Ketika mengetahui pintu itu dikunci, Angreni memaki sambil terus berusaha menggedornya. Namun, tak ada respons apa pun dari orang di balik pintu itu. Dengan napas berat dan memburu, Angreni hanya bisa menatap pintu itu dengan tatapan penuh kebenciannya. Air mata menggenang di pelupuk matanya. Ia merasa dibohongi dan dipermainkan oleh Panji. Angreni rindu Rama dan ia mengiyakan semua tawaran bodoh nan gila dari pria asing ini hanya karena Angreni ingin bertemu Rama.
Sekali pertemuan saja sudah cukup baginya dan sungguh ia akan melakukan apa pun untuk itu, bahkan jika harus menjual jiwanya sendiri. Panji terasa begitu meyakinkan dan pria itu memang menguarkan aura magis yang tak biasa, membuat Angreni akhirnya terjebak dalam permainan pria itu. Namun, kini... Panji tidak lagi terasa seperti pintu untuk mencapai keinginannya. Angreni hanya dipermainkan.
Angreni mendekati ranjang di tengah ruangan, sebelum merosot ke lantai. Ia menangis, karena merasa sangat jengkel pada Panji. Perlahan, ketika tangisannya mereda, Angreni hening sesaat di tempatnya. Pikirannya kembali jernih dan ia mulai mencari cara untuk kabur dari tempat ini. Tatapan Angreni tertuju pada bayangan yang tiba-tiba saja mondar-mandir di depan pintunya. Instingnya mengatakan jika pemilik penginapan yang berada di sana dan tampaknya khawatir karena Angreni tidak mengeluarkan suara apa pun.
Seberkas ide langsung singgah di benaknya. Angreni menoleh dan menyadari ada lampu tidur di atas nakas. Ia langsung meraih lampu itu, mengangkatnya tinggi-tinggi dan melemparkannya hingga terdengar bunyi pecahan yang nyaring. Setelahnya, Angreni berteriak sekencang mungkin, sengaja membuat suaranya terdengar seperti meraung dan menangis. Tak lama kemudian, gagang pintu itu langsung bergerak cepat, seolah seseorang dibaliknya panik. Angreni bersembunyi di balik pintu dan benar dugaannya. Pintu itu terbuka. Sang pemilik penginapan tampak sangat khawatir dan terus berusaha mencari keberadaan Angreni.
Angreni memanfaatkan hal itu untuk segera menyelinap dan berlari sekencang mungkin, keluar dari harapan yang sejak awal memang tak pernah nyata.
***
Angreni tidak memiliki tempat lain untuk menenangkan dirinya selain di rumah lamanya bersama Rama dan Eyang Putri. Angreni mengira setelah ia meninggalkan rumah itu selama lebih dari sepuluh tahun, rumah itu telah dikontrak atau mungkin dimiliki oleh orang lain. Nyatanya, rumah itu masih tetap kosong dan malah tidak terawat sama sekali. Halaman rumah kesayangan Eyang Putri yang biasa selalu dihiasi bunga dan tanaman rempah kini telah digantikan dengan tumbuhan merambat dan ilalang liar setinggi lutut. Gembok tebal masih menghiasi pagar rumah itu. Angreni menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan situasinya aman, sebelum melompat ke balik pagar pendek itu.
Angreni melangkahkan kakinya masuk ke rumah yang sederhana dan kecil itu. Rumah itu membangkitkan memori yang ingin sekali Angreni genggam hingga akhir hayatnya. Angreni menggerakkan gagang pintu utama dan pintu itu langsung terbuka. Aneh... sebab tentu saja rumah seperti ini tidak mungkin dibiarkan terbuka tanpa pengawasan. Namun, Angreni tidak peduli. Ia ingin merengkuh kembali semua memori indahnya bersama rumah itu. Bahkan di balik bau apek dan debu, Angreni masih bisa merasakan samar-samar wangi kretek Rama dan juga wangi sabun mandi Eyang Putri tertinggal di sana. Bahkan Mbak K yang dulu sering mengganggunya masih setia berdiam di pohon belakang rumahnya. Terkadang, Angreni menyadari jika bukan hanya manusia dan hewan yang menyimpan memori, melainkan juga benda-benda yang terlihat mati seperti rumah ini.
Angreni menelusuri rumah sederhana yang kosong itu. Seluruh perabotan telah ditutup kain putih yang usang. Air mata Angreni tidak bisa lagi ia tahan. Ia sangat merindukan kehidupannya yang dulu, dimana ia bisa tertawa dan memiliki seseorang untuk bersandar. Sekarang, Angreni merasa sangat kesepian hingga di satu titik ia tidak bisa menahannya lagi. Angreni rindu melukis bersama Rama. Ia rindu menemani Rama merokok di luar. Ia rindu membuatkan kopi untuk Rama. Angreni rindu tidur bersama Eyang Putri. Ia juga rindu klepon buatan Eyang Putri. Sekarang, semuanya hanya sekadar angan-angan belaka.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA
Historical FictionRomansa Dewasa - Fantasi Sejarah Sebab bahwasanya leluhur tanah air telah menguasai ilmu alam yang tak pernah dibayangkan manusia modern. Alam tunduk pada mereka dan para leluhur menggunakannya untuk melayani sesama dan Sang Hyang. Perempuan dan la...