Ketika Angreni membuka matanya, jantungnya seolah berhenti berdetak. Jalinan akar merambat di sepanjang tubuhnya. Angreni mengedarkan pandangannya dan menyadari jika lapisan air yang cukup tebal kini tengah melingkupinya. Angreni memberontak hebat dari jalinan akar itu, tetapi ia tetap tidak bisa melepaskan diri. Malah jalinan akar itu melingkar semakin erat membuat kulitnya terluka karena gesekan yang intens. Angreni berteriak sekencang mungkin dan ia bisa merasakan tanah itu bergemuruh. Dengan seluruh kekuatannya, Angreni menarik tangannya hingga terlepas sepenuhnya dari jalinan akar itu. Tangannya yang membuka langsung dikatupkannya, membuat seluruh air yang melingkupinya langsung luruh seketika membuatnya seperti dihantam aliran deras dari air terjun. Tubuh Angreni roboh hingga akhirnya ia jatuh terduduk dengan tubuh basah kuyup.
"Den Ayu!" Seruan penuh kekhawatiran itu di barengi dengan derap kaki ke arahnya. Angreni mengerjapkan matanya perlahan dan mulai mencerna apa yang terjadi di sekelilingnya. Tempat itu kacau balau, bahkan beberapa batu Menhir itu rusak. Tak jauh dari sana, Angreni bisa melihat Nyai Segara yang terbatuk-batuk dengan darah yang mengalir dari bibirnya dan membasahi kebaya yang ia pakai. Cukup lama Angreni terdiam sampai matanya kembali bertemu dengan Raden Panji Inu Kertapati. Pria yang selalu ada di setiap retrokognisinya. Mata setajam elang yang selalu menghantuinya. Berbeda dari keadaan Nyai Segara, pria itu tampak baik-baik saja dan berdiri setegak mungkin. Namun, sorot matanya tajam, berubah merah dan rahangnya mengetat. Pria itu sama basah kuyupnya seperti dirinya.
Jalinan akar itu terlepas dari tubuh Angreni dan masuk kembali ke dalam tanah. Guncangan lembut terasa di tubuhnya membuat Angreni menoleh dan matanya bertemu dengan Pak Arga. "Den Ayu, Anda baik-baik saja?" tanya Pak Arga khawatir sambil mencengkeram pundak nona-nya.
Tiba-tiba saja, Panji menyelaraskan keris berpermata hijaunya dan langsung menyerang tepat ke arah Angreni. Dengan refleks yang baik, Arga langsung menahan keris itu dengan keris miliknya. "Raden!" seru Arga syok, begitu juga dengan Yu Siti.
"Menyingkir," desis Panji tajam. Namun, Arga tidak mematuhi pria itu dan langsung menangkis keris Panji agar tidak melukai Angreni. Angreni merasa sangat lemah dan lelah, tetapi adrenalinnya kembali berpacu ketika tahu Panji ingin menyerangnya.
"Raden, sadarlah!" seru Yu Siti berusaha menahan Panji. Namun, Panji menarik tangannya dari genggaman Yu Siti, membuat perempuan tua itu terhuyung dan jatuh. Panji membuka telapak tangannya, sebelum mengatupkannya lagi, membuat jalinan akar itu melingkar di kaki Arga dan Yu Siti. Ia langsung merentangkan tangan kanannya ke samping, membuat tubuh ditarik ke arah Nyai Segara yang lemah. Panji menggeser kakinya, menciptakan jalinan duri yang seolah menjadi pagar agar tidak ada yang terlibat dalam urusannya.
Ketika dirasanya aman, Panji kembali mengayunkan kerisnya seolah ingin menebas Angreni. Angreni melebarkan matanya syok dan langsung menyingkir. Meskipun ia sangat lelah dan pusing, tetapi situasi memaksanya untuk tetap melek dan mempertahankan diri. "RADEN!" seru Angreni panik. "Anda akan membunuh saya?"
"Saya menginginkan lebih, Angreni," raung Panji sembari kembali menyerang Angreni membuat Angreni berguling ke samping dan berusaha untuk berdiri. Untungnya selama duel tidak terduga ini, Panji tidak menggunakan kekuatan akarnya dan menyerang Angreni. Pria itu sungguh hanya ingin berduel keris dengannya. Panji melemparkan kerisnya ke arah kain jarik Angreni, membuat perempuan itu kembali terjatuh dan melukai lututnya. Angreni berusaha menarik keris itu agar terlepas dari jariknya di saat Panji melangkah ke arahnya dengan gerakan tenang seperti predator.
"Cok, jancooookkk," keluh Angreni dengan jantungnya yang berdegup sangat kencang, sebab ia akan meregang nyawa disitu. Angreni menggenggam erat pendhok keris itu agar Panji tidak bisa membunuhnya lagi. Namun, pria itu malah melingkupi tangan Angreni yang berada di pendhok dan menariknya dengan mudah. Angreni juga ikut tertarik ke arah Panji ketika pria itu berhasil mencabut kerisnya. Tubuh Angreni yang lembut menabrak tubuh tegap Panji.
Panji memeluk pinggang Angreni dan menekan ujung keris itu tepat di pertengahan dadanya. Ageman menari Angreni sudah cukup terbuka, apalagi ketika basah kuyup, kemben dan jarik itu mencetak jelas apa yang tersembunyi di baliknya. Jantung Angreni berdetak tidak karuan ketika merasakan dinginnya ujung keris di antara buah dadanya. Angreni menahan keris itu agar tidak menusuk jantungnya.
"Mengapa Anda melakukan ini, Raden?" pekik Angreni penuh kemarahan.
"Saya menginginkan lebih, Angreni. Tunjukkan sejauh apa kemampuan kamu. Jika kamu tidak berhasil, maka saya akan membunuh kamu saat ini juga," ancam Panji, sebelum mendorong Angreni dan kembali menyerang perempuan itu dengan kerisnya. Karena terdesak, Angreni berusaha keras untuk memusatkan perhatian dan ilmunya agar bisa mengendalikan air. Namun, anehnya, gelang akar di pergelangan tangannya terasa begitu panas dan menyakitkan. Angreni melangkah mundur dan terus menghindar dari serangan Panji sambil mengatupkan tangannya dengan erat.
"Angreni," panggil Panji dengan nadanya yang lembut, membuat bulu roma Angreni berdiri tegak. "Kasihku, melati Kangmas yang menawan. Diajeng... tunjukkanlah pada Kangmas mu ini jika kamu... pantas diperjuangkan."
"Bjir, udah gila," ucap Angreni dengan keringat dingin membasahi pelipisnya. Karena gelang itu terasa semakin menyakitkan, Angreni terus berusaha melepaskannya. Sial, sekarang ia harus multitasking. Melepaskan gelang dan juga menghindari serangan Panji. Tiba-tiba saja, Panji melompat ke arahnya dengan keris yang mengacung tinggi-tinggi. Angreni langsung tersungkur dan refleks mengangkat tangannya menghalangi wajahnya. Ia memejamkan matanya, pasrah menjemput ajal. Namun, suara dentingan nyaring menggema di taman yang luas itu dan kembali hening.
Napas Angreni berat dan ia bisa merasakan seluruh tubuhnya gemetar hebat. Ia mengintip sedikit dan barulah ia menyadari jika di tangannya sudah terdapat keris berpermata biru dengan ukiran yang feminin. Angreni menatap keris di tangannya itu dengan tatapan syok. Barulah ia menyadari jika gelangnya tiada. Yang artinya... gelang itu telah berubah menjadi keris, seperti halnya cincin akik Raden Panji. Mengetahui dirinya akhirnya memiliki senjata, tatapan Angreni menajam dan seluruh kemarahannya berkumpul menjadi satu. Ia mendorong keris Panji, sebelum berdiri dengan tergesa. Senyuman miring muncul di wajah Panji. Senyuman yang tak dapat diartikan, terlihat seperti kepuasan dan juga kebanggaan.
Angreni langsung menyerang Panji dengan gerakan ugal-ugalannya membuat Panji menahan serangan itu dengan mudah. Ditengah keris yang beradu itu, tatapan keduanya kembali bertemu dan napas mereka beradu.
"Dewi Candrakirana-ku telah kembali," bisik Panji dengan senyuman miringnya.
TBC...
Aku tahu cerita ini agak berat dari cerita yang biasa aku buat, tapi perlu diingat ini agak high fantasy ges😭 jadi bertahanlah
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA
Historical FictionRomansa Dewasa - Fantasi Sejarah Sebab bahwasanya leluhur tanah air telah menguasai ilmu alam yang tak pernah dibayangkan manusia modern. Alam tunduk pada mereka dan para leluhur menggunakannya untuk melayani sesama dan Sang Hyang. Perempuan dan la...