Part 29 - Memories of the Past

270 23 4
                                    

Pak!

Tamparan kedua kembali mengenai pipi Tenggara, pria itu tertunduk dengan dua kepalan tangan kuat.

"Apa di otakmu itu hanya minum, minum, dan minum? Main ugal-ugal'an di luar?! Gelandangan seperti sampah di luar? Hah?!"

"Seandainya bukan karena papa, kamu sudah lama membusuk di penjara."

"Kamu tidak sadar Tenggara?! Apa yang selama ini kamu lakukan, dan itu terulang terus! Kamu sudah menghamili anak orang di luar! Apa itu tidak cukup membuat papa malu?!"

"Bukan hanya sekali sudah dua kali! Tapi papa berulang kali menolongmu dengan bayaran uang banyak, demi siapa demi masa depanmu! Biar kamu tetap bisa sekolah tapi apa balasanmu untuk papa."

"Dan memang di otakmu itu hanya ada kotoran hewan, kamu bahkan mempermalukan papa di depan klien papa!"

Bugh!

Harditama kembali meninju perut Tenggara membuat pria itu berjalan mundur memegangi perutnya.

"Anak pembuat onar sepertimu memang tidak layak jadi keturunan Harditama."

"Anak brengsek sepertimu memang sebuah kutukan untuk dilahirkan, hanya pembawa sial!"

Prang!

Tenggara melempar vas bunga di depan Harditama.

"Cukup, Pa! Cukup!"

"Tenggara muak, Tenggara capek." Dua mata pria itu memerah.

Wajahnya berubah menjadi parau, "Iya Tenggara anak brengsek, anak sial, anak haram."

"Apa Papa pernah nanya kenapa Tenggara kayak gini? Pernah Papa duduk di depan Tenggara bicara dengan nada lembut kenapa anak papa jadi brengsek kayak gini!" buliran bening nampak di kelopak matanya.

Tenggara tertegun, ia menutup mata rapat sehingga sebulir air mata menetes di sela pipinya.

"Seharusnya Papa sadar diri, setiap kali papa bawa perempuan ke rumah ini bahkan mengajak mereka berduaan di kamar, di saat papa tidak datang di pemakaman mama, di saat papa tidak pernah datang di hari di mana Tenggara terima raport." Tenggara mengantung ucapannya.

"Tenggara tidak pernah marah ...." Nadanya menjadi turun. "Tidak pernah sekalipun, Pa."

"SEMUA HARTA INI PAPA PIKIR BUAT TENGGARA BAHAGIA?!"

Tidak ada lagi ucapan bahkan kalimat yang ke luar dari mulut Harditama selain diam.

"Pukul Pa, pukul Tenggara. Papa suka gitu kan? Semenjak mama meninggal Papa suka pukul Tenggara. Kenapa sekarang cuman diam?"

Tidak ada respon dari Harditama, pria paruh baya itu berbalik arah meninggalkan pria itu di ruang tamu.

Pada saat itulah dua lutut Tenggara tersungkur ke bawah.

"Ma, Tenggara rindu."

***

Bulan menggantung handuk di belakang pintu kamar, lalu duduk didekat jendela gadis itu baru selesai mandi, hari ini jadwal kuliahnya masuk siang sehingga ia masih ada waktu luang pagi ini.

Ting!

"Ini nomor siapa?" gumam gadis itu sambil menyisir rambut melihat notifikasi seseorang di handphone-nya ketika ia menyalakan sambungan wifi.

+6288*******29
Assalamu'alaikum
Saya Altalune
Ada sesuatu untukmu di luar

"Altalune?" gumam Bulan.

Di mana pria itu dapat nomornya, bahkan ia sendiri tidak pernah memberi nomornya pada pria itu.

Karena penasaran dengan yang dimaksud Altalune 'sesuatu di luar' gadis itu berjalan mendekati pintu, saat membukanya terlihat sebuah paper bag pink motif kelinci di atas alas kaki depan pintunya.

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang