Alura tertegun dengan wajah memerah tatkala ingatan saat wajah Van mendekat kemarin kembali terukir jelas di benaknya.
Alura jadi tersadar sesuatu, firasatnya benar bahwa Van marah gara-gara itu.
“Bukan gitu, Van. Gue bukannya mundur waktu lo mau lakuin itu...,” Tutur Alura gelagapan dengan wajah memerah, dia tidak tahu kenapa malu sekali mengatakan kata ‘ciuman’.
“Gue cuman kaget. Itu refleks, bukan berarti gue gak ma—,”
“Itu artinya lo gak mau.” Potong Van tegas membuat Alura menggigit bibirnya.
Alura bodoh!
Tentu saja Van akan tersinggung dan sakit hati!
Jika Alura di posisi Van saat itu, dan Van mundur ketika Alura akan menciumnya, tentu saja Alura akan marah.
Alura mendesah kasar sebelum merutuki diri sendiri. Tapi sungguh, itu bukan karena Alura tidak mau, dia hanya terkejut saja.
“Van, sumpah gue cuman kaget kemarin. Apalagi ada temen lo, itu juga posisinya di halaman rumah orang lain, jadi gue refleks.” Ujar Alura dengan intonasi lembut seperti biasa namun Van hanya menatapnya datar sebelum berbalik pergi.
“Van.” Panggil Alura merengek sambil menahan lengannya.
Van melepaskan lengan Alura yang menggenggamnya dengan lengan yang lain sebelum menunduk, mensejajarkan wajah mereka.
“Lo mau bolos? Masuk kelas sana.” Titah Van sebelum berbalik pergi.
“Ck, gamau! Lo masih marah!” tukas Alura namun Van enggan menoleh lagi.
“Van!”
“Van, ih!”
“Van, gue—, aw sakit!”
Langkah Van sontak terhenti sebelum menghembuskan napas kasar tanpa berbalik untuk menoleh. Van sudah bisa menebaknya, ini pasti modus operandinya Alura entah yang ke berapa.
“Van gue jatoh! Lo gak noleh sama sekali?”
Van menggeleng pelan sebelum kembali beranjak, dia tidak akan tertipu kali ini. Terdengar Alura berdecak terang-terangan saat Van tidak memperdulikannya sama sekali.
“Kalau lo gak mau nolongin, gue minta tolong cowok lain gendong gue ke uks!” Ancam Alura dan berhasil.
Van sontak membalikan badan dengan wajah mengeras sebelum mendekat pada Alura, berjongkok di depannya.
“Jangan macem-macem.” Peringat Van tajam, sifat posesifnya keluar tanpa dia sadari.
“Makannya, jangan marah! Dengerin dulu!” Omel Alura berdecak pelan, terduduk di tanah berumput dengan kaki terlipat.
Alura tersentak kecil tatkala jari Van yang kasar menyentuh kakinya, meluruskannya ke depan sebelum mengusap debu-debu dan daun yang menempel pada kulitnya membuat Alura tertegun.
Padahal Van tengah marah, kenapa dia masih bersikap semanis ini?
“Van, gue kangen.” Rengek Alura manja.
“Gue nggak tuh.” Sahut Van cuek membuat Alura sontak berdecih.
“Jangan marah dulu, kaki gue sakit.”
“Gue tahu lo gak jatoh! Bangun sendiri, gak?” Titah Van menarik lengan Alura, tidak kasar tapi pelan membuat empunya berdecak.
“Van, ada yang lebih penting dari ini. Nenek Lina gak suka sama hubungan kita.” Tutur Alura masih di posisinya membuat Van tersentak kecil.
“Gue tahu.” Gumam Van akhirnya, terlihat dari sikap Nenek Lina saat Van menunggu Alura ketika pingsan saat itu.
“Lo takut?” tanya Van menaikan alis, masih memegang lengan Alura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Kamu Mati Besok
Novela JuvenilBagaimana jika kalian harus meminum jus katak? Atau mendengar suara tangisan semut semalaman? Atau keliling dunia untuk mencari permen rasa kebahagiaan dan kesedihan? Terdengar mustahil bukan? Namun semustahil apapun, Van dan Alura akan melakukannya...