43 | Kakawin Desawarnana

1K 93 120
                                    

"Selir Bawita belum mendapatkan garap banyu, Gusti Paduka Sori," lapor Garini kepada sang Permaisuri.

Sudewi memberhentikan kegiatannya, langsung berbalik badan ke arah dayang senior itu. "Apa kau sudah memastikannya, Mbok Garini?" tanyanya kemudian. Sudewi berjalan meninggalkan tumpukan daluang di lontar menuju kursi yang tersedia di perpustakaan. Semenjak Hayam Wuruk mengangkat seorang selir, Sudewi kerap menghabiskan waktunya di perpustakaan. Kebiasaan menghindari keramaian persis seperti saat dirinya masih menjadi seorang gadis. Ya, hanya perpustakaan Kadatwan Trowulan-lah tempat paling sepi. Terkadang, Sudewi mengamati para citralekha melaksanakan tugasnya. Ah, teringatlah ia akan Mpu Prapanca. Sang pujangga itu tak kembali lagi. Sudewi mendapatkan kabar tersebut dari suaminya. Entah, di manakah sang rakawi melegenda berada.

Garini mengekori tuannya, tanpa bersitatap, ia tetap setia berada di samping Sudewi. "Benar, Paduka Permaisuri."

Sudewi mengurungkan niatnya untuk mengistirahatkan tubuh karena terlalu lama berdiri. "Panggilah waidya dan kdi yang pernah menanganiku," titahnya tak terbantah.

Garini melaksanakan tugasnya. Dayang itu segera berlalu meninggalkan sang Permaisuri. Kini, Sudewi kembali berteman dengan sunyi. Cahaya-cahaya matahari nampak memasuki ruangan melalui celah pintu yang sedikit terbuka. Sepercik cahaya ... seakan memori kembali berputar, di situlah waktu di mana Sudewi sudah berserah diri. Sang Dewi tak akan pernah lupa dengan perkataan Biyung bahwa sepercik cahaya cukup untuk menerangi kehidupan kecil. Sudewi merasakan kepalanya berdenyut hebat. Sejujurnya, ia tak benar-benar merelakan wanita lain bersama suaminya. Oh, wanita mana yang ingin diduakan? Sayangnya, ibunda Sudewi adalah wanita kedua itu.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya Sudewi memutuskan untuk bertandang ke kediaman selir. Inilah kali pertama ia menginjakkan kaki di tempat itu, biasanya Bawita-lah yang mengunjunginya. Ah, kediaman sang dukan, Sudewi mati-matian menghindari tempat tersebut kala malam tiba—bahkan untuk sekadar melewatinya pun tidak. Jujur saja, ia tidak mau melihat dengan mata kepalanya sendiri Hayam Wuruk bermalam bersama Bawita.

"Rahayu, Gusti Parameswari," salam Garini begitu menyadari kehadiran Sudewi. Dayang senior itu sempat terkejut dengan keputusan sang Permaisuri. Ia kira, sang Dewi tak akan secepat ini menemui madunya. Di belakang Sudewi, terdapat beberapa dayang muda yang berasal dari Kaputren. Tak nampak seorang Keswari yang biasanya setia mendampingi sang Permaisuri. Mungkin, paricaraka yang menjadi teman seperjuangan Garini itu tengah menjaga Kusumawardhani. "Ada beberapa hal yang ingin disampaikan oleh kdi, hamba akan mengantar Gusti Parameswari," tuturnya, sehingga dayang-dayang muda yang membuntuti Sudewi menunggu tuan mereka di pelataran tempat itu.

Sepanjang Sudewi melangkah, ia menilai bahwa tempat bernaung Bawita memanglah indah. Kediaman selir berada di sisi yang berbeda dari Kaputren, tetapi tidak terlalu jauh. Terdapat taman yang dipenuhi pepohonan. Namun, Sudewi tak menemukan adanya kolam ikan. Ah, mungkin itu yang menjadi pembeda antara kediaman permaisuri dan kediaman selir. Sudewi mengulum bibirnya, ia mempersiapkan diri agar nanti tak terlalu terkejut. Ya, dirinya harus siap, apa pun yang terjadi. Toh, suaminya dan Bawita telah menghabiskan malam bersama.

Garini membuka pintu kamar Bawita, Sudewi menahan napasnya dan melampiaskan kekalutannya dengan kepalan tangan. Tidak, ia tak akan melayangkan bogeman mentah. Akan tetapi, itulah satu-satunya cara untuk meredam emosi yang memenuhi akal sehat. Sebelum sempat melangkah masuk, Sudewi mendengar seseorang sedang memuntahkan isi perut. Sang Dewi bergegas menemui Bawita. Terlihat selir itu memuntahkan cairan bening dan seorang kdi yang memijat tengkuknya. Oh, kejadian itu persis seperti dirinya saat mengalami gejala kehamilan. Sialnya, Sudewi baru mengetahui bahwa ia tengah mengandung di detik-detik terakhir kehidupan. Bukankah Bawita lebih beruntung? Sudewi yang tak ingin membuang waktu kemudian meminta dayang di sana untuk mengambilkan air putih hangat.

APSARA MAJA : SANG PARAMESWARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang