Part 11 - Tak Ingin Sendiri

573 28 0
                                    


Tepat pukul sebelas malam, Bulan akhirnya tiba di kos di mana truk rombongan relawan berhenti. Seorang senior yang kebetulan memarkir motornya di dekat situ mengantar Bulan pulang. Dana penanggulangan bencana di Desa Luruh diserahkan kepada Kepala Desa untuk digunakan dalam menunjang kebutuhan warga setempat.

"Akhirnya," ucap Bulan setelah membersihkan wajah dan mengganti pakaian. Ia merasakan kenyamanan bisa tidur terlentang di atas kasur empuknya.

Tiga hari tidur di atas lapisan datar tenda membuat punggung Bulan terasa nyeri, namun terukir senyum di balik wajahnya. Ia tidak menyesali pengalaman itu karena banyak pelajaran yang didapatnya selama menjadi relawan.

Gadis itu mengubah posisi tidur dari telentang menjadi menyamping sambil memeluk bantal guling. Terselip di pikirannya wajah pria yang datang ke tenda memberinya jaket dan minyak kayu putih, "Dia kenapa ya?"

"Tiba-tiba baik, kalau sama orang lebih tua sikapnya aneh. Cowok itu ada kelainan ya?"

"Tapi kalau dipikir-pikir mukanya kayak anak baik-baik kok."

Bulan menggeleng, "Astaga! Mikir apaan sih. Dah tidur, nggak mau urus-urusan orang, nggak peduli bo-doh a-mat! Tidur."

***

Kepulangan para relawan dari Desa Luruh kemarin membuat satuan TNI dan Satpol ikut menyusul mereka, sebab tugas dan tanggung jawab sudah selesai.

Pagi ini, setelah melaksanakan sholat dhuha berjama'ah, Gibran dan Rey harus sibuk membuat pisang goreng sambal hijau. Semua itu atas perintah sang Komandan, yang mengatakan akan ada tamu spesial datang untuk keduanya, meskipun detailnya masih menjadi tanda tanya.

"Tumben Komandan baik hati, sampai datangkan tamu spesial lagi," ucap Gibran sambil mengolek sambal di atas ulekan.

"Main tebak-tebakkan, siapa yang datang," balas Rey sambil menggoreng pisang yang sudah dibaluti adonan terigu.

"Gue yakin banget, Komandan lagi nyariin kita jodoh. Gue tebak cewe cantik," kata Gibran sambil menyisir rambutnya ke sisi kiri dengan gaya yang keren.

"Aamiinin dah."

"Aamiin!"

Berselang dua puluh lima menit di dalam dapur, Chef Gibran dan Rey akhirnya selesai dengan aktivitas memasak. Kini mereka siap menemui sang Komandan tercinta, penasaran dengan siapa tamu spesial yang didatangkan olehnya.

"Gue udah ganteng nggak, Rey?" tanya Gibran sambil memperbaiki rambut di depan cermin sebelum keluar.

"Udah cakep!" Rey memberi satu jempol, sambil menyemprot parfum ke beberapa titik di tubuhnya.

"Gue minjem parfum juga dong."

"Jangan banyak-banyak itu parfum isi ulang, mahal harganya," peringat Rey.

"Iya, iya."

Dengan kepercayaan diri penuh Gibran dan Rey berjalan ke luar membawa hasil masak - memasak mereka.

Saat berada di luar, terlihat Komandan dari jauh duduk dengan tenang di atas gazebo memandu para junior lari pagi.

Gibran dan Rey berjalan dengan tubuh tegap dan kepercayaan diri penuh menuju gazebo tempat Altalune duduk. Semakin dekat mereka, akhirnya sampai juga di depan Komandan.

"Pagi, Komandan," sapa keduanya spontan dengan ramah. Senyum keceriaan pagi itu terpancar dari wajah mereka, seperti pelangi yang muncul tanpa diiringi hujan lebih dulu.

Melihat kedua anggotanya begitu bersemangat, Altalune menahan tawa ringan. "Kalian berdua duduk."

Gibran dan Rey meletakkan sepiring pisang goreng dan sepiring sambal ulekan di atas gazebo, lalu duduk.

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang