Part 24 - Bakso Mang Somad

359 25 1
                                    

Bulan tidak menghiraukan pria itu, ia hanya duduk memeluk lutut, bibirnya gemetar.

Tidak ada obrolan di antara mereka sampai lima menit terlewati pria itu berani buka suara.

"Maaf atas ucapan gue tadi," ucap pria itu.

Bulan hanya mengangguk, "Hm, aku juga minta maaf karena membentakmu tadi."

Pria itu menghela, ia mengusap wajah dan mengusap rambut ke belakang sehingga wajah maskulin miliknya nampak menawan.

"Gue boleh tahu nama lo?"

"Nafasya Bulan Arsyana."

"Okei, dipanggil?"

"Bulan."

Pria itu manggut-manggut, ia menghela kepalanya tertunduk hingga ia meluruskan pandangan ke depan.

Pria itu kembali membawa satu tangan ke depan membuat serintik hujan mengenai telapaknya.

"Dunia itu jahat buat mereka yang terlalu baik, dunia itu pahit buat mereka yang terlalu manis." Suaranya terdengar parau matanya terlihat senduh.

"Dan gue yakin semua orang yang memilih untuk mati sebelum ajalnya mereka punya alasan untuk meninggalkan dunia ini," sambungnya.

Bulan menoleh, gadis itu sedikit tersinggung dengan perkataan pria di sampingnya.

"Dalam surah An-Nisa ayat dua puluh sembilan Allah berfirman, wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri. Sungguh, Allah maha penyayang kepadamu."

"Kemudian pada ayat tiga puluh dari surah An - Nisa Allah pula berfirman, dan barang siapa berbuat demikian  dengan cara melanggar hukum dan zalim, akan kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah," finish gadis itu memberi penjelasan.

Pria itu manggut-manggut lagi, "Sepertinya lo emang gadis baik-baik."

"Aku harap kamu bisa memahami dan  menerapkan itu dalam kehidupanmu bahkan memberitahu pada orang sekitarmu."

"Hm, gue harap bisa lakuin itu."

Saat hujan sudah mulai redah, Bulan menatap langit walau masih terlihat sedikit gelap, ia melirik jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan tepat pukul lima sore.

"Kalau gitu aku duluan, hujan sudah redah," pamit Bulan, melipat jas hujan miliknya.

"Iya, hati-hati."

"Sebentar. Gue boleh tahu di mana lo tinggal?" Pria itu kembali bertanya saat Bulan sudah berada di atas motor mengenakan helm.

"Rahasia."

Senyum kecil tercetak di wajahnya saat Bulan sudah mengendara lebih jauh. "Ck, perempuan yang unik." Sejauh ini belum ada perempuan yang berani menjawab pertanyaannya seperti itu bahkan bersikap cuek seperti yang dilakukan gadis itu tadi.

***

Ruangan yang gelap menyisahkan seorang gadis duduk di depan meja riasnya, hanya setelisik cahaya masuk melalui ventilasi kecil yang menampakkan wajahnya.

Kelopak matanya bengkak, bibirnya pucat, dan rambutnya terlihat rontok, hidupnya hancur.

Ada banyak obat-obat 'an di atas meja bahkan botol kecil berisi tablet, tidak ada aroma lain selain bau khas obat yang memenuhi ruangan.

Matanya senduh, bibirnya berat untuk terangkat, buliran bening memenuhi matanya ada banyak tanya dan rasa sakit di sana.

Gadis itu mengenakan pakaian hitam menatap wajahnya di cermin, "Yasmin Putri Mahendra, apalagi yang kamu tunggu, semua orang sudah pergi."

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang