30. RAYUAN

10.9K 1K 117
                                    

Tahu lah ya kalau ada author note disini, pertanda part ini part apa. Masih ringan sih tapi ringan menurut tulisan ElAlicia udah agak vulgar‼️

 Masih ringan sih tapi ringan menurut tulisan ElAlicia udah agak vulgar‼️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Angreni menarik napas panjang, sebelum menghembuskannya kembali. Kini, ia sudah berdiri tepat di depan pintu kediaman sang Raden yang sejak tadi sudah menunggunya. Di belakangnya sudah ada Yu Siti dengan basin dan kain batik sebagai lap tubuh. Angreni sudah berdiam di tempat itu selama lima belas menit lebih dan tak kunjung masuk. Saking lamanya, Yu Siti sampai meletakkan basin itu di lantai, menunggu kesiapan Angreni.

"Anda tidak perlu takut, Den Ayu. Raden Panji tidak mungkin menyakiti Anda," ucap Yu Siti, berusaha menenangkan Angreni yang tampak sangat gelisah, padahal ia hanya diminta untuk membantu Raden Panji mengganti pakaian.

"Karena itu, Yu... jika dia tidak mungkin menyakiti saya, pasti ada hal lain yang ingin dia lakukan pada saya," balas Angreni dengan wajah khawatirnya. Angreni sudah mencekik dan menjambak Hanoman karena sudah menjebaknya di situasi tidak nyaman seperti ini. Setelah ini, ia pastikan akan mencukur seluruh bulu kebanggaan monyet itu dan melemparkannya ke Kebun Binatang Surabaya, neraka bagi banyak hewan.

"Dia hanya ingin memeluk Anda," gumam Yu Siti, membuat Angreni menoleh dengan wajah horornya. Melihat ekspresi Angreni yang seperti melihat setan, Yu Siti menyadari ia baru saja melakukan kesalahan.

"Sepertinya saya pusing, Yu. Sejak pagi tadi, tubuh saya meriang dan..." gumam Angreni sambil memegang dahinya, berpura-pura sakit.

"Den Ayu... jika Anda tidak memenuhi panggilan Raden Panji malam ini..." Yu Siti memenggal ucapannya, kemudian menghembuskan napas panjang. "... beliau akan sedikit... rewel besok pagi."

Angreni terhenyak menyadari sikapnya malam ini bisa mempengaruhi bagaimana suasana hati sang raden besok paginya. Pria brengsek itu malah seperti bayi jika diperlakukan seperti ini, dimana seluruh kemauannya harus dituruti. Benar-benar manja.

Angreni memantapkan hatinya sekali lagi, sebelum mengetuk pintu kediaman Raden Panji. Ketika mendengar persetujuan dari dalam ruangan, Angreni membuka pintu itu. Kediaman Raden Panji jauh lebih luas dari kediamannya. Pria itu bahkan memiliki area tamunya sendiri dengan rak buku berjajar dan kursi panjang berukir. Wangi tembakau yang bercampur wangi gaharu maskulin tercium dengan jelas di ruangan serba kayu itu. Tepat di depan pintu masuk terdapat tirai kelambu dari kain putih yang menerawang. Samar-samar, Angreni bisa melihat siluet pria itu tengah duduk di lantai dan bersandar di sisi ranjang berkelambunya. Angreni melangkah perlahan di ruang yang temaram itu dan menyibak tirai tersebut. Sontak, ia langsung terbatuk-batuk, karena asap yang begitu pekat.

Mata Angreni bertemu dengan Raden Panji yang tengah merokok kretek hasil klintingan pria itu sendiri. Panji duduk dengan gayanya yang santai tanpa memakai atasan. Kedua lengannya menggantung di sisi ranjang, menonjolkan otot bisepnya yang kuat dan pundaknya yang lebar. Tato hitam di lengan Panji yang bermotif sama seperti Angreni terlihat begitu pekat malam ini. Tubuh kekar dan tegap pria itu seolah memperkuat kesan tato di lengannya, membuat figur Panji terlihat seperti preman dan pria berandal.

AMERTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang