Dirinya terus memburu satu persatu anggota Aliansi hingga akhirnya dirinya bertemu dengan Narendra, yang membuat dirinya tiba-tiba teringat dengan pertemuannya dengan dirinya yang lain pada tempo hari.
"Narendra!" Dirinya pun segera berlari menghampiri pria itu sebelum ia melarikan diri. "Kau sering menjelajahi dunia, bukan? Apakah kau tahu di mana tempat yang memiliki patung kucing hitam?"
Narendra menyerngit begitu mendengar pertanyaan pemuda itu. "Tempat dengan patung kucing hitam? Untuk apa kau mencari tempat itu?"
"Pertanyaanku masih sama, apakah kau tahu di mana tempat itu?" Ajul pun menghela napas dan bersidekap dada. "Ada urusan penting yang harus aku lakukan di sana."
"Sepertinya aku tahu ... namun apa untungnya bagi diriku untuk membawa anggota Ragnarok ke sana?"
Ajul pun menghela napas sebelum mengeluarkan sebuah buku dari kantungnya dan memberikannya kepada pria berambut hitam tersebut. "Hal ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Ragnarok, Narendra. Aku mendapatkan misi pribadi dari ... diriku yang lain."
Kata-kata Ajul membuat Narendra semakin menekuk dahi, yang mana pria itu segera mengambil buku yang diberikan oleh pemuda itu dan mulai membacanya perlahan. Sampai kalimat terakhir, dirinya pun masih tidak paham akan maksud dan tujuan dari buku tersebut.
"Oke, aku masih tidak paham. Memang ada hubungan apa kau dengan tempat itu?" tanyanya sambil mengembalikan buku tersebut kepada sang pemiliknya.
Ajul pun segera mengambilnya kembali dan menyimpannya ke tempat semula. "Besok aku akan datang ke tempatmu, tidak peduli kau mau ataupun tidak, kau harus mengantarkan aku ke sana. Aku tidak menerima penolakan."
"Hei bocah!"
Namun sebelum pria itu protes lebih lanjut, Ajul segera meninggalkannya dan kembali mencari anggota Aliansi yang mungkin masih berada di sana.
Ajul adalah salah satu dari sedikit orang yang hampir selalu menepati janjinya, yang mana keesokan harinya ia sudah tiba di kediaman Narendra.
Dia hanya berjalan-jalan santai di sekitar tempat itu sembari menunggu sang pemilik muncul, ia cukup tahu diri untuk tidak menerobos masuk ke kamar pribadi pria itu.
Terutama di saat pria itu tinggal bersama kekasihnya.
Pemandangan di kediaman Narendra dapat dikatakan cukup mengagumkan, yang mana keindahan itu tidak akan dapat ditemukan di tempat lain.
"Oh astaga ...."
Langkah kaki pemuda itu segera terhenti begitu mendengar suara sang pemilik rumah, ia pun terkekeh sebelum berjalan mendekatinya. "Selamat pagi, Narendra. Sekarang, antar aku ke tempat itu."
"Kau gila?" tanya pria itu sambil berkacak pinggang, ia pun menatap ke luar jendela dan berdecak. "Kau lihat? Bahkan cahaya matahari belum mampu untuk menembus lapisan air itu. Ayolah, minimal sekali kau ikut sarapan bersama kami. Aku tahu kau pemuda lajang yang kekurangan gizi."
Ajul menatap kesal pria itu, bisa-bisanya ia disebut kekurangan gizi oleh Narendra. Dirinya memang masih melajang, namun bukan berarti hidupnya menyedihkan seperti itu.
"Sembarangan sekali kau mengatakan hal itu, padahal kau sendiri pun tahu aku bisa memasak, Narendra. Selain itu juga ada Kaira dan OmenD, jadi hidupku tidak menyedihkan seperti itu," balasnya tidak terima sembari bersidekap dada. "Aku hanya tidak memiliki kekasih, itu saja."
Narendra pun tertawa melihat reaksi Ajul, pemuda itu entah mengapa seakan begitu terburu-buru untuk menuju tempat itu. "Percayalah, kita butuh tenaga untuk tiba di sana. Tidak perlu terburu-buru, tunggulah sebentar lagi. Mari ikut aku ke ruang makan, Evan sedang menyiapkan sarapan untuk kita berdua."
Ajul hendak bersikukuh, namun ia segera mengurungkan niatnya sebab apa yang dikatakan oleh Narendra ada benarnya. Lagipula, tidak sopan jika ia memaksakan kehendak di saat sang tuan rumah sudah mau repot-repot untuk menghidangkan makanan baginya.
Akhirnya pemuda itu mengalah dan mulai mengikuti pria berambut hitam itu menuju ke salah satu ruangan, Narendra pun segera membuka pintu kayu tersebut yang menampilkan sebuah ruang makan sederhana dengan furnitur dari kayu.
Ruangan itu tidak terlalu besar, namun tidak pula kecil. Sama seperti di ruangan lainnya, ruangan itu menampilkan pemandangan bawah laut yang mengagumkan. Tempat itu berbatasan langsung dengan dapur, terlihat Evan sedang memasak di sana yang mana menyebabkan ruangan itu penuh dengan aroma nikmat yang menggugah selera.
Sungguh, ia benar-benar tidak menyesal mengikuti ajakan Narendra. Suara gemuruh yang tiba-tiba berbunyi dari perutnya pun membuat wajahnya memerah, lain halnya dengan Narendra yang kini terkekeh.
"Sudah aku bilang, bukan?"
"Diamlah kau, Narendra ...."
Pria itu terkekeh sebelum mempersilahkan pemuda itu untuk duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan dirinya, yang mana tentu saja segera dilakukan oleh Ajul.
"Padahal kau kini sudah menjadi anggota Ragnarok, Jul. Kenapa kau sama sekali seakan tidak mau menyentuh diriku atau anggota Centerra lainnya?" tanya Narendra tiba-tiba, Ajul pun menghela napas.
"Aku punya alasan tersendiri untuk hal itu, Narendra. Lagipula ... aku tidak akan membunuh orang-orang yang sudah aku anggap seperti keluargaku sendiri." Netra merahnya kemudian menatap ke arah segerombolan ikan yang kebetulan lewat di depan jendela ruangan itu. "Tidak setelah aku kehilangan keluarga asliku."
"Omong-omong Narendra, bagaimana kabar Ikkan?"
"Setelah apa yang telah kau lakukan, kau bertanya seperti itu?" tanya pria itu sebelum tersenyum miring, ia pun menghela napas. "Yang jelas keadaannya sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan saat pertama kali kau mengkhianatinya."
Kini Ajul terdiam atas kata-kata yang diucapkan oleh Narendra, dirinya sendiri pun juga benar-benar terpaksa untuk melakukan hal itu. Demi kekuatan dan demi mengembalikan keluarganya, dirinya mau tak mau harus mengkhianati kepercayaan serigala betina itu.
Keheningan itu terjadi cukup lama hingga akhirnya Evan datang sembari membawa sarapan berupa kentang tumbuk, sup yang berisi sayuran dan potongan daging babi, serta segelas teh bunga yang aromanya tercium begitu lezat.
"Ayo dimakan, kalian berdua akan pergi berjalan cukup jauh sehingga butuh tenaga," ujar Evan dengan senyuman indah yang terukir pada wajah cantiknya, ia pun ikut duduk di kursi yang berada di sebelah kekasihnya itu.
"Berdoa saja agar kita bisa segera menemukan tempat yang kau maksudkan itu, Jul. Aku merasakan bahwa ini akan menjadi perjalanan yang cukup jauh."
Ajul yang sedang mencicipi kuah sup tersebut pun hampir tersedak, firasat Narendra jarang sekali meleset. Semoga saja perjalanan mereka tidak sejauh itu, atau bahkan yang lebih parah, semoga saja mereka tidak tersesat.
T. B. C.
=======================================
Sorry di akhir part kemaren ada kesalahan karena udah lama nggak nonton Brutal Legends jadinya agak lupa. Udah aku ganti paragraf terakhirnya karena Ikkan seharusnya nggak ada di sana 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Maafkan karena aku dah menghilang, mari kita lihat apakah book ini masih ramai atau tidak. Beda fandom beda hasil soalnya, klo readers lamaku udah biasa ku tinggal ke pondok soalnya AWKWWK.
Anyway, please help this smol vtuber 🥹🥹🥹🫶🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
AZAZEL [Completed]
FanfictionMain cast : Ajul / Azazel (Aspect30) Brutal Legends Universe! Phase 2! BxB, Fluff, no lemon, hareem. Terjebak di sebuah dunia yang penuh dengan legenda, kutukan, dan pengkhianatan sama sekali tidak menyurutkan langkahnya, bahkan jika ia harus berpih...