Part 44 - Shock Double Kill

377 28 3
                                    

Banyak orang bertanya-tanya mengapa senja hanya datang sesaat, mengapa pelangi hadir di saat hujan pergi, mengapa bulan terbit setelah matahari terbenam, hingga sebuah jawaban muncul ... semua itu ada alasannya.

Kuasa Tuhan begitu luar biasa sehingga manusia terkadang lupa jika bahagia tidak akan hadir jika kesedihan tak diciptakan, obat tak 'kan dibuat jika tak ada penyakit, dan cinta sepasang kekasih tak 'kan hadir jika Adam dan Hawa tak di pertemukan. Sehingga mulailah lahir para keturunan adam dari kalangan laki-laki dan hawa dari kalangan perempuan.

Allah menciptakan manusia berbeda jenis untuk memberitahu mereka seluruh mahluk bumi diciptakan berpasang-pasangan 'an karena yang kekal dan satu itu hanya Allah.

Di balik cermin panjang, seorang pria memperbaiki kerah bajunya dengan senyum yang berbeda dari pada hari biasanya, sebuah baju loreng melekat gagah ditubuh tinggi tegapnya, rambut licin tertata kesamping membuatnya semakin tampan, matanya begitu bersinar seakan ia akan melihat sebuah cahaya indah di depan.

"Robbisrohli sodri wayassirli amri wahlul 'uqdatanmillisani yafqohu qouli. Ya Allah lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku dan lancarkanlah lidahku agar mereka memahami perkataan ku." Altalune mengusap pelan wajahnya, ia menyapu pula dadanya. Sungguh hanya pada Allah ia berserah diri atas niat baiknya datang pada Bulan.

Altalune berjalan ke luar, membawa dua sepatu pentopel hitamnya yang licin.

"Wih! Wih! Masha Allah, masih pagi-pagi udah lihat cahaya ilahi. tampan banget Komandan ini," puji Gibran menatap Altalune dari atas sampai bawah.

Sedang Rey geleng-geleng, "Tanpa nanya, pasti udah tahu Ndan udah mau lamar Bulan."

Kedua pangeran katak itu baru saja pulang dari pasar keduanya menaruh belanjaan di atas meja, mereka tidak mau menyia-nyiakan momen langkah seumur hidup akan kesiapan Komandannya itu.

Altalune duduk di sofa ruang tamu yang menghadap ke depan pintu luar, pria itu pula meletakkan kotak hitam yang diikat pita. "Do 'ain aja semoga lancar."

"Aamiin!" teriak serempak Gibran dan Rey.

"Boleh dong Ndan, kotak hitam itu di spill isinya," ujar Gibran.

Altalune melirik Gibran, "Cuman saya dan Bulan yang akan tahu."

"Kok jadi pelit sih Ndan." Gibran mengerucutkan bibir membuat Rey tertawa memukul bahu pria itu dan mengatainya seperti anak bayi saja.

"Yah terserah saya."

"Saya tebak Ndan kalau pulang wajahnya langsung berseri-seri," terka Gibran.

Rey mengeryit, "Lah kenapa emang?"

"Bulan nggak bisa nolak."

"Acie!" Gibran dan Rey saling menyenggol menggoda Altalune membuat pria itu tak menghiraukannya ia selesai mengikat tali sepatu lalu berdiri.

"Kalian ini suka berlebihan."

Gibran dan Rey hanya mampu menyengir dan tertawa. "Semangat empat lima Ndan!" teriak Gibran memberi otot kanannya.

"Semangat, Ndan!" teriak Rey pula.

"Eh tapi Ndan cuman pergi sendiri? Tumben nggak suruh kita siap-siap buat nemenin," tanya Gibran merasa kurang saja.

"Saya pergi sendiri aja."

"Tap-"

"Saya nggak nerima pertanyaan tentang alasan, kalian jangan keluyuran tinggal di rumah saja," potong Altalune memberi peringatan seperti orangtua pada anaknya.

Gibran menghela, "Yaudah deh kalau Ndan mau datang sendiri, kita tetep bakal dukung dari belakang."

Altalune memberi jempol dan dua anggotanya itu ikut memberi dua jempol.

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang