Part 27 - Sacrifice For a love

311 23 0
                                    

"Tidak akan saya biarkan satu orang bahkan seratus orang sekalipun menyakitimu, walau saya harus mati saat itu, Bulan."

– Altalune Galen Hasyim

***

Altalune membasuh wajahnya di keran mengalir, lalu menatap wajahnya di depan cermin. Ia tak tahan melihat ekspresi Bulan yang menatapnya dengan dua mata yang membulat besar, dan mulut Altalune juga tidak bisa berucap saat itu selain izin untuk ke wc, ia harap Bulan tidak salah paham dengan ucapannya tadi.

Ini semua ulah sih Gibran seandainya ia tidak mengikuti saran dari pria itu harga dirinya tidak akan sejatuh ini di depan Bulan.

Altalune menarik napas dan menghembuskannya sebanyak tiga kali ketika pria itu sudah berdiri di ambang pintu wc.

"Gue udah nggak sabar, kita bakal senang-senang malam ini Bulan, lo bakal jadi milik gue seutuhnya sayang."

Dua mata Altalune melebar hingga ia menoleh melihat seorang pria berjalan ke arah samping.

'Itu anaknya Pak Harditama, kan?'

'Kenapa dia bawa-bawa nama Bulan?'

Pikiran Altalune mulai berputar-putar ada kecurigaan dalam dirinya jika pria itu ingin mencelakai Bulan atau sebaliknya.

Altalune mengikuti langkah pria itu, hingga ia bersembunyi dibalik tembok saat pria itu berhenti di sebuah dapur bernuangsa keramik abu-abu hitam.

Pria itu bersiul sambil mengaduk-aduk jus berwarna merah muda yang ia isi beberapa es kristal di atasnya.

"Tenang aja Bulan, obat bius ini nggak bakal nyakitin lo kok paling cuman tidur lima atau sepuluh menit doang,  setelah itu lo bakal bangun." Pria itu menaruh sendok di atas meja, lalu melapisi gelas kaca tinggi dengan piring bening.

"Dan saat lo bangun di kasur gue, lo bakal kaget, lo syok, lo nangis, dan sebagai pria jantan gue bakal tanggungjawab dan kita akan menikah. You're really smart Tenggara!"

Dua kepalan kuat di tangan Altalune memerah, ini pertama kali ia semarah ini. 'Pria rendahan itu! Tidak akan saya biarkan.'

***

Kini Bulan dan Tenggara berada di halaman belakang.

"Terus ayah kamu mana?" tanya Bulan sebab tadi pria itu mengajaknya ke sini dengan alasan ayahnya memanggil gadis itu.

"Lo duduk dulu." Pria itu menarik kursi dan menepuk dudukannya.

Bulan menurut gadis itu kemudian duduk di kursi sebelah Tenggara. "Ayah ada urusan dulu, gue bawa minum buat lo, gue udah susah payah buatnya sayang kalau nggak di minum."

Bulan menatap gelas di genggaman Tenggara, "Kenapa repot-repot sih, aku udah minum banyak di luar."

"Perutku sudah kembung nih." Gadis itu menepuk-nepuk perutnya.

"Itu artinya lo nggak ngehargai pemberian gue."

Bulan menggarut tengkuknya merasa bersalah, "Bu–bukan begitu, yaudah deh, sini biar kuminum." Ia menerima gelas di genggaman Tenggara.

Sementara di tempat lain Altalune sudah was-was sebab tiba-tiba saja Andika menelponnya, sementara di pikiran dan hatinya panik setengah mati memikirkan Bulan di sana.

[....]

[Apa kata Harditama? Dia senang dengan pemberian saya?]

[....]

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang