1. (Jika) roda takdir mulai berputar

1.1K 110 2
                                    

"Ibu ... aku gak bisa hidup tanpa ibu. Aku beneran sayang Ibu tapi Ibu tetep pergi. Ibu...,"

Anak lelaki berbalut piyama sutra tipis itu mengarahkan tali yang sudah dia siapkan, membiarkan mengalung di lehernya sebelum menendang kursi agar terjatuh dan dirinya berakhir tergantung.

Sendirian.

Di tengah gelapnya kamar yang dingin.

"Hah!"

Gadis itu tersentak bersamaan dengan netranya yang terbuka paksa. Badannya dengan segera dia tegakan, menumpu dengan siku pada meja kelas dengan tangan yang mengurut keningnya.

Napasnya memburu dengan keringat dingin membasahi pelipis, wajahnya pias dengan bibir pucat. Tangannya bergerak, menutup netra dengan telapak tangan sambil berdecak pelan. Kilasan kematian yang membuat hidupnya menderita.

Apa yang menyenangkan dari melihat kematian seseorang?

Dia merasa tertekan dan sesak di saat bersamaan ketika melihat akhir dari hidup orang-orang.

Dia tidak menginginkan kekuatan ini. Kekuatan ini hanya membawa penderitaan yang harus ditelan sepanjang waktu. Bahkan akan terus seperti itu di sepanjang hidupnya.

Dia hanya ingin normal seperti orang lain, kenapa itu sulit sekali untuk dirinya?

Grace, gadis berambut pendek sebahu yang duduk tepat di depannya jadi menghembuskan napas kasar. Dirinya mengatahui dengan jelas bahwa teman dekatnya tengah kalut dan terbayang sesuatu yang menyeramkan lagi setelah melihat darah.

Dia trauma melihat darah, hanya itu yang Grace tahu.

Lebih tepatnya tidak diberitahu tentang kekuatan yang sebenarnya.

Ini bukan pertama kalinya, temannya yang periang dan sering tersenyum selalu mendadak muram dan sedih tatkala selesai melihat darah. Itu yang sering terjadi dari SMP, kebetulan mereka sudah bersama selama itu.

Grace jadi membasahi bibirnya, memutar otak untuk mencari topik pembicaraan yang dapat mengalihkan perhatian temannya. Netra Grace jadi melirik ke samping kanan, tepat pada jendela kelasnya yang berada di lantai dua yang mengarah langsung ke lapangan.

Sontak Grace melotot dengan wajah berseri, dia mengubah posisi duduk menghadap belakang sepenuhnya.

"Alura!" Panggil Grace membuat gadis yang tengah menutup kedua netranya menggunakan telapak tangan itu mengerjap.

Menurunkan tangannya, Alura menatap Grace bertanya.

"Lo tahu geng motor Cruz dari sekolah kita, kan? Tahu, lah! Pasti tahu, dong! Yakali satu sekolah udah tiga tahun pula, gatahu. Lihat! Itu mereka, anjir!" Pekik Grace heboh, mengetuk jendela di sebelahnya dengan jari.

Alura menoleh, menatap kelima lelaki yang berada di lapangan yang terhalang oleh jendela kelasnya.

"Mereka itu inti anggota Cruz yang baru. Jadi Cruz itu selalu dipimpin sama kelas dua belas, setelah kakak kelas tahun kemarin lengser, mereka yang naik tahun sekarang. Lo harus tahu betapa terberkahinya kehidupan sekolah kita yang muram karena bisa cuci mata ngeliat cogan-cogan setiap harinya!" Ujar Grace membuka lebar kedua telapak tangannya ke atas, meresapi perkataannya.

"Nih! Gue kenalin sama lo satu-satu! Yang itu, tuh! Yang pake topi...," ujar Grace menunjuk pada pria yang duduk di samping lapangan, tengah mengangkat topi sekolah yang dipakai untuk menyugar rambutnya yang bergaya Buzz cut atau biasa dipakai aktor-idol korea untuk wamil.

"Namanya Jonash, orangnya asik, baik, ramah, gak sombong tapi gue gak tahu dia rajin menabung apa kagak. Dia kembaran buaya ciliwung alias tukang modus. Hobinya ngegombal receh tapi seratus persen dijamin bikin baper seluar angkasa-angkasa." Ujar Grace membuat Alura mengernyit mendengarnya.

Jika Kamu Mati BesokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang