33. MIMPI

7.7K 982 51
                                    

MENGANDUNG EKHEM EKHEM NSFW YA‼️

***

Matahari menggantung rendah di bawah langit, menciptakan warna oranye cantik berpadu ungu. Suara deburan air terdengar harmonis dengan gesekan daun dan pohon. Angraeni tengah membersihkan dirinya di sendang sendirian, tanpa ditemani Hanoman maupun Yu Siti. Air sendang menutupi tubuhnya hingga ke pertengahan dadanya. Angraeni menutup matanya, menikmati segarnya air sendang di sore hari yang tenang. Suara percikan air terdengar samar, seolah ada seseorang yang melangkah ke arahnya.

Angraeni tetap menutup matanya tanpa mempedulikan langkah yang semakin dekat. Kini langkah itu berhenti dan deru napas yang pelan dan hangat menerpa puncak kepalanya. Sepasang tangan kuat dan kokoh memeluk pinggangnya dengan erat disertai ciuman-ciuman mesra di pundak dan lehernya. Angraeni membuka matanya perlahan dan menoleh. Wajah familiar yang sedari kemarin menghantuinya muncul di hadapannya. Sang raden menatapnya dengan tatapan datar pria itu, tetapi Angraeni bisa melihat sekelebat gairah yang tersembunyi di baliknya. Raden Panji mencium pipi Angraeni, sebelum turun hingga ke leher dan pundaknya, menghadiahkannya gigitan demi gigitan. Desahan lembut dan napas yang berat keluar dari bibir Angraeni.

"Sangat menawan, Diajeng," puji Panji sambil menangkupkan tangannya di buah dada Angraeni dan meremasnya dengan lembut. Angraeni menyandarkan kepalanya di pundak Panji dan pria itu memanfaatkannya untuk melabuhkan ciuman mesra dan penuh hasrat di sana. Tangan Panji terus menggoda dada Angraeni dan terkadang menekan puncak dadanya. Angraeni mengerang lembut sembari melingkupi tangan pria itu yang ada di dadanya.

Tangan Panji perlahan turun menyusuri perut dan berakhir di pusat tubuh Angraeni sebagai seorang perempuan. Dengan perlahan dan pasti, Panji menggoda bunga ranum itu dengan gerakan telaten dan perhatian. Angraeni tak kuasa menahan desahan lembutnya di kala jemari Panji mempersiapkannya dengan cara yang sangat menyenangkan.

"Kamu sangat lembut, Diajeng," bisik Panji lagi mempercepat godaannya di kala Angraeni semakin dekat menjemput kebebasannya. Angraeni menancapkan kukunya di lengan atas Panji dan seluruh tubuhnya mengejan ketika akhirnya ia berhasil mencapai puncaknya. Rasanya begitu lega dan menyenangkan, seolah seluruh bebannya terangkat.

Panji membalikkan tubuh Angraeni sepihak. Ia menaikkan sebelah paha Angraeni menempel di pinggangnya dan dalam sekali gerakan, kini Angraeni sudah berada dalam gendongannya. Kedua kaki Angraeni melingkar erat di pinggangnya di kala dada feminin perempuan itu menekan dada kokohnya. Kontras di antara tubuh keduanya membuat hubungan kasih ini semakin panas. Panji terus mencumbu leher Angraeni di kala ia naik ke atas daratan. Dengan lembut, Panji merebahkan Angraeni di atas rerumputan yang halus. Ia melebarkan kedua kaki perempuan itu dan menekan dirinya pada Angraeni. Angraeni memasrahkan dirinya sepenuhnya pada sang raden. Tubuh pria itu menyatu semakin dalam dengan tubuhnya, membantunya menjadi bunga yang mekar sepenuhnya. Seluruh tubuh Angraeni bereaksi penuh kenikmatan.

"Raden... hah...." desah Angraeni di kala Panji menggerakkan tubuhnya dan menenggelamkan keduanya dalam hasrat ragawi yang tak berkesudahan. Panji menahan kedua tangan Angraeni di kedua sisi kepala perempuan itu tanpa menghentikan gerakannya yang awalnya perlahan, lalu semakin cepat. Pria itu kembali membungkuk dan menggoda puncak dada Angraeni dengan lidahnya. Erangan dan desahan feminin yang indah beralun senada dengan suara burung di sore hari dan percikan air sendang.

"Diajeng," bisik Panji dengan nadanya yang berat, membuat Angraeni tak kuasa menahan dirinya. Ia menekuk jari kakinya dan memekik lembut ketika gelombang itu kembali datang menghantamnya.

"Anak muda! Anak muda! Kamu baik-baik saja?" Suara Hanoman mengagetkan Angraeni. Dirinya diliputi kekhawatiran luar biasa, kera putih itu memergoki percintaannya dengan raden. Namun, tiba-tiba saja semua menghitam dan hening. Angraeni sontak langsung membuka matanya dengan peluh yang membanjiri seluruh tubuhnya bahkan hingga ke kasurnya. Angraeni refleks bangkit duduk dengan tubuhnya yang panas, seperti demam. Di sisi lain, Hanoman merangkak ke pangkuan Angraeni dan memegang dahinya.

AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang