Part 9 - Hang In There

553 29 5
                                    

Usai melaksanakan sholat dhuha berjamaah bagi para satuan TNI, satuan SATPOL, dan petugas lain, yang dipimpin secara ikhlas oleh Altalune, akhirnya selesai dengan 6 rakaat. Selepas dzikir bersama, Altalune menguji hafalan beberapa anggotanya yang sempat terlupakan di batalyon. Pagi ini, beberapa bangunan yang roboh akibat longsor sudah ditangani sejak tadi, dipimpin oleh Serda Gibran dan Rey.

Sehingga Altalune memanfaatkan kesempatan isterahat sekarang untuk setor hafalan, selepas menguji TNI lain, kini giliran Gibran dan Rey, dan setelah diuji Rey berhasil lolos, namun tidak dengan Gibran yang berakhir mendapat hukuman karena masih suka terputar-putar dengan hafalannya.

Pria itu kini memijat punggung Altalune sebagai sanksi, di mana pria itu akan berhenti jika ia benar-benar mengingat betul hafalannya.

"Ndan, nggak bisa besok lusa aja apa? Saya perlu satu hari full untuk memperbaiki hafalan." Tawar Gibran memijat punggung Altalune yang kini tidur tengkurap.

"Kemarin saya kasih dua hari, sekarang minta nambah lagi," ucap Altalune memejamkan mata.

"Kan kemarin itu lagi banyak kegiatan Ndan, apalagi persiapan seminar jadi nggak ada waktu, belum lagi persiapan peralatan dan lainnya untuk ke Desa ini." Perjelas Gibran panjang lebar membela diri.

"Rey juga gitu, tapi bacaannya masih bagus tuh."

"Otak saya sama Rey beda, Ndan. Saya harus fokus penuh biar bisa hafal dengan baik," ujar Gibran, tak mau kalah.

Altalune berdehem sedikit, menikmati setiap sentuhan pijakan yang menyentuh punggungnya. "Dalam belajar Al-Qur'an, lebih baik kamu tidak hanya menghafal karena itu bisa cepat dilupakan. Lebih baik pahami setiap bacaannya, dan lebih bermakna lagi kalau kamu pahami artinya, Gib."

"Masha Allah, Komandan saya tipikal pria idaman ya, penghafal 30 juz, sudah sholeh, tampan, mapan, nggak heran banyak yang naksir," Gibran terkekeh seraya berdecak.

"PAK TENTARA! TEMAN SAYA BULAN TENGGELAM DI SUNGAI!"

Deg!

Altalune langsung bangkit dari tidur tengkurapnya menjadi posisi duduk. Ia melihat Rey sedang berbincang dengan seorang gadis dari balik jendela mesjid. Gibran ikut kaget, mendengar teriakan itu ia ikut melirik percakapan keduanya.

"Tenggelam di mana, Dek?" tanya Rey khawatir.

"Di sungai belakang rumah warga, Pak! Cepat, kasihan teman saya, tolong selamatkan!" teriak gadis itu sangat khawatir, dan ternyata itu Rara.

Tanpa banyak pikir, Altalune bangkit dari duduknya langsung mengambil kaos putih di atas lantai mesjid dan memakainya sambil berlari. Gibran yang melihat itu dilanda kebingungan dan cukup terkejut dengan kelakuan sang Komandan.

Saat di sungai, sudah banyak petugas yang berkumpul termasuk warga Desa Luruh.

"Di mana terakhir kali kamu melihat dia sebelum tenggelam?" tanya Altalune pada Rima.

"Di situ, Pak. Di batu-batu itu dia berdiri, nggak lama setelah itu kakinya kepeleset dan terseret ke sebelah sana," tunjuk Rima sambil menjelaskan, wajahnya dilanda kekhawatiran, berharap temannya itu baik-baik saja.

"Tolong, Pak," gadis itu menyatukan kedua tangan depan dada, sangat berharap pria di depannya bisa menyelamatkan Bulan.

"Kamu tidak perlu khawatir."

Gibran dan Rey baru saja tiba bersama Rara. Altalune yang melihat kedua anggotanya itu berteriak agar warga dan petugas lain diamankan dan jauhkan jarak mereka dari sungai ini, agar tidak ada korban lagi.

Altalune melempar satu batu ke dalam sungai untuk memperkirakan kedalamannya, dan ia merasa sungai itu mungkin hanya sampai lehernya.

"Gibran arahkan beberapa aparat TNI pada setiap titik sungai untuk mencari keberadaan gadis itu, cepat! pintah Altalune.

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang