Part 6 - Korban Halo Dek

738 34 0
                                    

Alta terkejut, "Maksudnya, Ndan?"

Danyon Andika menundukkan kepala, membuang napas berat. "Sudah dua bulan ini saya jarang melihat Yasmin tersenyum, apalagi sebahagia ini. Sejak dia didiagnosa menderita penyakit gagal ginjal, putri saya jarang sekali menunjukkan senyuman."

"Hampir 2 sampai 3 kali dalam seminggu, Yasmin harus menjalani cuci darah. Saya sebagai ayahnya sudah mencoba berbagai pengobatan, termasuk yang tradisional, namun kondisinya tetap sama."

Mendengar itu, hati Altalune terasa berat dan penuh rasa bersalah. Dia merasa dalam dilema yang sulit.

"Saya tidak tahu sampai kapan Tuhan memberi saya kesempatan untuk terus melihatnya. Saya hanya ingin dia bahagia dalam sisa hidupnya," ucap Danyon Andika dengan penuh kekhawatiran.

"Saya turut sedih mendengarnya, tapi kematian adalah ketetapan dari Tuhan. Komandan, jangan berpikir bahwa putri Ndan akan hidup sebentar. Allah telah menetapkan takdir bagi setiap manusia," nasihat Altalune dengan bijak.

Danyon Andika mengangguk, mengerti akan kata-kata Altalune. Namun trauma yang masih ia pikul hingga kini. Kehilangan seorang istri sejak Yasmin dilahirkan telah membuat Danyon Andika kehilangan separuh dari hidupnya. Berkat Yasmin, Danyon Andika bisa bertahan hidup, dan jika Yasmin juga meninggalkannya, hidupnya tidak akan bermakna lagi.

"Saya harap kamu mempertimbangkan untuk menerima lamaran Yasmin, meskipun mungkin hanya pura-pura, dan memberikan cinta kepada putri saya," lanjut Danyon Andika dengan hati bergetar.

"Saya tidak pernah meminta bantuan padamu, Lettu Alta, dan ini pertama kali," tegas Danyon Andika.

Altalune terdiam sejenak. Dia merasa simpati pada sang Danyon, melihat di balik ketegasannya sebagai pemimpin batalyon terdapat luka yang dalam, yang berhasil ditutupinya. Altalune menjadi orang pertama yang dipercayai untuk mengetahui hal tersebut.

Jika ini masalah uang, Altalune tidak akan ragu untuk membantu dengan pinjaman atau tenaganya. Namun, ini tentang perasaan—sesuatu yang sangat sensitif dan berkaitan dengan masa depan. Altalune merasa sangat berat hati harus berpura-pura mencintai wanita yang tidak ada tempatnya dalam hatinya.

"Maafkan saya, Ndan. Saya tidak bisa. Saya tidak bisa menyakiti Yasmin," ucap Altalune dengan mantap.

"Kenapa? Cukup cintai dia secara pura-pura, tenang saja untuk resikonya. Biar saya yang tanggung," desak Danyon.

"Karena saya sudah mencintai gadis lain," jawab Altalune tegas.

Danyon menatap Altalune dengan tatapan tajam, lalu menghembuskan napas berat.

"Maafkan saya, Ndan. Saya tidak ingin membuat Yasmin menderita di masa depan karena cinta yang tidak terbalaskan," ucap Altalune dengan tulus.

Altalune berdiri dari tempatnya, "Maafkan jika kata-kata saya terlalu lancang, Ndan. Saya siap menerima konsekuensi atas itu." Dia mengerti bahwa hati sang Danyon sedang terluka, dan Altalune tidak bisa membantu dengan mempermainkan perasaan. Dia bersedia menerima hukuman, karena dia tahu bahwa hukuman tidak seberat rasa sakit yang dirasakan sang Danyon selama ini.

"Tidak perlu, itu hakmu untuk menolak. Saya tidak bisa memaksamu. Lagipula, masalah pribadi tidak boleh mencampuri semi kemiliteran," tambah Danyon dengan bijaksana.

Danyon Andika memijat pelipisnya, "Pergilah persiapkan pasukan untuk pemberangkatan malam ini. Saya ingin istirahat sebentar."

"Siap, Ndan!" jawab Altalune singkat. Dia melangkah ke luar, merasa sangat bersalah karena tidak bisa melakukan lebih banyak untuk Danyon yang telah banyak membantunya.

'Do'a ku semoga Tuhan memberikan jalan untuk masalah yang dihadapi Ndan. Maafkan saya, Ndan,' batin Altalune sambil meninggalkan ruangan.

***

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang