16. DIMENSI BARU

6.6K 1.1K 131
                                    

Angreni menutup matanya serapat mungkin, menjemput ajalnya. Di luar dugaannya, bukan hantaman tanah yang ia terima, melainkan tubuhnya tercebur cukup dalam di sebuah telaga biru. Pelukan Angreni di tubuh Panji perlahan terlepas dan karena tubuhnya yang lemah, ia tenggelam semakin dalam. Angreni sudah hampir menyerah dan ia sudah pasrah jika harus mati di telaga ini. Namun, pergelangan tangannya dicengkeram dan ditarik. Tubuhnya dipeluk dengan erat hingga akhirnya ia sampai ke permukaan telaga. Panji menarik tubuh Angreni berenang hingga ke pinggir telaga yang ditumbuhi rerumputan asri. Karena kepayahan, Panji langsung membaringkan tubuhnya menghadap langit. Angreni telungkup di atas tubuhnya dengan napas perempuan itu yang sama beratnya. 

Kelegaan membanjiri diri Angreni hingga bulu kuduknya berdiri. Tidak pernah ia duga, ia akan melewati momen hidup dan mati seperti ini. Kesadarannya yang perlahan kembali juga ikut dibarengi amarah yang menggumpal dalam dadanya. Angreni bangkit dari posisi telungkupnya hingga kini ia duduk di atas perut Panji. Dengan segenap kekuatannya, Angreni memukul dada pria itu sekeras mungkin. Sangat keras sampai tangannya sendiri sakit. Dan bukan sekali pukulan saja, melainkan berkali-kali. 

Namun, Panji hanya melihatnya dengan tatapan datar, kemudian bertanya, "Sedang apa?"

"Bisa nggak sih, apa-apa itu briefing dulu?" pekik Angreni jengkel setengah mati. "Aku kira aku bakalan mati! Kamu kenapa selalu dadakan gini! Aku jengkel banget."

"Andai saya Jayabaya, Ni," balas Panji yang terdengar seperti ironi. Sebenarnya, Angreni bisa saja tertawa, sebab jika dipikir-pikir lagi, ucapan pria itu lucu. Namun, ia terlalu termakan amarahnya akan semua sikap misterius Panji yang menjengkelkan. 

"Barang-barang aku masih di kemah. Hape aku juga. Laptop juga. Aku harus bimbingan gimana?! Yang ada aku skripsinya malah makin mundur. Mana Pak Arga banyak maunya."

"Nanti saya bicarakan dengan Arga," balas Panji seadanya, lalu tiba-tiba saja pria itu menahan kedua tangan Angreni yang memukul dadanya. "Hentikan sikap kekanakan kamu, Ni. Minggir dari tubuh saya."

"Kamu yang seenaknya!" balas Angreni jutek, membuat Panji menghembuskan napas jengkelnya. 

Pria itu membalikkan posisi keduanya dengan mudah, hingga kini Angreni berada di bawah tubuh besar pria itu. Kedua tangannya ditahan di sisi kepalanya. Angreni masih menatap Panji dengan tatapan penuh amarahnya, tidak mempedulikan posisi yang intim ini, padahal napas pria itu menerpa bibir dan pipinya. 

"Jangan menyentuh saya tanpa seizin saya. Paham?" geram Panji dengan tatapannya yang tajam. Angreni menelan ludahnya, berusaha mempertahankan sikap menantangnya, padahal luka di tangannya terasa begitu menusuk dan menyakitkan. Panji menyadari ekspresi Angreni yang tampak tidak biasa. Ia menoleh dan menyadari ada darah di lengan perempuan itu. Panji terdiam sesaat, membuat Angreni mengerutkan kening bingung.

"Siapa yang melakukan ini pada kamu?" tanya Panji dengan nadanya yang dingin dan tatapannya yang gelap.

"Bukan urusan Bapak," balas Angreni seadanya, sebelum mendorong Panji menjauh darinya, lalu beranjak duduk.

"Angreni," tegas Panji sambil menahan pergelangan tangan perempuan itu.

"Genderuwo. Puas?" balas Angreni jengkel sambil menarik kembali tangannya dan berusaha untuk kembali berdiri. Namun, tangannya lagi-lagi ditarik hingga ia kembali jatuh terduduk. Ketika Angreni ingin protes, Panji langsung membungkam perempuan itu.

"Duduk," potong Panji, seolah tahu Angreni akan protes. Setelahnya, pria itu melepaskan kemeja flanel dari tubuhnya hingga menyisakan kaos putih yang kotor. Ia memeras kain itu hingga di dirasanya cukup kering. Panji merentangkan tangan kanannya dan cincin berpermata hijaunya tampak berkilau, sebelum jalinan akar muncul dari cincin itu dan membentuk sebuah laras keris yang panjang. Angreni tampak kehabisan kata-katanya ketika melihat ilmu yang dilakukan Panji. Panji merobek kemeja flanelnya dan membalut luka di paha Angreni.

AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang