Van menarik kursi belajar Alura dengan hati-hati tanpa menimbulkan suara, duduk di samping ranjang Alura. Dia meletakan buket mawarnya di nakas sebelum kembali menatap wajah Alura.
Van bergeming menatap Alura lekat sebelum memejam sambil menghembuskan napas lega.
Syukurlah Alura baik-baik saja.
Bahkan wajahnya sudah tidak sepucat sore tadi.
Van mengerjap sebelum menatap jari jemari lentik Alura dengan ragu. Ingin menyentuhnya namun Van takut akan membuat Alura dalam bahaya lagi.
Van meneguk ludah sebelum jarinya terjulur menyentuh punggung tangan Alura. Sudut bibirnya naik samar tatkala Alura baik-baik saja ketika dia bahkan menggenggam tangan Alura sepenuhnya.
Tangan Alura dia bawa ke depan kening dan menempelkannya lama. Sungguh Van sangat berharap Alura bisa kembali baik-baik saja.
Van berharap bahwa Alura bisa membagikan semua pemikiran dan perasaannya pada Van.
Agar Alura tidak ketakutan sendirian karena Van ingin selalu menjaganya.
Van jadi membawa punggung tangan Alura ke depan bibirnya sebelum menciumnya lama. Van menjauhkan lengan Alura sebelum lengan satunya terjulur menyentuh puncak kepala dan pipi Alura tanpa melepaskan genggaman tangannya.
"Dasar cewek halu." Gumam Van sambil menatap Alura lekat.
"Selain cengeng ternyata lo sesuka itu sama gue." Gumam Van sebelum tersenyum sendiri.
Bisa gila dia lama-lama jika terus memikirkan fakta barusan.
Van jadi menjauhkan lengannya sebelum menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul sebelas malam.
Seharusnya setelah melihat wajah Alura dan kondisinya yang baik-baik saja, Van beranjak pulang.
Namun ternyata hatinya berkata lain.
Rasanya Van tidak rela berpisah dengan Alura bahkan saat mereka hanya bertemu tak lama.
*
"Asep? Kamu mau kemana?"
Laki-laki kecil itu jadi menoleh membuat keduanya bertatapan di tengah hangatnya langit senja yang menudungi kepala mereka.
"Pulang. Sekolah udah mau masuk."
"Tapi kan masih ada satu minggu lagi." Tutur gadis cantik itu merenggut, tidak rela teman barunya yang asik meninggalkannya.
Laki-laki bernama Asep itu jadi menatapnya sekilas sebelum menipiskan bibir, berpura-pura berpikir padahal hatinya setuju dengan gadis di depannya.
Kedua anak berusia sebelas tahun itu jadi kembali bertukar pandangan sebelum gadis itu mengerjap dengan netra berbinar tatkala Asep beranjak melangkah ke arahnya.
*
Netranya mengerjap perlahan sebelum terbuka sepenuhnya. Napasnya teratur dengan sedikit senyum samar yang terpatri di bibirnya.
Mimpi yang nyaman sekali.
Masa kecilnya.
Alura jadi membuka netra seluruhnya sebelum menemukan langit-langit kamarnya. Tubuhnya sudah tidak sedingin sebelumnya dan perasaan juga jantungnya sudah tidak terasa sakit lagi.
"Van,"
"Kangen." Gumam Alura ketika wajah kekasihnya terlintas dalam benaknya.
"Gue juga."
Alura terhenyak dengan napas tertahan sampai beranjak duduk dengan netra melotot mendapati Van tengah duduk di samping ranjangnya.
"Van!" Panggil Alura membuka mulutnya terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jika Kamu Mati Besok
Подростковая литератураBagaimana jika kalian harus meminum jus katak? Atau mendengar suara tangisan semut semalaman? Atau keliling dunia untuk mencari permen rasa kebahagiaan dan kesedihan? Terdengar mustahil bukan? Namun semustahil apapun, Van dan Alura akan melakukannya...