Part 46 - Hujan Pembawa Kenangan

955 35 17
                                    


"Gimana kuliahmu akhir-akhir ini? Semua baik-baik saja 'kan?"

Tak ada respon dari Tenggara selain dua mata pria itu tertuju ke depan fokus menyetir.

Sore itu Tenggara disuruh Harditama untuk menjemput Leora di kampusnya, mau tidak mau ia harus melakukannya sekalipun merasa terpaksa.

Leora menunduk hingga ia kembali meluruskan pandangan, satu tangan gadis itu menyelipkan rambut ke belakang telinga.

Leora menghela, "Aku lupa ngucapin terima kasih kemarin karena kamu sudah mentraktir di hari ulang tahunku."

Tenggara masih terdiam tanpa respon, dua mata itu seakan enggan menatap gadis di sampingnya.

Leora tertawa kecil, "Aku tahu kamu mungkin tidak menyukaiku, tapi setidaknya katakan sesuatu."

Citt!

Tenggara rem mendadak membuat kepala Leora hampir tersentak ke depan untung tangannya sigat mengenggam pegangan di atas kepala.

Beberapa detik terjadi keheningan di antara mereka hingga Tenggara menoleh menatap ke arah Leora membuat gadis itu tertegun. Tenggara memajukan wajah perlahan demi perlahan hingga kepala Leora tersentak ke jendela tak ada ruang baginya untuk menghindar.

Dua pupil itu menatap Leora dengan tajam, membuat degup jantungnya berdegup, jarak wajah Tenggara dan Leora terpaut beberapa centi hingga Leora bisa merasakan napas pria di depannya.

"Bisa diem? Atau perlu mulut lo diisolasi sekalian biar hidup gue tenang?" desis Tenggara dengan kerutan dijidatnya.

Leora tak berani membalas selain napas yang tertahan dan dua mata yang tak berani menatap pria di depannya.

Tenggara memundurkan tubuh dari wajah Leora ia mengetok-ngetok stir mobil dengan tatapan lurus ke depan. "Kemarin lo ngaduin gue ke bokap lo 'kan? Gue tahu karena emang itu kebiasaan lo."

Leora menggeleng, "Ngadu? Aku nggak pernah ngadu. Kenapa kamu bisa ngomong gitu?"

Tenggara tertawa miris, ia menoleh tajam ke arah Leora. "Lo seneng lihat gue menderita 'kan? EMANG ITU YANG LO MAU! PUAS?!"

Leora tersentak mendengar bentakan Tenggara meninggi, ia tak berani melihat dua mata itu, mata yang mulai memerah, Leora tertunduk.

"Gue tahu lo sebenarnya cuman terpaksa dengan perjodohan ini, tapi kenapa lo nggak berani ngomong ke bokap lo batalin perjodohan ini, kenapa?!"

Di sinilah Leora berani mengangkat kepalanya menatap dua mata Tenggara, "Awalnya emang terpaksa, tapi semenjak sering bertemu denganmu aku mulai menyadari perasaanku kalau aku menyu-"

Tenggara melajukan mobil dengan kecepatan tinggi membuat ucapan Leora harus terpotong karena panik sebab Tenggara menyetir dengan kondisi tak terkendali.

"Tenggara pelan-pelan," desis Leora memegang erat pegangan di atas kepalanya.

Mobil terkendara normal kembali, tidak ada lagi obrolan di antara mereka berdua selain diselingi suasana hening, di sinilah Leora tahu maksud dari Tenggara walau pria itu tidak mengucapkan sepatah katapun dari mulutnya.

***

Tiga jam terlewati Bulan akhirnya siuman, orang-orang rumah khawatir terlebih Nenek Cien jauh-jauh dari kampung ke kota hanya untuk memastikan cucunya baik-baik saja ditemani Galadriel - adik Bulan.

Sekujur tubuh gadis itu keringat dingin terlebih dua telapak tangan maupun dua telapak kakinya, Bulan membangunkan tubuh namun kepalanya terasa berdenyut bayangan akan seorang pria kecil masih terngiang-ngiang apa hubungan anak kecil itu dengan taman bermain yang ia kunjungi tadi pagi, dan siapa sosok perempuan kecil yang wajahnya mirip sekali dengannya apa itu ia?

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang