42. Berkunjung

68 22 9
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم




***

"Bagaimana makanannya? Enak, nggak?" tanya Zahra sedikit gugup. Pasalnya, ini baru pertama kali ia memasakkan makanan kesukaan Gus Fajri. Kari ayam. Zahra takut, kalau rasanya tidak pas di lidah Gus Fajri.

Gus Fajri memasukkan makanan itu ke mulut, lalu tersenyum lebar sehingga menampakkan deretan gigi putihnya, "Enak, kok. Enak banget."

"Maafin Zahra, ya? Kalau Zahra belum bisa jadi istri yang baik buat A'a," ucap Zahra di dada bidang milik Gus Fajri. Gus Fajri tersenyum dan mengelus punggung Zahra.

"Laa ba'sa, Zaujati. Nanti kita belajar sama-sama, ya? Senyum dulu dong," balasnya. Zahra melepas pelukannya lalu tersenyum.

"Segala puji hanya milik Allah yang telah mengirimmu menjadi imamku, Gus."

***

Saat ini, Zahra dan Gus Fajri sudah sampai di pondok. Gus Fajri memarkirkan mobilnya di tempat parkir para orang tua santri yang ingin menjenguk anaknya.

Rasanya Zahra malu sekali untuk keluar dari mobil, karena hampir semua santri kini sedang menatap ke arah mobil Gus Fajri.

You know-lah, Gus Fajri ini salah satu Gus yang terkenal di asrama santri putri. Selain dia adalah anak Kyai, Gus Fajri kan wajahnya ganteng. Jadi, nggak sedikit para santriwati yang menyukainya.

"Kenapa nggak keluar?" tanya Gus Fajri menyentuh bahu Zahra, membuatnya sedikit terperanjat.

"Zahra malu," lirih Zahra. Gus Fajri terkekeh pelan.

"Kenapa malah ketawa?"

"Kenapa malu, hm? Mereka semua itu adik kelas kamu dulu," ujar Gus Fajri. Zahra mengangguk, walaupun mereka semua itu dulunya adik kelasnya. Tapi entah kenapa, sekarang Zahra merasa kikuk ketika berhadapan dengan mereka.

Gus Fajri turun dari mobil. Sedangkan Zahra masih duduk di dalamnya. Saat Zahra ingin membuka pintu mobil, tiba-tiba saja Gus Fajri sudah membukanya terlebih dahulu.

"Ayok, kita keluar." Gus Fajri mengulurkan tangannya pada Zahra seraya tersenyum. Dengan ragu-ragu Zahra menerima uluran tangannya dan keluar dari dalam mobil dengan perasaan malu dan kikuk.

Semua santriwati yang sedang melihat momen itu bersorak.

"Masya Allah. Gus Fajri sama Kak Zahra romantis banget."

"Pasangan halal memang nggak ada lawan."

"Piw, piw. Yang dulunya kakak kelas kita, sekarang sudah jadi 'Ning'."

"Subhanallah, aku jadi iri liatnya."

Begitulah kata-kata para santriwati yang Zahra dengar dari mulut mereka. Selama berjalan menuju ndalem, Zahra hanya menunduk, tidak berani menatap lurus ke depan. Sedangkan, tangan Gus Fajri begitu erat menggenggam jemari Zahra.

"Assalamu'alaikum, Gus." terdengar salam seseorang dari belakang. Mereka berdua berbalik untuk melihat ke arah sumber suara.

"Wa'alaikumussalam. Masya Allah, Ustadz Idham?" ucap Gus Fajri. Ustadz Idham tersenyum dan berjalan mendekati keduanya.

"Gus, kapan datangnya?" tanyanya basa-basi.

"Baru saja, Ustadz. Sekalian mau ke ndalem," jawab Gus Fajri. Ustadz Idham hanya mengangguk.

HIJRAHKU [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang