Alura memperbaiki tali tasnya sebelum menutup pintu besi dan berlari sambil memesan gojek.
Aneh sekali.
Tidak biasanya Alura telat berangkat sekolah.
Kepalanya mulai pening memikirkan bahwa waktu semakin pendek namun dia masih berada di kawasan kampungnya.
Langkah Alura sontak terhenti saat sepatu conversenya menginjak genangan air.
Alis Alura terangkat sambil mengernyit ketika itu bukan genangan, tapi aliran. Alura sontak mendongkak sebelum netranya membelalak di balik kacamatanya tatkala air deras menyapu jalanan kampungnya bagai ombak, meluluhlantakan bangunan-bangunan lemah dan anak kecil sampai menggenang setinggi lutut Alura.
"Banjir? Tiba-tiba?" Tanya Alura sambil melirik ke arah sekitar dimana orang-orang berlarian panik sambil menjerit, mencoba menyelamatkan harta dan nyawa.
Alura jadi termenung dengan pikiran rumit sebelum mengerjap tatkala menangkap aliran air deras tidak jauh dari dirinya berdiri.
Air deras ini agak lain.
Dia tidak mengalir deras secara horizontal.
Tapi air ini mengalir deras secara vertikal.
Dari langit.
Alura terhenyak dengan napas tertahan tatkala langit biru di atas kepalanya retak mengakar sebelum kepingan-kepingan langit itu jatuh dan menghantam tanah dengan keras sampai membuat lubang dalam.
Tidak sampai di sana, lubang yang berasal dari langit runtuh itu mengeluarkan aliran air deras dan dahsyat, membuat hujan tanpa rintik-rintik.
Menyapu bumi di bawahnya bagai tragedi.
Rasanya seperti Alura terjebak dalam akuarium kosong yang tengah diisi oleh air.
Alura membelalak dengan jantung berdebar tatkala air sudah setinggi betisnya. Aliran air dari lubang-lubang di langit itu sedang mengisi bumi untuk menenggelamkannya. Kening Alura mengernyit dengan keringat dingin sebelum membelalak teringat sesuatu.
Neneknya sendirian di rumah.
Alura jadi membalikan badan dengan susah payah sebelum tubuhnya mematung dengan napas tertahan tatkala mendapati Van berdiri beberapa meter di depannya.
Menatap Alura rumit.
"Van," gumam Alura dengan napas memburu sebelum mengernyit dengan ringisan keluar dari bibir bersamaan dengan setetes darah jatuh ke air di bawahnya.
Alura menatap rumit pada goresan melingkar berdarah yang tiba-tiba muncul di jari kelingkingnya sendiri sebelum mendongkak pada Van yang mengepalkan tangan.
Alura mengernyit dengan hati yang serasa di remas tatkala menatap netra Van.
Kenapa?
Kenapa Van menatapnya penuh luka seperti itu?
"Van," gumam Alura serak.
Hanya itu yang dapat keluar dari bibirnya.
Keruntuhan langit itu semakin mengakar membuat banyak air tumpah sebelum langit yang berada tepat di atas Alura retak, hancur dan jatuh menimpa Alura.
Menenggelamkannya
Menjatuhkannya sendirian di gelapnya kedalaman air.
Kacamatanya sudah hanyut terbawa arus.
Alura mengerjap dengan netra memburam, hanya secercah cahaya dalam gelapnya air yang dapat dia lihat sebelum netranya tertutup perlahan.
Tidak ada yang menyelamatkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Kamu Mati Besok
Fiksi RemajaBagaimana jika kalian harus meminum jus katak? Atau mendengar suara tangisan semut semalaman? Atau keliling dunia untuk mencari permen rasa kebahagiaan dan kesedihan? Terdengar mustahil bukan? Namun semustahil apapun, Van dan Alura akan melakukannya...