Part 2 - Lauhul Mahfudz

971 45 0
                                    

"Nyatanya jodoh itu tak jauh dari cerminan diri, maka perbaikilah dirimu dan perindah hubunganmu dengan Tuhan agar kelak pasanganmu seindah caramu menjaga diri."

– Altalune Galen Hasyim

***

Dalam perjalanan pulang Bulan menghentikan motornya dipinggir jalan, ia menghampiri seorang Ibu dan anaknya yang berjualan tissue dekat lampu merah, sang Ibu terlihat lemas dan sang anak menangis karena melihat sang Ibu tiba-tiba tak sadarkan diri.

Bulan berjongkok usai tiba, "Dek, Mama kamu kenapa?"

Dengan suara serak anak gadis itu menjawab dengan tersedu-sedu, "Sa–saya nggak ta–tahu, Kak."

"Da–dari tadi, Emmak belum makan. Waktu pa–pagi, satu roti dikasih semua ke aku." Ia menjelaskan seraya mengusap wajahnya yang sudah dibasahi linangan air mata.

Bulan mengusap kepala anak gadis itu untuk menenangkannya, lalu mengeluarkan sebuah minyak kayu putih dari dalam tas dan mengolesi di kedua pelipis dan leher wanita paru baya di depannya, ia pula membiarkan aroma minyak kayu putih menyeruak ke indra penciuman wanita itu.

Tak lama kemudian, kedua mata wanita itu bergerak dan terbuka perlahan.

"Alhamdulillah," ujar Bulan.

"Eh." Wanita itu kebingungan melihat sosok Bulan yang tiba-tiba berada di depannya.

Bulan mengeluarkan sebuah kota bekal dan menyodorkannya. "Ibu pingsan tadi. Kebetulan bekal ini tidak sempat saya makan di kampus, jadi ini buat Ibu saja yah. Di makan."

Anak gadis itu mengusap air matanya, "Makasih Kak udah nolong Emmak."

Bulan mengangguk dan menepuk-nepuk pucuk kepala anak di depannya, "Iya sama-sama."

"Makasih yah atas bantuannya, saya tidak tahu harus membalas jasa Adek bagaimana." ujar wanita itu sedikit lesuh.

"Nggak papa, Bu. Saya ikhlas."

Bulan menatap pakaian sang anak dan mamanya, mereka memang orang yang tepat diberi bantuan, pakaian yang mereka kenakan sudah tidak layak, baju anak gadis di depannya seperti baju yang dipakai tiga hari berturut-turut terlihat kusut dan mulai sobek sedikit.

"Kalian biasa jualan di sini?"

Dengan mulut mengunyah sang anak menjawab, "Iya, Kak. Hampir tiap hari."

Bulan menatap anak kecil itu ia terlihat begitu lahap makan, "Kamu nggak sekolah, Dek?"

Sang anak terdiam, beberapa detik ia menatap sang Ibu. "Kami nggak ada uang, tinggal saja kadang numpang di bawah jembatan, kalau hujan kami kadang minta bantuan tidur di kandang sapi warga, Dek."

Hati Bulan terasa tersayat mendengar penuturan wanita di depannya, di saat-saat dalam hidup ia terkena masalah dan terus mengeluh, ternyata ada pula orang yang lebih menderita hidupnya ke banding dirinya.

Drrrk ...!

Drrrk ...!

Bulan tersadar, itu pasti Ibu yang sudah menelpon, gadis itu melihat jam di pergelangan tangan dan yah pukul sudah menunjukkan lima sore, ia harus bergegas pulang.

Bulan mengeluarkan dompet dari dalam tas, berniat membeli sekaligus membantu kedua orang di depannya, "Saya beli satu tissuenya yah, Bu."

Wanita paruh baya itu membungkus lalu memberinya pada Bulan, "Dua puluh lima ribu yah, Dek."

Bulan memberi uang lima puluh, "Kembaliannya buat Ibu aja, itu rezeki dari Tuhan."

"Alhamdulillah terima kasih, nama Adek sia–"

Bulan yang sudah berjalan jauh berteriak, "Bulan, Bu!"

"Bulan ... wanita itu." Gumam seorang pria dari dalam mobil, Altalune. Untuk pertama kali kedua sudut bibirnya terangkat dan melengkung seperti bulan sabit.

Ternyata dari kejauhan, sedari tadi Altalune sudah memperhatikan Bulan saat lampu merah menghentikan mobilnya. Ia memperhatikan bagaimana Bulan berbincang dan menolong dua orang yang juga pernah ia tolong.

Pria itu menatap buku pemberian Bulan 'Kisah Inspiratif Anak Desa Sang Penolong' yang ia taruh di jok samping, rasanya tak sabar sampai di batalyon, ia ingin membaca buku itu, pantasan sikap Bulan tak jauh beda dengan judulnya. "Sang Penolong." Gumam Alta seraya menatap ke depan.

***

Pukul 3 lewat 20 menit dini hari, sudah menjadi kebiasaan seorang Altalune bangun dan menyempatkan diri melaksanakan sholat tahajjud di sepertiga malam di kala semua orang memilih untuk tidur lelap dalam mimpi mereka.

Pria itu melipat kaki memposisikan duduk dengan bersila lalu berdzikir, setelahnya Alta menengadahkan kepala ke atas seraya mengangkat kedua tangan.

"Ya Allah ya Sami sesungguhnya engkau maha mendengar atas segala sesuatu yang ada di langit dan bumi serta seisinya. Ya Robb, aku tak pernah bercerita padamu tentang seorang perempuan, dan kini biarkanlah aku menceritakan sosoknya padamu ia Bulan dan untuk pertama kali namanya kulangitkan padamu di sepertiga malam ini."

Di lain sisi, tempat yang berbeda seorang gadis ikut mengangkat kedua tangannya yang tertutupi mukenah. "Ya Allah, Tuhan pemilik cinta. Tidak ada yang tidak mungkin terjadi tanpa seizinmu, bolehkah ya Allah aku berdo'a untuk pria di lauhul mahfudzku, namanya yang belum kutahu hingga kini tapi engkau jaga seperti aku menjaga diriku hingga kini."

"Maafkan jika aku egois menceritakan pria impianku, tapi tak ada yang lebih membuatku tenang selain bercerita padamu, izinkan kembali kulantunkan do'a yang sering kuulang pada sepertiga malam ini, ya Allah aku memimpikan pasangan dari kalangan Tentara, jika memang di lauhul mahfudzku ia adalah jodohku maka dekatkanlah, namun jika tidak berikan hatiku kekuatan untuk ikhlas dan lapang menerima takdirmu, sesungguhnya apa yang tidak baik menurutku lebih baik bagimu Robbku." Bulan merapatkan kedua tangannya, kembali mengusap air mata yang seringkali menetes ketika ia melantunkan do'a yang sama di sepertiga malam.

"Hamba tak tahu ujian apa yang engkau berikan, atau petunjuk apa yang engkau sampaikan sehingga perasaan ini muncul, ya Allah kumohon izinmu jika dia seorang perempuan yang sudah tertulis namanya di lauhul mahfudzku maka perkenankan kelak kupersunting ia sebagai isteriku, namun jika tidak ikhlaskan hatiku karena pilihanmu jauh lebih baik untukku." Alta merapatkan kedua tangan dan mengusapnya lembut di wajah, ia merasa tenang setelah menceritakan semuanya pada Tuhan.

Malam itu setelah menyelesaikan sesi curhat dan pertemuan romantisnya dengan Tuhan. Alta  melanjutkan tadarrus Al-Qur'an dengan tenang dalam mesjid Al-Kautsar di batalyon, ia menargetkan akan menamatkan 3 juz saat itu sampai adzan subuh berkumandang.

Bulanpun memutuskan untuk tadarrus Al-Qur'an, sampai tiba waktu subuh.

Malam itu menjadi malam yang menjadi saksi keduanya, Tuhan tidak mempertemukan mereka secara langsung namun do'a mereka yang bertemu di langitnya.

***

» Update : Tiap Malam Minggu
» Follow akun ig : @patimkp_29
» Follow akun WP: Patim_KP

Vote yh! Makasih

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang