38. Jika Alura diculik

376 68 30
                                    

Alura memeriksa ponsel, siapa tahu ada telepon dari Neneknya dan benar saja ada. Langkah kakinya menggema di koridor sepi dengan seragam yang sudah dibalut jaket biru dengan senja di langit membuat tubuhnya hanya siluet.

"Halo?" Ujar Alura mendekatkan ponsel pada telinga.

"Kamu dimana?"

"Masih di sekolah, baru selesai kerja kelompoknya. Ini mau pulang."

"Nenek lagi di rumah Paman, udah berangkat dari siang dan pulangnya besok. Kamu gapapa di rumah sendiri? Kalau takut, pulang ke rumah Ibu aja." Ujar Nenek Lani dari seberang telpon.

"Gapapa, gak bakal takut. Cuman sehari ini kan?" Tanya Alura mengedikan bahunya.

"Iya, baguslah. Pulang ke rumahnya hati-hati karena ini udah masuk senja. Banyak bahaya yang mulai keluar di waktu sebelum malam. Kamu mending naik taksi jangan gojek, atau minta jemput Kang Dani, kalau ada yang nyuruh ikut-ikut jangan mau!"

Alura sontak tersenyum geli, padahal dia sudah besar, tapi nasihat seperti ini tidak pernah ditinggalkan Neneknya sampai sekarang.

"Iya." Jawab Alura.

"Jangan pulang kemaleman. Alura kamu itu punya kekuatan yang orang lain gak punya." Ujar Neneknya membuat langkah Alura terhenti.

"Orang yang gak normal seperti orang biasa, jalan hidupnya lebih banyak penderitaan. Lebih banyak bahaya. Nenek ingin bisa melindungi kamu tapi Nenek sudah tua, padahal seharusnya kamu nurut waktu Ayah kamu bilang—,"

"Ah, males. Buat apa dijaga bodyguard? Kayak anak konglomerat aja." Potong Alura membuat Nenek Lina menghela napas di sebrang sana.

Ucapan Nenek Lina sebelum menutup telepon sontak membuat Alura tertegun sampai menghentikan langkahnya.

"Karena jelas dunia luar itu bahaya buat kamu yang bisa lihat kematian. Keluarga kamu tidak selalu bisa melindungi kamu. Seharusnya orang pemilik tulang rusuk kanan kamu adalah orang yang paling bisa kamu andalkan untuk melindungi kamu tapi nyatanya orang yang Tuhan takdirkan punya ikatan benang merah dengan kamu adalah orang yang berpotensi menyakiti kamu lebih dalam dari siapapun. Ingat itu Alura."

Alura termenung sebelum meneguk ludah, lengannya yang memegang ponsel meluruh lemas dengan pandangan kosong ke depan. Jantungnya berdetak cepat tanpa diminta. Dalam artian buruk.

Alura mengernyit ketika dadanya berdenyut dengan keringat dingin dan tubuhnya merinding sebelum tubuhnya luruh ke lantai, berjongkok dan memegang dadanya yang tiba-tiba sakit.

Kenapa ya? Padahal biasa tidak begini.

Alura meneguk ludah sebelum mencoba menarik napas pelan. Melihat jari jemarinya sendiri yang bergetar dengan netra yang memburam dan goyang.

"Lo gapapa?"

Sepatu hitam terlihat di depannya sebelum Alura mendongkak dan mendapati  lelaki berkarang di dagunya berjongkok di depannya.

"Wajah lo pucet anjir. Ngapain elo jongkok sendirian di koridor sepi? Lo sakit?" Tanyanya membuat Alura menggeleng pelan.

"Nih, butuh minum gak?" Tawarnya membuat Alura mengambil dan meneguk botol air mineral itu.

Alura jadi menghembuskan napas kasar sebelum menutup kembali botolnya.

"Makasih ya, gue cuman ... takut kayaknya barusan." Gumam Alura membuat lelaki itu membantunya berdiri.

"Takut kenapa?"

Lelaki dengan seragam tidak dikancing dan dalaman kaos hitam itu jadi menoleh ke sekitar dengan bulu kuduk meremang.

Jika Kamu Mati BesokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang