Part 20 - Quality Time

400 21 2
                                    

"Ehm, Bang Gibran."

Mendengar seseorang tengah memanggil namanya, Gibran berbalik.

"Si kembang beracun dateng lagi." Gibran berdecak, ia berbalik ke depan membelakangi Sumina yang memanggilnya.

Ia menghela, "Nasib-nasib jadi cowo tampan sejagat raya."

"Ih Abang Gibran kok bilang gitu, aku udah dandan cantik loh ini, udah putih-putih masa di bilang kembang beracun." Bela Sumina tak terima, ia sudah bereffort satu jam dandan sedemikian rupa agar menarik di mata Gibran.

Olesan foundation ditaburi loose powder tebal, ditambah lipstik merah darah tercetak merona di bibir Sumina, belum lagi alis lurus terukir indah di atas kelopak matanya.

"Yaelah dandan cantik, liat tuh alis lo kayak ekor cicak," ejek Gibran membuat Rey tertawa lepas.

"Ih jahat banget sih." Sumina memanyungkan bibir, menghentakkan satu kaki ke tanah.

"Ih uh eh ih, jangan kasih gue tatapan kayak gitu, muntah nih gue muntah."

"Sadis amat sih lo Gib, kasihan anak orang," tuding Rey disertai tawa, ia mengelap air mata di sudut matanya.

"Lebih kasihan hidup gue."

Sedang Sumiati kini berdiri di depan Rey, menautkan dua jari manisnya di depan perut. "Mau aku bantu nggak, Bang."

"Nggak usah, mending balik lo ke belakang jalan terus sampai pulang," usir Gibran mengambil alih respon dari Rey.

"Ehm, Bang Rey biar aku bantu angkat air yah."

"Iya sekalian sumurnya lo bawa ke sini," cerocos Gibran, membuat Rey hanya tertawa entahlah setiap kali ada Sumina dan Sumiati Gibran yang menjadi orang pertama paling sensi, pria itu yang selalu merespon dan kadang Rey cuman tinggal tertawa.

"Kenapa sih Bang marah-marah mulu, kita kan ke sini mau bantu, bukan ngelakuin aneh-aneh kok." Sumiati memainkan dua jari manisnya.

"Lagipula saya tanyanya sama Bang Rey, bukan sama Abang."

"Hilih si Rey juga nggak mau dibantu, lama-lama lo berdua bikin gue cepet tua, sana pulang gangguin aja hidup orang."

Sumina dan Sumiati adalah gadis muda yang masih duduk di bangku SMA, walau wajah dan nama hampir mirip mereka bukan saudara kembar melainkan tetangga.

Yah Sumina dan Sumiati sebenarnya dicap sebagai gadis centil pada cowo tampan, tapi teruntuk Abang Rey dan Gibran berbeda.

"Ngapain masih disitu pulang, syuh, syuh pulang." Usir Gibran.

"Nggak baik usir orang kayak hewan." Suara berat itu menghentikan aktivitas yang dilakukan Gibran dan Rey.

"Eh, he he. Komandan," kekeh Gibran.

"Assalamu'alaikum, Bang Alta. Aku sama Sumiati datang lagi nih," ucap Sumina.

"Wa'alaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh," balas Altalune.

"Kebetulan, Gibran sama Rey rindu sama kalian."

"Apa?!" Seru Gibran dan Rey bersamaan, keduanya saling adu pandang sedetik menatap Altalune.

Gibran menggeleng, ia mengetok kepala lalu mengetok batu di dekatnya, "Ih, amit-amit, deh."

"Gibran itu pemalu sama sensian, nggak usah ambil hati," ucap Altalune lagi, membuat Rey menutup mulut menahan tawa.

"Ndan kok ngomong gitu sih." Gibran bergidik, takut Sumina baper dengan perkataan Altalune barusan.

"Aku juga rindu kok sama Bang Gibran." Sumina melipat bibir.

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang