03. HIM

639 49 8
                                    

Hari ini dirinya memutuskan untuk pergi berkelana, sungguh dirinya sudah merasa muak untuk berhadapan dengan bebatuan ataupun pepohonan yang ada di markas mereka. Dengan sengaja dirinya berjalan tanpa arah, hingga ia akhirnya tiba di hadapan sebuah rumah.

Didorong oleh rasa penasaran yang tinggi, ia pun memutuskan untuk masuk. Ia terdiam beberapa menit begitu ia membuka pintu rumah tersebut, mengapa tempat itu terasa begitu familiar baginya?

Ia pun memutuskan untuk melangkahkan kakinya dan mencari tahu lebih dalam, yang mana cukup mengejutkan baginya karena rumah tersebut dapat dikatakan cukup terawat dan bersih.

Entah mengapa semakin lama, ada perasaan rindu sekaligus hangat yang memasuki relung hatinya. Sebenarnya tempat apa yang sedang ia masuki ini?

Namun pertanyaannya segera terjawab begitu melihat sebuah foto keluarga besar yang dipajang di lantai dua, yang mana hal itu membuatnya langsung jatuh terduduk. Tanpa ia sadari, setetes air mata menitik dari ujung netranya. Ini adalah rumah keluarganya dulu, keluarga yang sangat ia rindukan dan ia cintai. Keluarga yang senantiasa membesarkannya dengan kasih sayang, perlindungan serta kehangatan.

Perlahan dirinya mulai bangkit, berharap serpihan demi serpihan ingatan tentang masa lalunya kembali. Hingga akhirnya ia tiba di salah satu ruangan, yang mana di sana ia menemukan dua buah kaset.

Namun isinya benar-benar tidak dapat ia duga. Kaset itu berisi tentang ayahnya, ayah kandungnya. Mengapa semua informasi ini harus datang secara mendadak?

"Ini semua ... tidak mungkin benar, kan? Tidak-tidak, aku harus segera pergi," gumamnya sebelum pergi dari ruangan tersebut, ia rasa sudah cukup untuk wisata masa lalu hari ini.

Dirinya pun menyimpan kedua kaset tersebut di tempat yang aman sebelum pergi dari tempat tersebut, ia rasa dirinya telah menemukan jawaban atas pertanyaan salah satu rekannya tempo hari. "Jadi masa lalu kami terhubung? Tidak heran jika ia mengenaliku."

Ia pun melangkahkan kakinya menelusuri jalan kembali, jauh hingga dirinya memasuki sebuah portal. Dirinya pun berjalan-jalan di Nether, mencari fortress yang dapat ia jarah untuk persediaan kelak.

Dengan santai dirinya mengayunkan pedang kepada setiap tengkorak hidup yang menghalangi jalannya, dirinya sudah terlampau terbiasa menghadapi hal ini. Ia terus berjalan-jalan melalui semua lorong yang ada hingga akhirnya dirinya menemukan sarang dari iblis api, senyuman pun merekah di bibirnya. Inilah yang ia cari.

Tanpa basa-basi, dirinya segera merangsek maju dan menghajar satu persatu iblis-iblis tersebut, baik menggunakan pedang ataupun panah. Entah sudah berapa iblis yang ia habisi, yang jelas ia butuh sebanyak-banyaknya.

Tak terasa, satu jam telah berlalu. Dirinya memutuskan untuk pulang, sudah terlalu banyak barang yang ia bawa. Sangat tidak lucu jika tiba-tiba dirinya mati konyol dan hasil kerja kerasnya tadi harus terbuang sia-sia.

"Ajul!"

Langkah kakinya tiba-tiba terhenti, jelas dirinya mengenali suara itu dan itu membuatnya mengeluh dalam hati, mengapa dirinya harus bertemu dengan seseorang dari Aliansi?

Ia pun menoleh dan nampaklah seseorang yang mengenakan baju zirah berlian dengan biru yang menghiasinya. "Ya? Ada apa?"

Pemuda itu pun berjalan mendekat, senyuman terukir di bibirnya. "Senang bisa bertemu kembali, bagaimana kabarmu?"

"Kabarku baik. Apa yang kau lakukan di sini?" balas Ajul, jujur saja dirinya merasa was-was sebab bisa saja pemuda di hadapannya ini akan membunuhnya detik itu juga.

"Aku hanya sedang mengumpulkan kepala para tengkorak hitam itu saja. Oh ya, bisa kita bicara di tempat yang lebih aman?" tanya pemuda bermata biru itu, Ajul pun menghela napas sebelum mengangguk. "Kita pergi ke atap."

AZAZEL [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang