Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, semua orang kecuali Garox, yang ditugaskan untuk menjaga Epin dan Edib di penjara menggantikan Jerry, kini telah berkumpul di ruang rapat yang baru saja selesai dibangun oleh OmenD dan Kaira.
"Ku rasa, semuanya sudah berkumpul, kecuali Garox yang bertugas menjaga tahanan," ujar Ubi, Voiz yang duduk di dekatnya pun berdeham. "Berarti kita bisa mulai pertandingannya sekarang, namun sebelum itu ...."
Kemudian pria itu pun mengeluarkan enam buah Totem dari dalam sakunya dan meletakkannya di atas meja. "Dengan ini, kalian tidak akan kekurangan nyawa saat menyerang Asgard."
Kelima orang yang akan bertanding itu pun memekik senang sembari mengambil totem tersebut, benar-benar seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan sebungkus permen dari orangtuanya.
"Aku ingin menjelaskan sistem pertandingan ini terlebih dahulu sebelum kita mulai," ujar Ubi, ia pun berdeham. "Kita akan mengundi urutan pertandingan terlebih dahulu, barulah secara bertahap kalian akan berhadapan satu sama lain hingga salah satu dari kalian mati atau menyerah."
Voiz kemudian mengeluarkan lima buah kepingan dengan warna yang berbeda. "Aku akan mengocok kepingan-kepingan ini, dua warna yang keluar secara bersamaan lah yang harus bertanding. Karena itu, pilihlah warna kalian masing-masing."
Setelah beberapa lama, diperoleh hasil bahwa OmenD dan Citem lah yang akan menempati babak pertama, kemudian diikuti oleh Jerry dan Kaira, barulah Ajul melawan pemenang dari babak pertama.
Begitu babak pertama selesai, semua orang yang ada di sana bahkan terbelalak tidak percaya atas hasil yang diperoleh. Bagaimana bisa OmenD kalah dari Citem?
Begitu pemuda itu kembali, ia langsung duduk di sebelah Ajul dan menghela napas. "Bagaimana bisa aku kalah dari Citem? Padahal aku sudah berusaha sebisaku," keluhnya, Ajul pun tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, setidaknya kau sudah berusaha."
OmenD pun menoleh dan ikut tersenyum. "Ya, kau benar. Terima kasih sebab sudah menemaniku selama tiga hari terakhir, Jul."
Babak demi babak pun terlalui hingga akhirnya mereka mendapatkan sang pemenang, seseorang yang sekiranya layak untuk memegang senjata ketiga. Yang tidak lain dan bukan, Jerry.
Setelah Ubi menyerahkan senjata tersebut, ia pun menatap satu persatu anggotanya dan tersenyum penuh kemenangan. "Hidup Ragnarok!"
"Hidup Ragnarok!"
"Mari kita tunjukkan berapa hebatnya Ragnarok kepada Asgard! Kita hancurkan mereka hingga mereka tidak akan pernah bisa bangkit kembali!" seru Ubi yang dibalas sorakan penuh semangat dari semua orang yang berada di sana. "Ragnarok! Persiapkan diri kalian demi menyambut kehancuran Asgard! Hari ini kita akan menari di atas darah mereka dengan penuh sukacita!"
Maka dengan itu, persenjataan kembali ditempa, perbekalan perang dipersiapkan sebanyak mungkin, topeng yang menjadi identitas mereka pun kini dipakai. Mereka sudah siap untuk membawa Asgard menuju titik terendahnya.
"Ragnarok ... mari kita berpesta," ucap Ubi sebelum memasuki portal Asgard, yang lain pun menyeringai sebelum mengikuti langkah Ubi.
Begitu dirinya telah tiba di Asgard dan membentuk posisi bertarung, ia langsung menyadari satu hal yang membuatnya menyerngit heran. Apa yang Maji lakukan di atas pohon?
"Ah, Asgardian! Sudah siapkah kalian untuk berada di titik terendah kalian?" tanya Ubi begitu para anggotanya telah berkumpul, jangan lupakan dengan seringai bengis yang terukir di bibirnya itu. Ia pun menatap ke sekeliling sebelum tertawa. "Dimana Maji yang akan menghalangiku? KALIAN TIDAK AKAN BISA MENCEGAHKU TANPA MAJI!"
Namun dengan penuh percaya diri, Kirman melangkah dari barisannya sambil menyeringai licik. "Kau tidak perlu tahu dimana Maji, Ubi. Dan bagaimana kau bisa yakin akan hal itu?"
Tepat setelah mengatakan itu, permukaan tanah tempat mereka berpijak pun runtuh yang membuat mereka semua ikut terperosok ke dalam.
Netra merahnya terbelalak lebar, begitupun dengan detak jantungnya yang sudah berada di ambang batas normal. Untungnya, dirinya masih selamat saat mendarat. Namun belum beberapa saat mereka mendarat, tanah kembali runtuh dan kini permukaan yang dipenuhi oleh stalakmit menyambut mereka.
Dengan cekatan, Ajul melemparkan ender pearl miliknya ke bawah sehingga nyawanya dapat terselamatkan. Dirinya langsung menghela napas lega begitu mengetahui bahwa ia baik-baik saja.
Namun ya, tentu ada saja yang bernasib sial di antara mereka. Citem tewas sebab tidak sempat menyelamatkan diri, namun anggota lainnya cukup beruntung sebab dapat selamat dari perangkap tersebut.
"Semuanya baik-baik saja?" tanya Ubi memastikan para anggotanya, mereka semua pun mengangguk kecuali Ajul yang menggeleng. "Citem tewas."
"Hanya Citem, kan?" balas Ubi sembari berdecak. "Ia mati atau hidup pun tidak akan ada pengaruhnya bagi Ragnarok, pada dasarnya pun ia hanyalah tumbal."
Ubi pun menatap ke sekeliling dengan geram. "Cepat cari jalan keluar! Kita harus segera kembali ke atas!" titahnya yang membuat keempat anggota Ragnarok yang tersisa pun segera menggali tembok batu tersebut guna mencari jalan keluar.
Butuh beberapa jam hingga akhirnya mereka berlima dapat keluar dari lubang jebakan tersebut, mereka kini lebih waspada akan kemungkinan jebakan lainnya yang dipasang oleh para Asgardian.
"Ah, bagaimana kalian bisa kembali?" tanya Kirman yang kesal begitu melihat kelima orang tersebut, Ubi pun bertepuk tangan sembari tertawa sinis. "Harus aku akui, kalian cukup cerdik dengan menggunakan perangkap untuk menjebak kami, bahkan salah satu anggota kami pun tewas."
Ubi kemudian bersidekap dada sembari menatap sinis ke arah Asgardian yang bahkan sudah memegang senjata masing-masing. "Dimana Maji yang selalu kalian banggakan itu, huh? Apakah sekarang dia menjadi seorang pengecut sebab ketakutan?"
Tiba-tiba seorang pria bermanik merah pun muncul dan berdiri tegap di hadapan Ubi, tak lupa dengan sabit hijau yang senantiasa tersampir di punggungnya. "Apakah kau begitu merindukanku hingga sedari tadi kau mencari diriku, Ubi?"
Seluruh anggota Ragnarok pun segera mengeluarkan senjata masing-masing, lain hal dengan Asgardian yang tersenyum penuh kemenangan sebab kemunculan pria itu. Namun Ubi justru tertawa sebab akhirnya pria itu muncul juga. "Ah, ku kira kini kau tidak akan muncul."
Pria itu pun kemudian maju beberapa langkah dan nampaknya tengah membincangkan sesuatu, yang jelas tidak ada satupun yang dapat mendengar pembicaraan keduanya. Tak lama kemudian, Maji pun menghela napas dan mengeluarkan senjatanya. "Asgardian ... mundurlah. Kalian bersiap-siaplah untuk bertarung."
Diablo pun tertawa sembari mengayunkan pedangnya, dirinya benar-benar menantikan saat-saat untuk bertarung. "Ini baru menyenangkan!"
Namun di luar dugaan, Maji malah membalikkan badannya dan langsung menyerang para Asgardian. Bukan hanya Asgardian, bahkan seluruh anggota Ragnarok pun terkejut. Hanya Ubi lah yang tertawa melihat Maji yang kini telah dengan membabi-buta menghabisi Asgardian, yang notabenenya adalah sekumpulan orang yang sudah menjadi selayaknya keluarga bagi dirinya.
Ubi pun menatap satu persatu anggotanya yang masih tercengang melihat kejadian tersebut, seringai buasnya terukir jelas. "Tunggu apalagi? Pestanya sudah dimulai, apakah kalian tidak mau menikmatinya?"
Keempat anggota Ragnarok tersebut pun segera melakukan tugasnya masing-masing, persis seperti yang diperintahkan kepada mereka sebelum pergi.
Dentingan antara pedang yang saling beradu dan juga desingan anak panah seakan menjadi melodi musik yang pada hari itu, setiap ledakan pun memiliki euforia masing-masing. Senjata-senjata mereka yang haus akan darah pun kini tertawa bahagia, sudah lama perut mereka tidak terisi.
Tidak ada satupun bangunan yang akan terus berdiri tegak dan tetap megah jika salah satu fondasinya hancur. Lembaran buku sejarah kini telah habis, Asgard luluh lantak dalam waktu yang sangat singkat.
T. B. C.
=======================================
Is it villain enough? 🙃
So don't forget to vote, spam comments, follow, and share if you like this story!
KAMU SEDANG MEMBACA
AZAZEL [Completed]
FanfictionMain cast : Ajul / Azazel (Aspect30) Brutal Legends Universe! Phase 2! BxB, Fluff, no lemon, hareem. Terjebak di sebuah dunia yang penuh dengan legenda, kutukan, dan pengkhianatan sama sekali tidak menyurutkan langkahnya, bahkan jika ia harus berpih...