Part 41 - Pamit Pulang Kampung

315 19 0
                                    

Dalam ruangan gelap yang di soroti lampu remang dari langit-langit ruangan dan setelisik cahaya yang masuk ke dalam ventilasi, duduk seorang pria di depan ranjangnya dengan kepala yang ditidurkan ke atas kasur.

Bau alkohol, asap rokok dan beberapa pecahan kaca botol maupun puntung rokok bertebaran dalam ruangan, tak hanya itu ruangan tersebut terasa pengap dan panas bagi siapapun yang berada di dalam, tetapi tidak dengan pria berjeans sobek di kedua lututnya itu, sebab ruangan itu ialah kamarnya.

Tatapan kosong dari kedua matanya menatap ke atas langit, ia menghela berat entah apa yang membuatnya berniat untuk menjalani hidup kembali jika biasanya ia selalu berencana untuk mati saja, ke banding hidup bagai hewan peliharaan Tuan yang tak berperasaan.

Tok.

Tok.

"Tenggara! Buka pintunya!"

Tenggara bangkit dari duduknya, ia tahu itu pasti  suara papanya tidak ada seorang pun yang tinggal di rumah besar ini selain ia dan papanya.

Klek.

Pak!

Satu tamparan kembali mengenai pipi kanan Tenggara.

"Anak tidak tahu di untung! Bukannya membuat Leora senang di hari ulang tahunnya, kamu malah menyakitinya."

"Apa maumu Tenggara hah?! Papa sudah katakan perlakukan dia dengan baik, apapun yang dia mau turuti, tapi kamu!"

Bugh!

Satu pukulan kembali mengenai perut Tenggara.

"Katakan, kenapa kamu senang sekali jadi anak pembangkang, hah!"

Pak!

Tamparan di pipi kiri terdengar keras membuat Tenggara menahan luapan emosi dalam dadanya.

Matanya memerah menahan tangis, ia tidak peduli jika orang lain memperlakukannya seperti ini, karena pasti Tenggara sudah melawannya, tapi jika orangtuanya yang turun tangan hatinya lemah dan layu untuk melakukan perlawanan, sejak kecil Harditama tidak pernah melihat kebahagiannya ataupun menuruti keinginannya.

Harditama mengacak rambut kasar. "Jangan sampai gara-gara sikap konyolmu itu membuat Mazaya memutuskan hubungan kerja sama dengan perusahaan Papa!"

"Asal kamu tahu dia itu Investor tertinggi di antara investor lain, jadi jangan main - main Tenggara." Suara Harditama tidak meninggi lagi melainkan rendah dan terdengar tajam.

Harditama mendekatkan wajahnya ke arah Tenggara membuat satu tangannya menarik leher putranya. "Ingat ini baik-baik Papa tekankan, sekali lagi kamu menyakiti hati Leora dan membangkang dengan perintah Papa lihat saja apa yang terjadi." Harditama melepas leher Tenggara.

"Bersiaplah, sebentar lagi kamu akan menikah dengan Leora."

Harditama meninggalkan Tenggara dengan sorot datar, dan Tenggara hanya terdiam tanpa berucap sepatah katapun selain dua kepalan tangan kuat, seorang ayah kandung, manusia yang merupakan tiang dari suatu keluarga tidak pantas disebut Papa.

Hingga ia menendang pintu kembali dan terdengar suara geprakan kuat.

Tenggara mengusap wajah dan mengacak rambut kasar.

"Aaaargh!"

***

Bulan menutup Al - Qur'annya dan mencium punggungnya, selepas sholat magrib jika tidak sedang sibuk atau tugas numpuk dari kampus, Bulan akan menyempatkan waktu tadarrus sebentar, ataupun jika tidak selepas sholat magrib, Bulan biasanya murottal Al-Qur'an selepas sholat subuh.

AltaluneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang