65. (Maka) akan terlihat sebuah keajaiban

206 33 13
                                    

“Putra sialan.” Umpat Van menggertakan giginya.

Dia tidak habis pikir dengan bocah yang pernah menggores body motornya dengan besi itu, Putra datang, memberinya penjelasan tidak masuk akal tentang Neneknya dan sebagainya, lalu menunjukan dunia fantasinya, memberikan sun catcher lalu menyuruh Van mencari tahu sendiri pada akhirnya.

Van benar-benar pusing.

Dia harus bagaimana.

Tubuhnya bersandar pada samping motornya, menatap sun catcher di tangannya sebelum dia lempar ke atas jok motor.

Tangannya merogoh sebatang rokok dari saku, membakar ujungnya sebelum menghisap dan mengepulkan asapnya ke udara. Netranya mengerjap, menatap langit yang sepersekian detik lalu baru menurunkan hujan permen kapas sebelum beralih menyambar ponsel, menghubungi seseorang.

“Kenapa?”

Van jadi menipiskan bibir, meendekatkan ponsel ke telinga sebelum menyesap rokoknya lagi.

“Gue—, ehm ... ck!” Van jadi mengumpat sebelum melempar rokoknya emosi sambil mengacak rambutnya, dia bingung harus menjelaskan bagaimana.

Seseorang di sebrang telepon itu tidak bersuara namun tidak mematikan pula, dia hanya diam, menunggu Van siap membicarakan apapun.

“Gue ... gue bingung.” Ujar Van akhirnya. “Gue ada masalah sama Alura dan bocah sialan itu bilang gue gak bisa pake cara biasa buat ngadepin Alura. Entah kenapa, gue ngerasa harus datengin Neneknya bocah itu karena dia tahu sesuatu apalagi sampai...,” ucapan Van terhenti sebelum menatap sun catchernya.

Van menarik napas pelan, “gue harus temuin Neneknya tapi gue gak tahu tempatnya, rupanya, bahkan gue gak tahu itu lansia masih napas apa nggak.”

“Bocah yang lo sebut tadi, ngasih petunjuk sama lo selain ngasih sun catcher?”

Van mengerjap, “dia cuman bilang syarat apalah, sinting.”

“Gue bukan Jonash yang pro masalah cewek sama percintaan padahal jomblo. Tapi menurut gue, kalau lo mau selesain masalah sama Alura, lo harus ngerti dulu Aluranya luar dalem, lo harus masuk dulu ke dunianya.”

Van tertegun sebelum meneguk ludah, “gue gak bisa masuk ke dunianya, Ren.” Gumam Van sebelum menipiskan bibir, “susah.”

“Artinya masalah lo gak akan selesai.”

Van bergeming. “Gue mau tapi entah kenapa akal gue gak nyampe rasanya.”

“Mungkin lo belum menuhin syaratnya.” Tukas Ren di sebrangnya membuat Van tertegun.

“Mau ngobrol sama Jonash? Gue kurang ngerti pertengkaran pasangan.”

Van mengulum senyum, menggeleng pelan. “Jawaban dari lo cukup.”

“lo udah makan?”

Van jadi memakai jaketnya,  menyambar sun catcher sebelum menaiki motor.

“Gampanglah.” Jawab Van sekenanya membuat Ren menghembuskan napas kasar.

“Hey, bego! Lo kaya tujuh turunan beli makanan aja gak mampu! Jangan malu-maluin gue lo! Awas aja kalau tumbang, sat!”

Van berdecih mendengar omelan Yasa sebelum mengulum senyum, sangat samar.

“Pak ketua, gue nitip ayam bakar ya, Jonash nitip kerak telor katanya.” Itu suara Ian.

“Beli sendiri nyet.” Balas Van.

“Van.”
Van berdehem mendengar suara Ren kembali, pasti sulit mengambil ponselnya kembali setelah dibajak oleh anak yang lain apalagi Ian.

Jika Kamu Mati BesokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang