Part 13 - Taro & Pluffy

449 24 0
                                    

'Pria itu lagi, kenapa selalu saja datang di saat tidak tepat.'

"Tebak ayah bawa apa untuk kalian?" Altalune menaruh kandang biru di lantai, membuat anak-anak mengerumuninya.

"Wah! Anak kucing, asik!" teriak salah seorang anak sembari loncat-loncat.

"Jadi ini hadiah untuk anak-anak ayah, kalian jaga baik-baik kucingnya yah. Dan ini makanan, tempat pup kucing." Tak lupa ia menggeser sekantong belanjaan putih, lengkap peralatan makan kucing dan pasirnya.

"Sini biar ayah bantu kasih ke luar." Altalune membuka kandang dengan pelan, dua anak kucing persia sembunyi dari balik kandang karena belum menyesuaikan diri.

"Push, push." Altalune menarik satu anak kucing berwarna abu-abu, lalu kemudian yang putih.

Sementara Bulan hanya diam di tempat padahal hatinya sedang menggebu-gebu melihat anak kucing di depan seandainya saja bisa ia peluk dan gigit, tetapi sekarang ia harus menahan diri.

Setiap kali ada Altalune entah mengapa mulut dan tubuhnya sulit sekali diajak kerja sama.

Melati mendekat ke arah Altalune, "Ayah gimana kalau kucingnya di kasih nama?"

"Hm, boleh, Nak."

Altalune mengambil anak kucing berwarna abu-abu, "Ini kucing jantan, bagaimana kalau kita kasih nama Taro?"

"Taro!"

"Jadi nama si abu-abu ini, Taro yah." Altalune mengangkat anak kucing itu mendekat ke wajahnya dengan menggeleng-geleng begitu gemas.

Ia kemudian menaruh anak kucing berwarna abu-abu, "Sekarang yang putih si betina, kita kasih na–"

"Bagaimana kalau Kak Bulan yang kasih nama." Potong Melati.

Deg!

Mata Altalune dan Bulan saling pandang, tiga detik keduanya berpaling.

Melati mengambil anak kucing putih dari tangan Altalune dan memberinya pada Bulan, "Ayo, Kak. Sekarang giliran Kakak yang kasih nama."

Bulan menerimanya dengan kaku, ia menggarut tengkuk mengapa suasana menjadi canggung sih.

"Namanya ...."

"Pluffy."

"Jadi dua anak kucing kita Taro sama Pluffy!" teriak Siska anak tertua panti.

"Makasih yah, Ayah." Anak-anak panti memeluk Altalune. Saat itu mata Bulan diam-diam mengamati kedekatan Altalune dengan anak-anak panti di sini, ini bukan sekali tapi dua kali ia bertemu pria itu di panti ini, perlakuannya masih sama.

'Aku nggak tahu, dia sebenarnya sosok yang seperti apa, kadang baik kadang nyebelin, punya kepribadian gandakha? Huh ....' Bulan menghela panjang.

Tok!

Tok!

Semua menoleh melihat Bunda Lasmi sudah pulang membawa dua kantong belanjaan dari pasar.

"Assalamu'alaikum, anak-anak. Eh kalian dari tadi?" pertanyaan itu ditujukan pada Altalune dan Bulan.

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh, saya baru datang."

"Aku dari tadi sih, Bun," jawab Bulan.

Bunda Lasmi, menaruh belanjaan di atas meja, kebetulan adzan magrib sudah berkumandang wanita itu mengajak semuanya untuk sholat magrib berjamaah.

***

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat empat puluh limat menit, usai melaksanakan sholat magrib, Bulan memutuskan untuk pamit sebab ia sudah terlalu lama di sini nanti Rindi marah sebab mereka sudah janjian ingin ke pasar, namun itu tertahan dengan panggilan Bunda Lasmi.

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang