13. TEMAN LAMA

7.6K 1.2K 153
                                    

Ketika Angreni membuka matanya, ia tersadar di kamar penginapannya sendiri. Ia mengerjapkan matanya sesaat sambil memandang langit-langit kamar. Semua ini terasa seperti tak nyata. Semalam, Angreni ingat sekali jika ia menguntit Panji, lalu mengalami mimpi aneh dan terbangun sambil menari di pinggir Pantai Parangkusuma. Hal terakhir yang ia ingat hanyalah di bagian Angreni bermeditasi dengan Panji, dan setelahnya semuanya terasa seperti potongan ingatan yang kabur. Angreni beranjak duduk dan menyadari hanya dirinya di kamar itu, bahkan sprei di sebelahnya pun masih rapi, seolah tidak ada yang tidur di sana sebelumnya.

Angreni buru-buru turun dari ranjangnya dan berlari keluar ke arah jalan setapak tanpa memakai kasut. Jantungnya berdegup kencang dan keringat dingin membasahi pelipisnya. Satu figur yang ia cari kini tengah membaca koran sambil menyesap kopinya dengan santai di halaman depan. Angreni berlari turun dengan segera, menghampiri Panji.

"Pelan-pelan," ucap Panji tiba-tiba, tanpa menolehkan wajahnya sedikit pun.

Angreni tidak memedulikan ucapan Panji dan menarik kursi ke arah pria itu. Ia duduk tepat di sebelah Panji. Pria itu hanya meliriknya dengan wajah datar, sebelum kembali memakukan tatapannya pada koran dalam pegangannya.

"Kamu... kamu... kita... kita... aku..." Angreni tiba-tiba saja tidak dapat merajut kata. Lidahnya kelu dan pikirannya kacau. Ia tidak tahu harus memulainya dari mana.

"Bicara yang benar, Angreni," ucap Panji tanpa menatap Angreni sedikit pun.

Angreni menelan ludahnya, merasa muak dengan pengabaian Panji. Ia langsung menangkupkan kedua tangannya di rahang pria itu dan menarik wajah Panji untuk menatapnya. Tatapan datar tanpa ekspresi pria itu akhirnya bertemu dengan matanya. Keduanya bertatapan sepersekian detik dan Angreni yakin sekali seorang 'Panji' yang ia temui dalam mimpinya selama ini adalah Panji di hadapannya.

"Pertanyaan yang kamu lontarkan setelah ini sebaiknya pertanyaan berbobot, karena kamu sudah membuang waktu bersantai saya," ucap Panji dengan nadanya yang tidak senang. Namun, mengapa Panji yang kali ini jauh lebih dingin daripada versi Panji di dua mimpi yang ia temukan sebelumnya?

"Atmanjiwa? Itu sebenarnya apa?" balas Angreni tidak bisa menahan rasa penasarannya.

"Entahlah. Tidak ada yang pernah tahu. Namun, yang pasti saya sangat membutuhkannya." Panji membalikkan halaman korannya dengan wajah yang tidak tertarik pada topik yang berat ini.

"Kalau kamu sendiri tidak tahu apa itu, kenapa kamu sangat menginginkannya?" desak Angreni. Ia perlu tahu mengapa pria itu menyeretnya sejauh ini hanya untuk benda yang bahkan tidak jelas manfaatnya.

"Rasa penasaran adalah awal dari petaka, Ni," ucap Panji, seolah tidak ingin membahas hal ini lebih lanjut.

"Tidak," tegas Angreni keras kepala. "Ini menyangkut kehidupan saya. Saya perlu tahu apa yang sebenarnya saya cari nantinya. Bagaimana jika ternyata kamu hanya menjadikan saya tumbal?"

"Hanya melalui itu saya bisa mendapatkan dunia saya."

"Apa?"

"Saya tidak akan mengulangnya dua kali."

Angreni kembali hening dengan tatapannya yang tajam pada Panji. Ia mengepalkan tangannya erat, berusaha menahan berbagai dorongan untuk mencekik Panji akan setiap perilaku seenaknya pria itu padanya. "Lalu apa itu yang kamu cari?" tanya Angreni lagi.

"Kamu tidak dengar apa yang saya katakan sebelumnya? Saya tidak tahu, Angreni. Tak ada yang pernah tahu bentuknya seperti apa. Dan itu semua adalah tugas kamu," balas Panji dengan nada tenangnya yang menusuk, seolah-olah mengejek otak Angreni yang lamban.

"Bagaimana jika kamu membohongi saya? Ketika saya berhasil mendapatkan atmanjiwa itu... kamu masih tidak mengizinkan saya bertemu dengan Rama," balas Angreni dengan matanya yang berair.

AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang