9 | Tak Tergapai

1.4K 123 14
                                    

Lengkungan bibir sang Dewi terlukis sempurna laksana lengkung langit yang mengitari bumi. Bila dipandang dari kejauhan, maka nampak begitu indah. Jika mencoba mendekatinya, maka hanya mendapatkan kesemuan semata. Memang, sudah semestinya ia tak berharap banyak. Siapalah dirinya dibandingkan dengan penguasa Wilwatikta. Tidak ada yang bisa mengungguli Maharaja yang agung, baik takhta, kuasa, maupun wanita. Sagara meringis getir. Sungguh, Sudewi amat tak tergapai. Gadis yang senantiasa memamerkan senyuman cerah kepadanya, kini pupus sudah. Tidak ada lagi sang dara. Kini ia menjelma sebagai Parameswari Majapahit dengan segala kehormatan dan keagungan di sisi Maharaja.

Ah, apalah daya bocah ingusan yang dengan percaya diri menemui tuan putri kecil di Keraton Wengker nan megah. Kepercayaan diri Sagara muda amatlah tinggi untuk menggapai sosok gadis bangsawan yang sudah mencuri cintanya. Berkali-kali, ia bermain petak umpet dengan prajurit istana hanya untuk menagih kembali hati yang telah Sudewi ambil. Urat malu nampaknya telah putus walau mendengar gunjingan dari para abdi dalem yang mengatakannya cebol nggayuh lintang. Sagara tak peduli, meski cemoohan ia terima bertubi-tubi. Yang terpenting adalah Sudewi masih sudi untuk bertemu dengannya. Selain sang Dewi, semuanya tak penting.

Ah, jikalau takdir mereka harus berpisah, mengapa Sang Hyang Agung memberinya perasaan yang membuncah? Lihatlah, jiwa Sagara berguguran kala melihat wanita idamannya bersanding dengan pria lain. Ya, pria yang memiliki bibit, bebet, bobot yang nyaris sempurna. Bahkan hingga jungkir balik pun, Sagara tak mampu menyaingi suami sang Dewi.

Ck, pria Sudra, begitulah orang-orang memanggilnya. Ya, memang tak salah. Ia dilahirkan dengan nasib orang melarat. Bahkan, sejak kecil pun, ia terpisah dari orang tuanya. Alhasil dirinya dibesarkan di sebuah padepokan. Sagara mendesah pelan. Ia mengingat betul pertemuan pertamanya dengan Sudewi. Saat itu, Bhre Wengker sedang melakukan kunjungan ke beberapa padepokan di kerajaannya. Tibalah sang penguasa Wengker di padepokan tempat Sagara bernaung. Pria bergelar Wijayarajasa itu juga mengajak dua putrinya untuk turut serta.

Sudewi kecil berlarian hingga tak sengaja menabrak seorang laki-laki yang berusia tak jauh darinya. Ya, ialah dirinya sendiri. Mata cokelat nan jernih itu memandang Sagara sayu. Sungguh, pertemuan pertama yang tak laki-laki tersebut sangka dapat menciptakan benih-benih cinta yang kian lama semakin bermekaran. Sejak saat itu, Sagara kerap kali mencuri-curi kesempatan untuk memasuki Keraton Wengker dengan dalih mengantar pimpinan padepokan untuk bertemu Raden Kudamerta.

Sudewi meresponnya dengan baik. Tiap kali mereka bersua, tak jarang keduanya saling bertukar cerita. Dengan mulut mungilnya, Sudewi menyatakan keinginannya untuk berlayar, dan menemui Ibundanya yang telah dilarungkan di Pantai Selatan. Sungguh, sebuah impian sederhana, tetapi amat mustahil untuk seorang putri. Namun, kilatan keyakinan yang terpancar dari bola mata Sudewi membuat Sagara tergerak. Ya, ia ingin menakhlukkan lautan, agar nanti sang Dewi tak perlu takut untuk mengarunginya.

"Apa yang kau punya untuk bisa membahagiakan putriku, Sagara?" Pertanyaan tegas dilayangkan kepada peminang sang Putri Wengker oleh romonya sendiri.

Sagara meremas kain yang menutupi pahanya. Ia menatap lekat Bhre Wengker. "Hamba tidak bisa menjanjikan apapun untuk Putri Sudewi, Paduka Bhre Wengker. Hamba bukanlah seseorang yang memiliki kuasa dan harta tak terhitung hingga dapat memberi kesenangan duniawi yang berlimpah kepada putri Baginda." Benar saja, jawabannya membuat dahi para abdi dalem dan paricaraka di sana berkerut. Mereka memulai bisik-bisik. Sangat tidak tahu malu pria Sudra itu melamar tuan putri mereka.

Bibir Kudamerta terkatup rapat, membentuk garis lurus. Detik setelahnya, ia menghela napas panjang. Pemuda ini tidak seperti pelamar lainnya yang memamerkan harta mereka di hadapan Bhre Wengker untuk meyakinkan bahwa merekalah yang terbaik. "Apa kau sadar siapa yang ingin kau peristri?"

APSARA MAJA : SANG PARAMESWARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang