidupkan ponsel dhea yang sempat mati total tersebut. Ia mengotak atik kontaknya untuk mencari kontak alva. Tak berlangsung lama ia mencari karena kontak alva berada tepat diposisi paling atas daftar kontak dhea.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
1721
Teen FictionAldhea kini menjalani hidupnya dengan penuh rasa jenuh karena sudah menjadi mahasiswa semester 6. Ya, semua orang tau banyak mahasiswa yang sudah mulai depresi jika sudah mendekati semester akhir. Kehidupan sehari-harinya sangatlah membosankan, hing...