09. GOD'S GAME

341 33 0
                                    

Sesuai perjanjian yang telah dibuat oleh Ubi dan Asgardian sebelumnya, kini semua fraksi telah berkumpul di Heaven dengan membawa masing-masing fragmen untuk membuka pintu menuju senjata legendaris ketiga.

"Aku tidak mau tahu, Asgard harus menjadi yang paling terakhir meletakkan fragmen tersebut," ucap Maji bersikeras, Ubi pun berdecak. "Jika tidak ada yang mau meletakkannya terlebih dahulu, maka Ragnarok juga tidak mau meletakkan fragmen tersebut."

Setelah perdebatan yang cukup panjang, akhirnya ketua dari Baldurs, Gempita, menawarkan diri untuk fraksinya menjadi yang pertama untuk meletakkan fragmen yang tentu disambut baik oleh yang lain.

Begitu Gempita telah meletakkan fragmen tersebut, maka Noya pun segera mengumpulkan anggotanya di tempat fragmen mereka berada dan meletakkan benda tersebut di altar.

Setelah Eclipse meletakkan fragmen tersebut, Ubi pun meminta para anggotanya berkumpul sebelum ia meletakkan fragmen tersebut. Barulah setelah Ubi meletakkan fragmen tersebut, Maji mau meletakkan fragmen yang ia pegang di altar yang telah ditentukan.

"Dengar semuanya," ucap Noya sembari menatap satu persatu orang yang berada di sana, ia pun berjalan ke tengah ruangan. "Berdasarkan ritual Nawadewata yang telah kita lakukan sebelumnya, semua orang yang berada di tempat itu harus memiliki hati yang bersih. Oleh karena itu, sesiapapun yang mengikuti ritual ini, dimohon agar bisa bekerjasama, tidak peduli dari manapun fraksinya. Saat ini tujuan kita semua sama, demi mendapatkan senjata ketiga tersebut."

Kemudian beberapa orang pun maju dari barisannya, Noya pun segera mempersilahkan mereka semua untuk berdiri melingkari altar guna mewakili kedelapan arah mata angin.

Pria berambut biru tua itu kemudian menarik anak panahnya dan mengarahkannya ke arah altar tersebut, ia memicingkan matanya guna memastikan tembakkannya presisi sebelum melepaskannya.

Hening, tidak ada yang terjadi. Noya pun menatap heran, seharusnya telah terjadi sesuatu. Ia kembali menembakkan anak panah miliknya hingga beberapa kali ke altar tersebut, namun tetap tidak ada yang terjadi.

"Hei, Noya! Apakah kau sedang mencoba menipu kami? Atau kau sedang mencoba mengulur waktu?" seru Ubi yang geram, Noya pun menggeleng tegas. "Sama sekali tidak! Aku yakin, seharusnya hal ini berhasil! Aku sama sekali tidak berniat untuk mengulur waktu kalian!"

Ajul sendiri hanya berdiam diri di pojok ruangan, ia pun menghela napas mendengar keributan yang berasal dari kedua pihak. Baik dari pihak Ragnarok maupun Aliansi pun sudah merasa dongkol kepada Noya, membuat situasi semakin kacau.

"Ku mohon sekali lagi pada kalian! Lupakan semua yang telah berlalu untuk saat ini, kita harus benar-benar fokus agar ritual ini dapat berhasil," pinta Noya, Ubi pun berdecak. "Aku akan membebaskan Kirman, apa kau puas?"

Setelah mengatakan hal itu, Noya kembali melepaskan anak panahnya. Benar saja, ritual itu berhasil dilaksanakan dan membuka portal.

Tanpa banyak basa-basi, mereka semua segera masuk ke dalam portal tersebut dan tiba di sebuah ruangan luas. Sebuah ruangan yang nampaknya pernah dijadikan tempat pertarungan besar, dapat dilihat dari dinding-dindingnya yang mengelupas.

Di sana ada sebuah podium yang di atasnya terdapat sebuah buku yang sudah mulai usang, nampaknya itu adalah catatan yang ditinggalkan oleh seseorang yang pernah menghuni tempat tersebut.

Setelah dirasa catatan tersebut tidak begitu penting, mereka pun kembali berjalan hingga tiba di portal lainnya. Di sanalah mereka harus menyimpan seluruh perbekalan mereka, termasuk zirah yang selama ini selalu membalut tubuh mereka.

Mulutnya terkunci rapat sejak tadi, dirinya sama sekali belum mengeluarkan sepatah kata pun. Bahkan hingga dirinya melangkah masuk menuju ruang selanjutnya dan kegelapan menyelimutinya selama beberapa saat, dirinya masih bungkam.

AZAZEL [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang