36. WHITE

121 17 3
                                    

Kehidupan Ajul jika tidak menjadi budak OmenD, maka dia menjadi budak Kaira. Hari ini dirinya diminta, atau lebih tepatnya dipaksa, untuk membantu sang kakak untuk membangun rumahnya.

Atau mungkin lebih tepatnya, membangun pekarangan rumahnya.

Perlu diketahui bahwa rumah Kaira berada di tengah laut yang terhubung dengan sebuah dermaga, yang mana akan sangat sulit untuk membangun sebuah pekarangan terapung di tengah laut.

"Jel, tolong cari lebih banyak tanah lagi."

Ajul pun menghela napas, entah sudah berapa peti berisi tanah yang dirinya cari hari ini dan tetap saja jumlahnya kurang. "Sudah ada taman di atas kastil, kenapa kau membangun taman lagi?"

"Tempat ini terlalu monoton, butuh lebih banyak warna," balas Kaira, dirinya kemudian berkacak pinggang. "Ayo ambil tanah lagi, Ajel. Semakin cepat kau melakukannya, semakin cepat tempat ini selesai."

Ajul hanya berdecak sebelum meninggalkan Kaira untuk melakukan apa yang diminta oleh wanita itu. Namun baru saja dirinya hendak pergi, ia melihat Voiz sedang berada di depan rumahnya bersama dengan White.

Mengingat beberapa hari ini Voiz tidak terlihat di Ragnarok, dirinya pun segera menghampiri pria itu.

"Hei Voiz!"

Pria itu pun menoleh. Walaupun dirinya buta, ia dapat mengetahui arah dengan cukup baik. "Oh, Ajul. Sudah lama kita tidak bertemu."

Ajul mengangguk. "Ya, kau ke mana saja belakangan ini? Banyak hal yang kau lewatkan."

"Oh ya?" Voiz pun tertawa. "Maaf, aku sibuk belakangan ini. Aku masih menyelidiki tentang alasan kenapa dunia ini bisa sampai terbentuk."

Ajul kemudian menoleh ke arah White. "Selamat siang menjelang sore, White. Sudah lama sekali aku tidak melihatmu. Bagaimana kabarmu?"

White hanya mengangguk sebagai jawaban, menandakan bahwa dirinya baik-baik saja. Namun Voiz kemudian menyikut dirinya. "Hei, kenapa kau diam saja?"

"Bukankah dirinya bisu? Lagipula, dirinya sudah mengangguk sebagai jawaban tadi," jawab Ajul heran.

Kini giliran Voiz yang terheran. "Dia bisu? Hei Ajul, bagaimana cara dirinya berkomunikasi dengan diriku yang buta ini jika ia bisu? Sepertinya yang buta itu kau, bukan aku."

White pun menghela napas. "Aduh Paman .... Kau sepertinya memang tidak bisa diajak untuk bekerja sama dalam hal ini."

Kini Ajul yang terdiam setelah mendengar suara sosok itu, suara dari seseorang yang tidak asing baginya. "Kau ... Ikkan?"

White pun terkekeh sembari melepaskan topengnya dan menurunkan tudung jubahnya, menampakkan wajah seorang wanita dengan rambut biru dengan telinga khas serigala. "Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu, Ajul. Namun sepertinya ... sudah jelas bukan?"

"Bagaimana mungkin kau bisa berubah menjadi manusia?"

Ikkan mengerdikkan bahunya sebelum memakai kembali topeng dan juga tudung jubahnya. "Paman yang melakukannya, aku sendiri tidak tahu bagaimana cara ia melakukannya."

"Jadi sebenarnya kau ini berpihak kepada siapa, Ikkan?" tanya Ajul yang benar-benar tidak paham dengan rekannya itu, bagaimanapun dirinya masih merasa bersalah.

"Aku berpihak kepada diriku," balasnya sambil bersidekap dada. "Aku melakukan semua ini karena diminta oleh paman, oke? Jangan panggil aku Ikkan, anggap saja kau tidak tahu apa-apa."

Baru saja Ajul ingin berbicara, tiba-tiba telinganya terasa ditarik oleh seseorang yang membuatnya mengaduh kesakitan seketika.

"Hei, anak kecil. Kau main pergi saja sebelum aku selesai berbicara, memangnya kau tahu apa yang aku minta selain tanah?" omel Kaira yang membuat Ajul semakin mengaduh kesakitan.

Voiz walaupun tidak dapat melihat apa yang terjadi, dirinya dapat mengira-ngira apa yang tengah terjadi. Dirinya pun terkekeh. "Sudahlah, Kaira. Kau pun tahu Ajul seperti apa."

Kaira akhirnya melepaskan jewerannya, dirinya kemudian berjalan menjauhi pemuda yang kini menatapnya kesal.

"Omong-omong, Voiz. Aku kemarin mendatangi sebuah tempat, di sana terdapat sebuah patung kucing hitam berukuran besar. Aku rasa, kau harus segera ke sana," ucap Ajul sambil memegang telinganya yang masih terasa sakit. "Ada sebuah misteri yang harus kau pecahkan."

"Misteri? Misteri apa?"

Bukan Voiz yang menjawab, melainkan Jerry yang tiba-tiba datang entah dari mana dan membuat mereka semua terkejut. Pria itu hanya tertawa melihat ekspresi mereka.

"Jadi Ajul, tempat seperti apa yang kau temukan?" tanya Jerry lagi, dirinya benar-benar penasaran dengan tempat yang ditemukan oleh pemuda itu.

"Sebuah tempat yang terdapat patung  kucing hitam," jawab Ajul, seketika ekspresi Jerry berubah.

"Kucing hitam katamu? Apakah ... apakah tempat itu bernama BBC?"

Ajul mengangguk. "Ya, kalau aku tidak salah ingat. Apakah itu juga salah satu tempat yang berasal dari mimpimu?"

"Iya, benar!" seru pria itu. "Kucing hitam ... aku yakin pasti tempat itu sama seperti yang ada di mimpiku. Ajul, bawa aku ke sana!"

Kaira yang masih berada di sana kini menatap khawatir kekasihnya itu. "Apakah kau yakin kau sudah baik-baik saja, Jerry? Aku yakin perjalanan ke sana cukup jauh."

"Ah, itu sama sekali bukan masalah," kekeh Jerry, dirinya kemudian melirik ke arah Ajul sambil menyeringai. "Kan ada Ajul."

"Apa maksud perkataanmu itu, hei?" protes Ajul, namun Jerry memilih untuk pura-pura tidak mendengarkan perkataan pemuda itu.

Voiz pun berdeham. "Aku punya ide, bagaimana jika kita semua pergi ke sana sekarang? Kebetulan White tahu jalan."

"Ya, kemungkinan besar dia tahu ... mengingat Narendra juga mengetahui tempat itu ...," gumam Ajul. "Bagaimana pun, Ikkan adalah navigator yang jauh lebih baik dibandingkan dengan Narendra."

Setelah beberapa lama perbincangan, akhirnya mereka setuju untuk pergi ke BBC bersama-sama dengan dipimpin oleh White. Sepanjang perjalanan, White tidak berbicara sama sekali sehingga menutup identitasnya dengan rapat dari anggota Ragnarok lainnya.

Benar seperti dugaan Ajul, mereka tiba di tempat itu jauh lebih cepat dibandingkan saat dirinya bersama dengan Narendra. Memang, pria berambut hitam itu tidak dapat diandalkan untuk masalah navigasi.

Padahal kalau diingat-ingat, dirinya pun tidak jauh berbeda dibandingkan dengan Narendra dalam masalah navigasi.

"Tempat ini ... ini memang tempat yang berasal dari mimpiku ...," ujar Jerry saat mereka tiba di sana. Dirinya kemudian masuk ke dalam gua, di mana terdapat beberapa bangunan di sana. "Ya, ini adalah BBC yang aku kenal!"

Jerry memasuki satu persatu bangunan yang berada di sana, lain halnya dengan anggota Ragnarok lainnya yang hanya diam memperhatikan pria itu.

"Sepertinya, Jerry lebih berguna untuk memecahkan masalahmu dibandingkan dengan diriku, Jul," kekeh Voiz.

Ajul pun melirik ke arah Jerry yang masih antusias memasuki satu persatu bangunan yang ada, persis seperti anak kecil saat tiba di dalam wahana permainan. "Ya, sepertinya kau benar."

Tidak lama kemudian, Jerry keluar dari salah satu bangunan dengan seringai licik yang terukir di bibirnya yang tentu saja membuat rekan-rekannya terheran.

"Jerry? Kau baik-baik saja?" tanya Kaira heran bercampur khawatir, takut ada hal buruk yang baru saja menimpa kekasihnya itu tanpa sepengetahuan mereka.

"Sepertinya ... aku tahu bagaimana caranya agar Aliansi kembali mengorbankan diri untuk senjata itu."

T.    B.   C.

=======================================

So don't forget to vote, spam comments, follow, and share if you like this story!

AZAZEL [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang