43. R. O. R.

119 16 17
                                    

Saat ini Ajul sedang berada di ruangan penyimpanan bawah tanah miliknya, menyimpan beberapa potong kayu yang diperoleh dari latihan bersama Maji.

Keduanya baru tiba di markas dini hari, sebab setelah berduel mereka memutuskan untuk memakan ikan bakar. Bagaimanapun, mereka juga butuh makanan selain wortel emas. Walaupun enak dan mengenyangkan, tetap saja membosankan jika harus dimakan terus menerus setiap saat.

Saat dirinya hendak naik kembali ke atas untuk tidur, tidak sengaja dirinya melihat sebuah ruangan hitam di dekat tangga. Merasa asing dengan ruangan tersebut, dirinya kemudian segera menghampirinya.

Keseluruhan dinding ruangan tersebut terbuat dari obsidian yang cukup tebal dan terdapat lubang yang berukuran pas dengan tubuhnya untuk masuk ke dalam.

Ruangan tersebut diterangi oleh dua buah lentera dengan nyala api biru, kemudian pada bagian tengahnya terdapat altar penyimpanan buku dan juga peti.

Di dorong oleh rasa penasaran yang tinggi, dirinya pun segera masuk ke ruangan tersebut dan mengecek catatan yang terdapat di altar tersebut.

Catatan tersebut nampaknya diberikan oleh dirinya yang lain, di sana ia mengatakan bahwa dirinya harus senantiasa waspada dan tetap berada di daerah Ragnarok sebab bahaya akan segera datang.

Ajul kemudian membuka peti tersebut, di dalamnya terdapat baju zirah, totem, dan juga beberapa peralatan yang ia butuhkan.

"Oke ... nampaknya diriku yang lain cukup baik juga kepada diriku." Ajul kemudian menyerngit pada perkataannya tadi yang terdengar cukup aneh. "Apa sebenarnya yang aku coba katakan tadi?"

Dirinya kemudian mengambil semua benda yang berada di dalam peti tersebut dan memasukkannya ke dalam kantung miliknya. "Terima kasih atas barang-barang yang kau berikan, diriku yang lain. Kau baik sekali telah memberikan barang-barang ini kepadaku."

Dirinya kemudian segera naik ke atas, kembali ke rencana awal tentu saja. Dirinya benar-benar merasa lelah setelah latihan fisik hampir seharian, tentu saja tidur adalah ide yang sangat baik.

Tidak lupa ia melepas sepatunya dan baju zirahnya sebelum masuk ke dalam kamar, barulah kemudian merebahkan tubuhnya di atas kasurnya yang empuk.

Namun seperti kata dalam peribahasa, malang tidak berbau. Saat dirinya tengah asyik terlelap, samar-samar dirinya mendengar suara ribut dari dalam rumahnya. Merasa terganggu, dirinya pun membuka kedua kelopak matanya.

Alangkah terkejutnya ia saat membuka kedua kelopak matanya, dirinya langsung disambut oleh sebilah pedang berlian yang berjarak hanya sekitar lima sentimeter dari wajahnya.

"Apa yang kau lakukan di rumahku, bedebah?" desis Ajul, namun sosok bertopeng tersebut sama sekali tidak mengeluarkan suara dan menyuruhnya untuk segera bangun.

Tidak ada pilihan, Ajul akhirnya mau tidak mau menuruti perintah sosok itu. Dirinya dipaksa untuk ikut, tanpa diizinkan untuk memakai baju zirah dan barang apapun.

Di depan kastil Ragnarok, telah berkumpul lima orang yang berpakaian sama seperti sosok yang membawanya tadi. Dirinya kemudian diarahkan untuk segera masuk ke dalam kastil.

"Bagaimana kalian bisa menemukan tempat ini, hei?" desis Ajul, punggungnya dapat merasakan ujung pedang tersebut. Dirinya mundur sedikit saja, maka ia akan tertusuk pedang tersebut.

"Panggilkan Ubi dan anggota Ragnarok lainnya, Jul."

Kedua matanya melebar, tentu saja dirinya mengenali suara tersebut. Garox, tentu saja dirinya mengetahui tempat ini mengingat pemuda itu juga terlibat dalam pembangunan tempat itu. Sosok yang tiba-tiba muncul dihadapannya saat ia tidur adalah Garox, tidak heran dirinya bisa mengetahui tempat di rumahnya dan menyembunyikan baju zirahnya.

Garox kemudian menurunkan pedangnya. "Cepat pergi, Jul. Bilang kepada Ubi, ia memiliki tamu yang harus ditemui."

Ajul kemudian segera meninggalkan keenam sosok bertopeng tersebut dan memasuki kastil, ia pun segera mencari rekan-rekannya di ruang makan.

Dugaannya benar sebab terlihat Ubi dan yang lainnya tengah menikmati hidangan untuk sarapan, Ajul pun menghela napas sebelum melangkah masuk.

"Selamat pagi, Jel. Tumben sekali kau bergabung bersama kami," sapa Kaira, pemuda itu memang hampir tidak pernah ikut sarapan bersama seperti itu.

"Ya, dan kenapa kau tidak memakai baju zirahmu?" tanya Gempita kemudian, yang membuat pemuda itu kembali menghela napas.

"Maaf mengganggu waktu kalian, tapi kita saat ini sedang memiliki keadaan genting," ujarnya, ia pun berkacak pinggang. "Ada sekelompok orang bertopeng yang menunggu kita semua di depan kastil."

Dirinya kemudian menatap ke arah Gempita. "Dan untuk pertanyaanmu, aku tidak dapat mengambil barang apapun sebab salah satu di antara mereka langsung mengancamku saat aku baru bangun tidur. Benar-benar pengecut, mengancamku saat dalam keadaan tidak siap bertarung."

Ubi pun menggeram marah saat mendengar informasi dari Ajul, dirinya pun segera bangkit dan menuju tempat yang dikatakan oleh pemuda itu sambil membawa kapak andalannya. Melihat Ubi sudah bergerak, anggota Ragnarok lainnya kemudian segera mengikuti langkahnya.

"Apakah kau masih memiliki zirah dan senjata cadangan di peti ender, Jul?" tanya Maji saat menghampiri pemuda itu, Ajul pun mengangguk. Melihat hal itu, Maji pun segera memberikan salah satu peti ender miliknya kepada pemuda itu sebelum pergi menyusul langkah Ubi.

Ajul kemudian segera mengambil zirah dan senjata cadangan miliknya, tidak lupa juga perlengkapan lain yang ia butuhkan di medan perang seperti apel dan wortel emas, juga ender pearl.

Setelah siap, dirinya pun menyusul anggota Ragnarok lainnya. Di sana ternyata sudah terjadi adu debat di antara Ubi dan Garox, dirinya pun segera bergabung dengan formasi.

Dan benar saja, pertarungan di antara kedua belah pihak pun pecah.

Walaupun Ubi masih belum cukup kuat untuk menggunakan kekuatan dari kapak tersebut, setidaknya dampak yang ditimbulkan masih sama sakitnya.

Ragnarok dengan tiga senjata legendaris melawan sekelompok orang bertopeng, yang tentu saja dimenangkan oleh Ragnarok. Meskipun saat ini mereka masih lemah, namun Maji masih dapat menggunakan kekuatan dari senjata keempat.

Namun, pengguna baru tentu saja belum semahir itu dalam menggunakan kekuatan senjata. Ajul yang nahasnya berada tepat di belakang pria itu pun terkena dampak dari kekuatan senjata, yang membuat dirinya tewas seketika.

"Bedebah itu ...." Dirinya pun berdecak saat melihat tubuhnya kembali ke kamarnya. "Sudah tahu itu pertarungan di ruangan sempit, kenapa si bodoh itu menggunakan kekuatan senjatanya?"

Ia bersumpah akan menghajar pria itu setelah ini.

Dirinya pun mencari di mana ke sekeliling rumahnya untuk mencari baju zirah dan senjatanya, yang beruntung masih disimpan di tempat yang cukup waras oleh Garox.

Setelah selesai mengenakan zirah tersebut, dirinya segera pergi ke kastil. Ternyata, anggota Ragnarok yang lain telah kembali dari pertarungan.

"Hei Ajul, kemana saja kau—"

Tanpa membiarkan pria itu menyelesaikan perkataannya, Ajul menampar pipi kirinya dengan keras. "KENAPA KAU MALAH MEMBUNUHKU, BODOH?"

Maji kemudian meringis sambil menyentuh pipinya, lain hal dengan anggota Ragnarok yang langsung menahan tawa begitu melihat kejadian itu.

"Ajul? Kau terbunuh oleh Maji?" tanya Ubi, dirinya hampir tertawa mendengar informasi tersebut. Ajul pun mengangguk, kemudian dirinya langsung menarik Maji ke tempat dirinya tewas sebelumnya.

"Awas saja kalau sampai barang-barangku hilang, Maji," desis Ajul, dirinya benar-benar merasa kesal pada pria itu.

"Iya Jul, iya," balas Maji pasrah ditarik oleh pemuda itu. "Nanti aku akan mengganti nyawamu dengan totem, oke? Jangan marah lagi, aku benar-benar tidak sengaja."

T.     B.    C.

=======================================

Mommy dah marah, ayo kita lariii 🏃🏻‍♀️🏃🏻‍♀️🏃🏻‍♀️

So don't forget to vote, spam comments, follow, and share if you like this story!

AZAZEL [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang