Part 17 - Jaket

411 30 0
                                    

"Sebelum memasuki hutan, tak lupa kita melibatkan Tuhan agar apapun yang dilakukan bernilai ibadah disisinya dan Tuhan adalah sebaik-baik penolong dalam setiap perjalanan."

"Berdo 'a sesuai keyakinan masing-masing, dengan ini berdo 'a dimulai." Altalune menyatukan kedua tangan di depan perut seraya menunduk sedikit, ia berdiri di samping Komandan Andika, dengan satuan TNI yang berbaris rapi di depannya.

"Berdo 'a selesai." Saat Altalune mengakhiri, semua mengusap wajah berserah diri pada Allah semua akan baik-baik saja.

"Jaga diri kalian, selamatkan korban jangan sampai kalian yang jadi korban," ucap Komandan Andika.

"Siap, Komandan!" teriak serempak satuan TNI, selepasnya mereka bubar barisan, dan bergerak sesuai pembagian grub untuk berpencar.

Komandan Altalune selalu menerapkan pada para prajuritnya apapun aktivitas bantuan kemanusiaan dari yang terkecil sampai mengorbankan nyawa sekalipun,  ia memberi pegangan membuka dan mengawali apapun yang dilakukan dengan do 'a, membawa nama Tuhan dalam setiap perjalanan mereka, sekalipun gugur dalam medan pertempuran, Altalune yakin mereka mati dalam keadaan syahid membelah kebenaran, itu prinsip seorang ksatria yang hebat!

"Kalau begitu saya pamit bertugas, Ndan. In Shaa Allah saya akan bawa pulang Suster dari Yasmin bersama para korban kebakaran." Hormat Altalune di depan Andika.

"Laksanakan tugasmu."

"Siap, Ndan."

Altalune berbalik dan meninggalkan Andika, tidak biasanya pria paruh baya itu langsung turun tangan, jika biasanya ia harus mengurus kepentingan yang mengharuskan ia tidak bisa meninggalkan itu.

***

Malam semakin larut, sementara rembulan sudah mulai tertutupi awan hitam, Bulan duduk di bawah pohon meringkuk kedua kakinya hanya ada satu pilihan sekarang duduk dengan tenang, jaga diri dengan baik, tunggu sampai besok pagi, karena jika ia bergerak sekarang binatang buas bisa mengincarnya. Sebenarnya ia tidak tahu hutan yang dilindungi seperti ini apa terdapat binatang buas di dalam, ia hanya harus berjaga-jaga menangkis semua ancaman.

Pikiran Bulan mulai melayang-layang dan sudah di luar nalar.

"Bagaimana kalau aku kerasukan, terus nggak sadar lari-lari telanjang." Bulan menutup wajah, geleng-geleng.

"Bagaimana kalau misalnya aku tidur, terus ular hitam lilit leherku, kalau aku mati? Terus mayatku nggak ditemukan, membusuk, gentanyangan."

"Nggak! Nggak! Aku nggak boleh tidur, aku harus begadang sampai pagi."

"Tapi bagaimana kalau misal aku gila di sini."

"Astaga ya ampun."

Bulan menutup mata rapat, 'Ya Allah, aku harus gimana.'

'Hasbunallah wanikmal wakil.' Berharap Allah mendengarnya, ia kemudian membuka mata perlahan sesorot cahaya dari semak-semak membuka pupilnya lebih lebar.

Bulan merapatkan punggung ke batang pohon, napasnya tak teratur.

Sebuah bayangan hitam tinggi berdiri di depannya, dan cahaya itu semakin terang dua kali lipat lampu sorot, mata Bulan menyipit tidak bisa melihat jelas, bayangan hitam itu semakin mendekat.

"Ya Allah, apa mungkin ajalku sudah datang."

Mata dan kepala Bulan terasa berat dan tubuh gadis itu rubuh akhirnya.

"Astagafirullah." Seorang pria menaruh senternya, ia melihat kanan kiri mencari tempat.

Ia menatap ke arah langit saat setitik air menerpa pipinya, "Gerimis?"

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang