13 | Perlawanan Sengit

1.1K 123 11
                                    

Pepohonan nan lebat menyambut kedatangan dua wanita istana yang lihai menunggangi seekor kuda. Ya, berbekal keahlian mengelabuhi para sais dan penjaga kuda istana, Sudewi dengan mudah mendapatkan tunggangan untuk mencapai tempat tujuan. Ranting-ranting yang melambai, mendorong dua wanita itu untuk menyibaknya. Tak ayal, rambut yang terurai menjadi kusam karena terpaan tanah kering yang terbuai rayuan angin. Sudewi turun dari kudanya, diikuti oleh Rarasati. Kondisi hutan yang begitu rapat tidak memungkinkan keduanya untuk melanjutkan perjalanan menggunakan kuda.

Sudewi mengeluarkan karung berasnya yang sudah dilengkapi oleh tali, melilitkan benda itu dipinggang, kemudian melubangi ujungnya. Alhasil, beras-beras perlahan keluar dari sobekan. "Ini," ucap sang Dewi sembari melempar pisau kepada Rarasati. "Saat beras di karungku sudah habis, maka giliranmu untuk melubanginya," lanjut permaisuri itu, lalu mengikat rambut agar memudahkan pergerakannya.

Rarasati menautkan alisnya heran. Sebelum ia berbicara, Sudewi terlebih dahulu bergerak menjauh. Mau tak mau, paricaraka itu pun mengikutinya. Rarasati menatap dengan seksama beras yang terjatuh. Kemudian, ia menyusul sang Dewi, sehingga posisi mereka kini sejajar. Tangan dayang tersebut menggapai bebas tangan milik Sudewi, memberi kode agar menghentikan langkahnya.

"Kau membuang-buang harta berharga, Dewi," seloroh Rarasati.

Sudewi dengan cepat menghalau tangan dayang itu. "Hutan ini asing bagi kita. Satu-satunya cara agar kita tidak tersesat adalah membuat tanda. Jika kita menggunakan ranting atau batang pohon, maka musuh akan mudah mengenalinya."

Rarasati mengangguk paham. Hening menyelimuti keduanya. Baik Sudewi maupun Rarasati menebalkan telinga mereka, satu pergerakan saja, amat berarti untuk mengetahui pergerakan musuh. Ah, sial, musuh yang gamang membuat Sudewi pening. Akankah benar-benar Adiwilaga yang menjadi dalang dalam upaya percobaan pembunuhan sang Maharaja? Ataukah ia hanya bertindak sebagai kaki tangan saja? Sungguh, jika ditelusuri lebih jauh, bekel itu tak memiliki motif yang kuat untuk melakukannya. Dengan membunuh dan menggulingkan Hayam Wuruk, tak akan membuat pria itu mengambil alih takhta Majapahit. Mata Sudewi berpendar, mengikuti arah tak menentu. Mereka berjalan maju, menembus gelapnya hutan yang hampir tak tersentuh matahari.

Suara-suara serangga yang menyanyikan lagu alam seolah mengajak sang Dewi untuk berhenti. Ia melihat beberapa serangga di daun. Hujau, ya, bukankah seharusnya daun berwarna hijau yang memanjakan mata? Namun, mengapa terdapat tetesan merah pekat yang membentuk seperti bulatan yang amat banyak. Sudewi pun menengadah, mencari jawaban atas pertanyaannya. Mulut sang Dewi terkatup. Terdapat raga tanpa nyawa yang digantung dengan posisi terbalik. Sudewi dapat melihat mata dan mulut mayat itu terbuka lebar, seakan ingin menyampaikan rasa sakitnya. Belum sempat ia dan Rarasati bertukar cakap, derap langkah pun mendekat, dan diiringi oleh suara orang yang tengah berbincang. Dengan cepat, Sudewi dan Rarasati mencari posisi aman untuk bersembunyi.

"Kau tahu, telik sandi Wilwatikta adalah yang terbaik di mayapada. Akan tetapi, mengapa begitu mudah kita tangkap?" Tawa kencang menggelegar, terdapat dua orang yang mengelilingi mayat tersebut.

Seorang pria dengan rambut sebahu menjawab, "kau benar, bukankah lebih mudah kita mengalahkan Sri Prabu? Aku dengar, ia berlari terbirit-birit layaknya buronan. Ah, begitu nelangsanya sang Maharaja yang sebentar lagi akan menggantungkan tubuh persis seperti anak buahnya ini." Ia mendorong mayat tersebut dengan tatapan jijik.

Sudewi menutup mulutnya kuat-kuat, begitu pun dengan Rarasati. Jarak mereka dan bedebah-bedebah itu amatlah dekat. Salah langkah sedikit saja, nyawa mereka akan melayang, persis seperti telik sandi yang malang itu. Mereka tidak bisa diam dan menunggu. Cepat atau lambat, bedebah itu pasti mengetahui keberadaan mereka. Namun, suara seorang pria yang baru saja datang dan bergabung dengan dua bedebah menghentikan niat Sudewi dan Rarasati untuk melarikan diri.

APSARA MAJA : SANG PARAMESWARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang