Part 7 - Future Wife

726 36 0
                                    

"Jika ada seorang pria mencintai perempuannya melalui pacaran, maka denganku tidak. Karena kita akan jadi satu atas nama Allah sebagai kekasih halal. Nafasya Bulan Arsyana."

– Altalune Galen Hasyim

***

"Komandan, lagi lihat ulat di atas daun?" Gibran dan Rey muncul. Kehadiran keduanya bagai kilat yang menyambar.

Tidak mendapat respon dari sang Komandan keduanya mengikuti arah pandang Altalune, tatapan laki-laki itu terfokus pada tiga gadis yang santai duduk di dekat tenda hitam di padang rumput.

"Liat cewe, Ndan?" tanya Rey menutup mulut.

"Demi apa? Komandan kita udah naksir sama cewe?"

Altalune tak memperdulikan dua nyamuk didekatnya ia tak mengindahkan pandangan pada gadis yang berhasil mencuri perhatiannya.

'Jika semua pria mencintai perempuannya melalui pacaran, maka denganku tidak. Karena kita akan jadi satu atas nama Allah sebagai kekasih halal. Nafasya Bulan Arsyana.' Sebuah bulan sabit terbentuk dibalik senyum Altalune.

"Wih, wih! Senyum. Serius tampar gue Rey mimpi apa semalam yah, ada yang beda sama Komandan hari ini."

Pak!

"Ah! Sakit bego."

"Lah lo yang suruh tampar," ucap Rey membela diri.

Gibran kembali melihat bergantian apa yang dilihat Altalune dan pria itu. "Cie liat cewe yah, Ndan?" goda Gibran.

"Lihat calon istri."

"Hah?!" kaget Rey dan Gibran.

Allahuakbar, Allahuakbar

Adzan magrib berkumandang, langit sudah mulai memperlihatkan rona oranyenya.

"Tuh dah adzan, panggil anak-anak lain sholat bareng."

"Siap, Ndan!" Seru keduanya.

Altalune berjalan mendahului kedua anggotanya, sementara Rey dan Gibran kembali melihat arah yang tadi dipandang sang komandan dan sudah tidak ada orang hanya terlihat tenda hitam saja yang berdiri kokoh.

"Hm sangat mencurigakan, ada pernyataan yang perlu diperjelas sama Komandan kita." Selidik Gibran dan diangguki Rey.

***

Seluruh warga Desa Luruh yang beragama Islam, bersama tim relawan, satuan TNI, SATPOL, dan tim medis, melaksanakan sholat magrib berjamaah dengan Komandan Altalune sebagai imam.

Setelah sholat, orang-orang bercerita tentang indahnya suara imam tadi. Lantunan surahnya begitu menghayati sehingga mereka terfokus dan meresapi setiap ayat yang dibacakan, seolah hati mereka ikut dibelai oleh setiap kata.

"Enak banget tadi, Lan, suara imamnya," ucap Rima sambil memakai sendal di bawah undakan masjid.

"Iya, sama. Merinding dengarnya, bulu kuduk aku naik loh, tuh." Rara memperlihatkan lengannya, dan benar bulu-bulu di lengannya masih berdiri, betapa ia benar-benar dibuat takjub dengan pemilik suara tadi.

"Bismillah, calon imam nanti suaranya gitu." Bulan tertawa, berharap dalam hati.

"Ha ha, sholawatin aja dulu." Rara terkekeh.

Ketiganya berjalan berdampingan. Angin malam ini terasa dingin dan sejuk, suasana desa dan perkotaan memang berbeda. Di Desa Luruh, banyak pepohonan tumbuh di bukit, menciptakan suasana alam yang indah dengan suara burung yang bernyanyi.

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang