1290 Saka
Kala berjalan sangatlah cepat, tiada satu pun yang mampu menghadangnya. Biarlah, sesuka hati semesta memainkan karma. Toh, apa yang dituai, itulah dahulu yang ditanam. Begitu orang-orang menghadapi kehidupan. Mengerucut di balik tembok istana, banyak hal yang terjadi dalam tiga tahun belakangan. Sang Maharaja memimpin tanpa seorang mahapatih. Semakin beratlah beban yang dipikul. Seluruh patih sungkan, tak ada yang sanggup menyamai Gajah Mada. Pun, Hayam Wuruk berpikiran sama. Gajah Mada adalah sosok yang tak tergantikan. Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa seorang raja besar pun memiliki keterbatasan. Hayam Wuruk kewalahan karena harus terjun langsung untuk mengurus segala hal terkait kerajaan dan vasal-vasalnya.
Namun, kehidupan terus berjalan, sang Prabu harus menentukan pilihan. Jatuhlah singgasana Mahapatih Majapahit kepada Gajah Enggon. Ia bukanlah orang asing. Gajah Enggon membersamai Patih Madhu untuk berlayar ke Sunda Galuh. Ialah saksi kesanggupan Dyah Pitaloka menjadi Permaisuri Wilwatikta dan kerelaan Prabu Linggabuana melepas putri sulungnya. Ah, hidup Gajah Enggon memang ditakdirkan mengambil bagian dalam rencana besar. Tepat satu tahun yang lalu, ia resmi dinobatkan sebagai Patih Amangkubhumi Majapahit. Sudah semestinya ia mendampingi sang Prabu dalam menjalankan roda pemerintahan. Hingga sampai saat ini, mereka digemparkan oleh kabar keruntuhan Dinasti Yuan.
"Apakah Tuan Ananggawarman telah mengirim surat?" Hayam Wuruk berjalan melewati para patih menuju kursi yang telah disediakan. Pertemuan diadakan tertutup, sehingga tak melibatkan dewan kerajaan.
Gajah Enggon membungkuk singkat, lantas duduk setelah mendapatkan persetujuan dari raja mereka, begitupun dengan patih lainnya. "Mohon ampun, Gusti Prabu. Tumenggung Nala belum menginformasikan lebih lanjut mengenai Kekaisaran Mongol." Ya, Mpu Lembu Nala yang bertugas menjadi panglima perang wwang jaladhi adalah orang pertama yang berhak mendapatkan surat resmi dari Kaisar Yuan Raya untuk diserahkan kepada Sri Maharaja.
"Mohon maaf, Paduka Prabu, apakah kita tetap mempertahankan hubungan dengan Dinasti Yuan? Saya mendengar bahwa pengiriman mesiu dan persenjataan selama tiga tahun terakhir mengalami keterlambatan. Selain itu, kita tidak bisa memastikan beras dan bahan pokok lainnya sampai di tangan Kaisar Yuan Raya." Mpu Dami selaku yuwa mantri bersuara seraya melirik singkat ke arah Gajah Enggon. "Bukankah itu adalah sebuah kebenaran, Gusti Mahapatih?"
Gelar agung yang disandangnya membuat Gajah Enggon bergidik. Ia bukanlah Gajah Mada tak tak akan pernah bisa menyamai mendiang Mahapatih Majapahit itu. Namun, Gajah Enggon pun tak boleh mengecilkan diri karena ia juga dipilih langsung oleh Maharaja Sri Rajasanagara. "Sebuah panulah apabila berkata dusta kepada Sri Prabu, maka perkataan saya benar adanya. Akan tetapi, saya tidak membenarkan apabila kita harus memutus hubungan dengan Yuan Raya," sanggah Gajah Enggon. Pria yang memakai upawita ular dan kain berwarna putih itu menatap Mpu Dami. "Kekaisaran Khan Agung berdiri karena peran besar dari Genghis Khan dan Kaisar Kubilai Khan, tidak mudah meruntuhkan dinasti digdaya itu dalam kurun waktu singkat. Pun, kehancuran Dinasti Yuan tidak hanya disebabkan oleh serangan Serban Merah saja, tetapi juga bencana alam dan wabah turut andil di dalamnya. Oleh karena itu, dinasti yang berdiri setelah Dinasti Yuan adalah mereka yang hebat. Tidak menutup kemungkinan dinasti tersebut juga melihat sekutu dari dinasti pendahulu." Tentu saja, Gajah Enggon menolak keras saran dari menteri muda itu. Perjuangan mendapatkan kepercayaan Yuan Raya amatlah sulit.
Hayam Wuruk meletakkan tangannya pada meja. Jari jemari yang berhias karah dan kalpika itu mengetuknya dengan beraturan, pertanda bahwa dirinya sedang mencerna para petinggi tersebut. "Benar," sahutnya setelah sekian lama bergelut dalam alam pikir. Sontak, pandangan semua orang tertuju padanya. "Memutus hubungan sepihak dengan Yuan Raya akan berdampak pada kestabilan di Nán Hai serta kerajaan yang berada di dekatnya. Kita tidak bisa melupakan Mitrekasatata, termasuk Campa dan Siam. Keruntuhan Dinasti Yuan bukanlah akhir dari kisah mereka. Saya yakin, kekuatan Dinasti Yuan masilah tersisa, apalagi mereka memiliki putra mahkota di dalam asuhan permaisuri yang cakap." Berbicara tentang permaisuri, ingatan Hayam Wuruk berlabuh pada Sudewi. Ah, seharusnya istrinya itu bergabung dalam diskusi karena ialah yang berperan memenangkan hati Permaisuri Gi, sehingga merestui hubungan antar dua kerajaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
APSARA MAJA : SANG PARAMESWARI
Ficção Histórica-Historical Fiction- {Apsara Majapahit II} Tidak, ini bukanlah sebuah dongeng, melainkan kisah klasik abad ke-14 di sebuah kerajaan digdaya Jawadwipa antara permaisuri dan tingginya tembok istana yang bernama pengabdian. Dibalik kemahsyuran seorang...