Part 22 - Satu, Dua, Cis!

376 30 2
                                    

Gibran dan Rey kini berdiri agak lebih jauh, keduanya tak mendapat perhatian lagi dari sang Komandan semenjak ia bertemu gadis itu, gadis yang masih menjadi tanda tanya perihal hubungannya dengan Altalune.

Yang sekarang Gibran dan Rey tunggu adalah jawaban Altalune perihal anak yang memanggilnya ayah, sungguh banyak sekali teka-teki alias rahasia yang disembunyikan Komandannya itu.

"Paman ayo main!" teriak anak laki-laki memakai topi, anak itu menarik tangan Gibran dan Rey yang harus pasrah ikut dengan mereka, keduanya tahu anak itu bagian dari anak-anak yang ikut Altalune tadi.

Dari jauh Altalune dan Bulan menemani Melati bermain, mereka tengah memasukkan bola ke dalam ring.

"Ayo cepet masukin!" teriak Bulan semangat membantu Melati memasukkan bola satu-satu, dan Altalune di sampingnya hanya diam, mengamati.

"Ayah, aku mau main mesin foto itu," tunjuk Melati pada mesin snapshot berwarna putih.

"Yaudah ke sana." Altalune mendorong kursi roda Melati berjalan beriringan bersama Bulan di sisinya.

"Keluarga yang harmonis yah."

"Ayahnya tampan Mamanya juga cantik, mereka saling terima kekurangan walau anaknya seperti itu."

"Sepertinya mereka cukup bahagia."

Ucapan Ibu-ibu yang lewat membuat Bulan dan Altalune saling merasa canggung, niat Bulan ingin klarifikasi jika mereka bukan sepasang suami istri tertahan dengan rasa tidak enakan Altalune tersinggung, ia memilih untuk diam saja.

"Ayah sama Kak Bulan emang cocok, kenapa nggak nikah aja," celetuk Melati.

Deg!

Mata Bulan dan Altalune bagai magnet yang langsung ketarik, tiga detik keduanya mengalihkan pandangan.

Bulan agak membungkuk, "Melati jangan ngomong gitu nggak baik, siapa tahu ayah Melati udah punya calon yang lain," bisiknya agar tidak terdengar sang empu.

"Saya nggak punya kekasih."

Ups!

Kalah telak, telinga Altalune tajam, Bulan tertegun tidak tahu harus menjawab bagaimana, apa pria itu memiliki kesaktian sampai bisa menjangkau bisikannya dengan Melati. Entahlah tidak penting.

"Kayaknya itu lampu hijau dari ayah buat kakak," goda Melati terkekeh, di mana Bulan masih membungkuk.

"Ah kamu jangan ngomong sembarangan." Bulan meluruskan kembali badannya mendorong Melati.

Ia tidak boleh mempertanyakan apa yang tidak boleh dipertanyakan, pikiran dan otaknya harus kerja sama biar hatinya tenang. Harus bodoh amat pokoknya.

"Melati mau foto bertiga!" teriak gadis kecil itu antusias saat berada di depan mesin foto.

Altalune kemudian mengangkat Melati menyisahkan kursi rodanya di luar, gadis kecil itu duduk di tengah menengahi Altalune dan Bulan.

"Satu, dua, cis!"

"Sekali lagi, satu, dua, cis!"

Hingga mereka mengulang itu enam kali.

"Sekarang aku mau ke luar, mau lihat fotonya," ucap Melati.

"Ah cantik. Nanti mau kupasang di kamar." Betapa manisnya cetakan foto grid 6 bagian itu.

Dari jauh Gibran dan Rey memilih untuk duduk bersila di lantai, ia kelelahan menangani bocah gendut tadi, jika disuruh memilih mereka lebih baik push up 150 kali ke banding harus lari-larian memanggil, menegur, dan mengawasi bocah itu. Sangat menyebalkan bukan.

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang