AGAK NSFW YA GES
***
1820, Kadipaten Pati.
"Nyai, dia kembali."
Ucapan itu membuatku terdiam sesaat, tetapi tak menyurutkan niatku untuk menghisap kretek klintinganku. Aku terdiam sambil terus menghembuskan asap rokok di ruangan yang temaram dan hanya ditemani cahaya lilin itu.
"Suruh dia pergi," ucapku, bahkan tanpa berpikir dua kali. Tangan kanan sang Sultan tak seharusnya berada di tempat kotor seperti ini, apalagi berurusan denganku; sang pemilik rumah bordil. Namun, pria itu terus mengunjungiku dan berusaha membantuku, sejak kami pertama kali bertemu di pasar. Lucu sekali jika pria baik-baik itu tertarik pada perempuan sepertiku, hingga mengejarku tanpa malu seperti ini. Tak mungkin dia tak tahu jika aku adalah pelacur kelas atas yang telah melayani para jenderal londo hingga ningrat. Namaku telah menjadi buah bibir setiap pria kaya bodoh di tanah ini.
Setelahnya, terdengar derit pintu tertutup yang bahkan tak mampu meredam suara surgawi di ruangan lain. Memang benar, aku seorang pelacur. Namun, semua orang di kota ini tahu, aku adalah pelacur yang sulit. Setiap pria yang meniduriku, bukan lagi melakukannya didasari nafsu semata, melainkan ego. Meskipun aku seorang perempuan, tapi aku tidak bodoh. Aku tahu jika pria-pria itu berjudi atasku. Siapa pun yang bisa tidur denganku, maka dia lah sang pria sejati yang sebenarnya. Semua pria ingin ranjang mereka dihangatkan olehku hanya agar diakui hebat, tampan dan berani. Namun, mereka semua terlalu bodoh hingga melewatkan satu hal; aku hanya tidur dengan pria penakut. Pria yang akan menyembunyikan rahasia jika ia telah tidur denganku seperti menyembunyikan gula dari semut. Tentu saja, pria seperti itu sangat sedikit, apalagi yang bisa membayarku dengan harga tinggi.
"Dia tidak mau kembali, Nyai." Ucapan itu kembali terdengar membuatku menoleh sedikit. "Dia akan membayar berapa pun harga yang Nyai tetapkan."
"Keras kepala," gumamku lembut di sela hembusan asap rokokku. "Tidak. Suruh dia pulang."
"Dia bilang jika dia memiliki sesuatu yang sangat Anda inginkan. Dia menyebut barang terkait gelang berbatu permata hijau." Ucapan itu cukup menarik perhatianku. Aku kembali terdiam sambil menimang kretek yang kini telah tersisa setengah batang. Gelang berbatu permata hijau itu adalah peninggalan Rama. Ketika keluarga kami dituduh melakukan pengkhianatan oleh pemerintah Hindia-Belanda, Rama langsung diasingkan dan seluruh harta kami disita, termasuk gelang kesayanganku itu. Karena kehidupan melarat itulah yang membuatku memutuskan masuk ke dunia kotor seperti ini.
"Suruh dia masuk," ucapku sambil bangkit dari dipan-ku.
Tak lama kemudian, muncullah figur pria jakung dengan profil tubuh selayaknya wayang Arjuna yang sering digelar di desanya. Tak heran, mengapa ia menjadi tangan kanan Sasuhunan lemah itu. Pria di depannya memiliki tubuh yang tegap, pundak lebar dan dada yang bidang, selayaknya pasukan terbaik di tanah itu. Tatapannya setajam elang dan rahang yang tegas, serta jambang tipis. Jika Arjuna memiliki titisan, maka pria di depannya adalah kandidat terbaik. Tak mungkin pria terhormat dalam usia prima seperti ini menginginkan pelayanan perempuan sepertinya.
"Berikan pada saya," ucapku tanpa berbasa-basi lagi.
"Saya akan memberikannya jika Anda bersedia menjadi garwa saya, Nyai."
Aku tidak terkejut, juga tidak marah. Aku hanya menatapnya datar sambil menghembuskan kretekku dengan sengaja ke depan wajahnya. Pria itu tetap berdiri tegap dengan tatapannya yang yakin padaku. "Keluar," ucapku dingin sambil kembali duduk dan melinting kretekku selanjutnya.
Namun, tiba-tiba saja, pria itu merogoh sakunya dan mengeluarkan rantai gelang yang sangat familiar dalam ingatanku. Aku menghentikan kegiatanku melinting kretek dengan tatapan yang terarah pada gelang itu. Lama aku menatap benda itu, kemudian mataku kembali terarah pada kedua mata elang itu. "Satu malam," ucapku sambil membuang kretekku yang sebelumnya ke asbak batu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMERTA
Historical FictionRomansa Dewasa - Fantasi Sejarah Sebab bahwasanya leluhur tanah air telah menguasai ilmu alam yang tak pernah dibayangkan manusia modern. Alam tunduk pada mereka dan para leluhur menggunakannya untuk melayani sesama dan Sang Hyang. Perempuan dan la...