45. DEVIL'S THRONE

119 19 6
                                    

Pagi-pagi sekali saat matahari baru terbit, Ubi menyuruh anggota Ragnarok untuk berkumpul. Tidak banyak yang berada di ruang rapat, hanya ada Voiz, Jerry, Kaira, Ajul, dan tentu saja Ubi.

Kemana perginya Gempita dan Maji? Mereka ada urusan sejak kemarin. Lebih tepatnya, Maji dipaksa oleh Gempita untuk menemani dirinya.

"Jadi Ubi, kita akan kemana?" tanya Jerry penasaran, dirinya selalu merasa antusias atas ekspedisi yang akan mereka lakukan.

Ubi pun menimang-nimang kompas yang ia pegang di tangan kanannya. "Jujur saja, aku tidak tahu. Namun, kita harus mengikuti arah kompas ini."

"Bagaimana ceritanya kau tidak tahu ke mana kita akan pergi tapi kau sudah memiliki kompasnya?" tanya Jerry heran.

"Ada seseorang yang memberikannya kepadaku," jawab Ubi, dirinya pun bangkit dari kursinya. "Atau mungkin lebih sesuai disebut 'sesuatu'? Ah, entahlah. Yang jelas, kita akan mengikuti arah yang ditunjukkan oleh kompas ini."

Maka mereka pun melakukan ekspedisi menuju tempat yang ditunjukkan oleh kompas tersebut, meskipun tempat itu berada nan jauh di sana.

Mereka baru tiba di tempat itu saat sore hari, yang mana tentu saja mereka merasa kelelahan. Bagaimana tidak? Mereka harus melalui jalur pegunungan yang amat terjal, lautan yang luas, hutan yang lebat, bahkan salju yang tebal. Melalui Nether juga tidak berpengaruh begitu banyak, sehingga mereka memilih untuk melalui jalan biasa saja.

"Ubi, memangnya apa tujuan kita datang kemari? Kenapa jauh sekali?" rengek Jerry kepada pria itu, benar-benar mirip seorang anak kecil yang merengek meminta mainan kepada ayahnya.

"Aku juga tidak tahu, Jerry," balas Ubi, napasnya juga masih terengah sebab perjalanan jauh tersebut. "Setidaknya kita sudah sampai."

"Kita jauh-jauh pergi ke mari hanya untuk melihat sebuah paviliun?" tanya Jerry tidak percaya, dirinya pun segera menghampiri tempat tersebut. "Bahkan tidak ada apapun di sini, Ubi! Untuk apa kita datang kemari?"

"Sudah aku bilang, aku juga tidak tahu. Satan yang memintaku untuk datang kemari, jadi jangan protes kepadaku," balas Ubi malas.

"Ubi ...." Kaira pun memperhatikan paviliun tersebut dengan seksama. "Aku merasakan ada aura yang sangat kuat dari paviliun itu. Apakah mungkin jika paviliun tersebut adalah gerbang menuju tempat yang dimaksud oleh Satan?"

Ubi berpikir sejenak sebelum mengangguk pada penjelasan Kaira yang dirasa cukup masuk akal tersebut. "Bisa saja. Menurutku, itu penjelasan yang cukup masuk akal."

"Kalau memang ini gerbangnya, bagaimana kita bisa ke sana?" tanya Jerry, dirinya mengelilingi paviliun tersebut dan menyelidiki setiap sudutnya. "Lihat! Tidak ada apapun di sini, Ubi!"

"Kita akan pergi ke tempat yang diminta oleh Satan, bukan?" tanya Voiz, kemudian dirinya berpikir sejenak. "Bagaimana jika cara pergi ke sana adalah menggunakan senjatamu, Ubi? Mengingat senjatamu itu adalah melambangkan Satan."

"Benar juga," balas Ubi menyadari betapa masuk akalnya ucapan Voiz, dirinya kemudian mengayunkan kapaknya. "Baik, siapa yang mau mencobanya pertama?"

"Aku-aku!" seru Jerry antusias. Namun saat melihat Ubi benar-benar mengayunkan kapaknya ke arah dirinya, ia pun menjadi panik. "Tunggu, Ubi! Kau benar-benar akan melakukan—"

Kalimat pria itu langsung terputus begitu kekuatan dari kapak tersebut mengenai dirinya, sebab dirinya tiba-tiba menghilang dari tempat itu.

"Sepertinya dugaanmu benar, Voiz." Ubi pun tertawa sebelum kembali mengayunkan senjatanya itu. "Baik, siapa selanjutnya?"

Voiz pun menawarkan diri untuk menjadi yang selanjutnya, yang tentu saja segera dikabulkan oleh Ubi. Setelah itu, Kaira dan Ajul sempat saling bertatapan sebelum akhirnya Kaira mengajukan diri.

Terakhir adalah giliran Ajul, dirinya  menutup kedua kelopak matanya sebelum Ubi mengarahkan kapaknya ke arahnya. Saat dirinya membuka kedua kelopak matanya, dirinya pun terpukau dengan pemandangan yang ia lihat.

Di hadapannya, terdapat sebuah kastil raksasa yang didominasi oleh warna merah. Aliran sungai lava yang tampak kontras dengan dataran bersalju, seolah sedang menegaskan bahwa mereka berada di daerah yang sakral.

Terakhir Ubilah yang tiba di sana, dirinya pun sama terpukaunnya dengan anggota Ragnarok lainnya.

"Ubi, apakah ini adalah markas baru kita yang diberikan oleh Satan?" tanya Jerry tanpa mengalihkan sedikitpun pandangan dari kastil tersebut.

"Sembarangan kau, ini kastil milik Satan itu sendiri!"

Mereka pun berjalan perlahan mendekati kastil tersebut hingga tiba di depan pintu kayu setinggi lima meter, yang tiba-tiba terbuka dengan sendirinya saat mereka hendak membukanya.

Saat mereka berlima sudah tiba di dalam, tiba-tiba pintu tersebut berdebum dengan keras sehingga membuat mereka semua terkejut.

"Sepertinya Satan bukan tuan rumah yang ramah ...."

"Apa yang kau pikirkan, Jerry? Dia itu Satan! Tentu saja ia tidak ramah," desis Ubi. "Lagi pula, Aliansi juga tidak pernah beramah-tamah kepada kita."

Mereka berada saat ini berada di sebuah lorong yang mengarah ke ruang singgasana, tidak butuh lama bagi mereka untuk tiba ke sana.

Singgasana setinggi tiga meter menyambut mereka setiba kelima orang tersebut tiba di sana, tentu saja terlihat sesuai dengan tinggi ruangan yang kurang lebih delapan meter tersebut.

Ubi berjalan di paling depan, dirinya kemudian terus berjalan mendekati singgasana. Namun anggota Ragnarok lainnya memutuskan untuk tetap diam di posisi mereka masing-masing, mereka menyadari bahwa Ubi seakan tengah berbicara dengan seseorang.

Cukup lama pria itu berbicara, namun tidak ada yang memahami apa yang ia katakan ataupun kepada siapa dirinya berbicara. Hingga tiba-tiba Ubi menunduk, terlihat kekuatan dari kapaknya mulai aktif.

"Teman-teman ... waspadalah," ujar Jerry yang menyadari perubahan dari Ubi, dirinya juga memutuskan untuk mundur beberapa langkah. "Sepertinya ... ada sesuatu yang terjadi kepada Ubi."

Mendengar nada Jerry yang serius, ketiga rekannya pun mengangguk dan mulai mewaspadai gerak-gerik Ubi.

Benar dugaan Jerry tentang Ubi. Saat pria itu membalikkan tubuhnya, di kepalanya kini terdapat sebuah tanduk berwarna merah dengan beberapa warna hitam. Saat pria itu menaikkan kepalanya dan membuka kedua kelopak matanya, netral hijaunya kini telah berubah menjadi merah.

Orang pertama yang menjadi korban adalah Voiz, tentu saja karena dirinya adalah seorang tunanetra yang tidak dapat melihat arah serangan.

Ketiga anggota Ragnarok yang tersisa dengan susah payah mencoba menghindari serangan Ubi yang tiba-tiba lepas kendali tersebut, yang mana cukup sulit mengingat mereka berada di dalam ruangan.

Dan ya, nampaknya Ajul sedang tidak beruntung sebab dirinya harus tumbang dan menjadi korban selanjutnya. Entah apa yang terjadi, dirinya juga tidak paham.

Saat tubuhnya kembali ke kamarnya, entah kenapa dirinya merasa de Javu atas kejadian ini. Dirinya tewas terbunuh oleh rekan timnya sendiri, juga pemegang senjata legendaris.

Sungguh, setelah ini dirinya akan menjaga jarak dengan para pemegang senjata legendaris. Entah kesalahan apa yang ia lakukan sehingga para iblis senjata nampak membencinya, yang jelas ia akan menjauhi mereka semua.

"Senjata-senjata sialan ...."

T.     B.    C.

=======================================

Ara nggak tau kenapa WP nggak bisa naro link di komentar, udah mana sekarang nggak ada fitur DM. Jadi bagi yang mau join saluran bisa ketik ulang link di bawah ya!

bit.ly/SaluranAra
linktr.ee/Zrshd.a

Salah satu aja, sama aja kok 🐤

So don't forget to vote, spam comments, follow, and share if you like this story!

AZAZEL [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang