Part 12 - Roasted Corn

506 25 1
                                    

"Aku tidak sengaja melihatmu di luar kedinginan, jadi aku memutuskan untuk ke luar dan memberi jaket ini. Walau aku tidak suka hujan."

Altalune membuang napas, "Untung saja kita berbeda karena saya suka hujan."

Yasmin melipat kedua tangan di dada, ia terkekeh kecil, "Dulu aku suka hujan, suka bermain hujan, suka melihat hujan, setiap kali hujan turun aku akan mencarinya, dan setiap kali hujan tidak turun aku suka merindukannya. Tapi itu dulu ...."

"Karena sekarang aku sudah tidak bisa bermain hujan."

Altalune menatap lurus ke depan, membuat satu tangannya dibiarkan terbuka sehingga beberapa tetes air hujan membasahi telapak tangannya, "Saya pikir itu menjadi rahasia kenapa kamu tidak suka hujan sekarang." Walau sebenarnya Altalune sudah tahu penyakit Yasmin, tapi Danyon Andika menyuruhnya menyembunyikan ini.

Yasmin menunduk lalu menatap lurus ke depan, "Iya, itu rahasia." Ia menghela.

"Beruntung sekali yah orang yang bisa bermain hujan," Yasmin tertawa kecil, ada nada kesedihan dalam suaranya.

"Yasmin...." Altalune memanggil pelan, membuat gadis itu menoleh.

"Ada yang ingin saya bicarakan denganmu."

"Apapun itu akan kudengarkan," ucap Yasmin antusias, matanya berbinar penuh harap.

"Berhentilah untuk memberi perhatian lebih, itu akan membuatmu sakit hati."

Yasmin tertegun, itu bukan kalimat yang ingin ia dengar, mengapa Altalune harus membuatnya lagi dan lagi sedih di suasana mereka harus menikmati berduaan sekarang.

"Kenapa? Karena kamu sudah menyukai gadis lain?"

Altalune menoleh, "Di dunia ini, ada banyak pria, kamu berhak mencintai pria lain."

Yasmin menggeleng, ia tertunduk, "Apa kamu membenciku? Kenapa hatimu tidak bisa menyukaiku walau sehari?"

"Saya nggak membencimu, hati nggak bisa di mainin."

Altalune memperbaiki posisi duduknya saat hujan mulai reda, menatap Yasmin dengan serius. "Saya sangat memohon, berhentilah mengejar apalagi memberi banyak perhatian. Karena sampai kapanpun saya tidak bisa memberi perasaan yang sama."

Yasmin menyeka air mata yang mulai menetes, mencoba tertawa kecil meski hatinya terasa hancur. "Beruntung sekali yah, gadis yang kamu sukai," katanya dengan suara gemetar. "Seandainya aku bisa berada di posisinya, di posisi di mana kamu menyukaiku, pasti aku tidak akan sesakit ini." Yasmin meremas rok yang ia kenakan dengan kuat.

"Hujan sudah redah, saya harus pulang."

Altalune berdiri, tanpa berbalik lagi menatap Yasmin, "Saya tidak ingin mengulang dua kali, jadi ingat ini, berhentilah sampai di sini, akhiri semua itu hari ini, kuharap kamu memikirkannya dengan baik."

Altalune menaiki sepedanya dan mendayung pergi menjauhi Yasmin yang sudah terisak tangis.

"Kenapa! Kenapa kamu tidak bisa mencintaiku, Altalune! Aku, aku, Aaa-" Yasmin teriak histeris, air mata tak berhenti mengalir.

"Non, Non Yasmin." Bi Enda keluar dari mobil dan berlari mendekati Yasmin. "Non Yasmin nggak papa?"

"Bi Enda ...." Yasmin memeluk Bi Enda erat, menumpahkan semua tangisnya dalam dekapan susternya itu. Bi Enda mengelus punggung Yasmin, mencoba menenangkan gadis yang hatinya hancur. Hujan yang telah reda seolah turut bersedih menyaksikan kesedihan Yasmin.

"Aku capek, Bi. Aku ingin mati saja. Kenapa, kenapa pria yang kucintai tidak bisa mencintaiku? Kenapa Tuhan memberiku hidup seperti ini! Jika Tuhan ingin melihatku menderita, kenapa Ia masih membiarkanku hidup, kenapa tidak mati saja!" Yasmin tak bisa menahan tangis, suaranya terisak dan sesekali disertai sesegukan. Hatinya tersayat oleh ucapan Altalune yang memintanya untuk berhenti hari ini.

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang