بسم الله الرحمن الرحيم
•
•
•
•***
"A'a tidak menyangka, kalau A'a memiliki istri secantik dan sebaik dirimu." ujar Gus Fajri menatap intens Zahra, membuat gadis itu terlihat sedikit salah tingkah.
"Nggak boleh begitu, A'. Berharap dengan manusia secara berlebihan itu tidak baik. Kita nggak tahu ke depannya seperti apa, siapa tahu mungkin suatu saat Zahra menyakiti hati kamu. Bisa jadi kan?" ucap Zahra kembali melanjutkan aktivitasnya.
Gus Fajri lantas tersenyum tipis dan mengangguk. "Benar. Tapi jika boleh jujur, A'a benar-benar merasa bersyukur, karena Allah sudah memberikan A'a istri seperti kamu. Tahu nggak, Ra? Dulu, mencintaimu tidak pernah ada dalam rencana A'a. Tapi pada saat itu..."
"Dengan alasan yang belum kupahami, Allah menetapkanmu menjadi bagian terbaik di hati dan pikiranku. Kubiarkan jeda tercipta di antara kita, karena ini lebih baik daripada harus meninggalkan syari'at-Nya. Bukan begitu, A'?" sahut Zahra melanjutkan kata-kata suaminya.
Gus Fajri mengangkat kedua alisnya dan menatap Zahra dengan heran. "Kok, kamu bisa tahu?"
"Ya, karena Zahra mengucapnya pake cinta," jawab Zahra dengan kekehan kecil.
"Cinta?"
Zahra kembali mengulas senyum. Kata-kata yang baru diucapkan Gus Fajri, pernah ia baca di dalam diary pria itu. Zahra sengaja menghafalnya, karena kata-kata itu sangat menarik, menurutnya.
"A'a tahu, nggak? Zahra juga tidak menyangka kalau A'a, bisa seromantis ini setelah menikah. Jujur, dari awal kita pertama bertemu, Zahra pikir A'a bakal galak orangnya, terus dingin seperti kulkas seribu lima ratus pintu pula. Ternyata nggak, ya?" Zahra tertawa sendiri saat mengingat pertama kali ia tanpa sengaja bertemu dengan Gus Fajri.
Sungguh, rencana Allah begitu indah.
"Dan ternyata pertemuan yang singkat itu berhasil membuat A'a jatuh cinta padamu," ungkap Gus Fajri tersenyum manis.
"Sepertinya A'a ini sangat pandai dalam menggoda wanita."
"Cuma sama kamu saja, nggak sama yang lain."
"Masa, sih?" Zahra menyeringai dan menatap Gus Fajri dengan tatapan jahil.
"A'a!" pekik Zahra sambil memejamkan mata ketika wajahnya terkena cipratan air.
"Astaghfirullahal 'adzim, Ra. Kena, ya? Maaf, A'a nggak sengaja." Gus Fajri mencuci tangannya yang masih penuh dengan busa, lalu mengusap wajah Zahra.
Saat wajah Zahra sudah bersih, cukup lama Gus Fajri terpaku melihat senyum Zahra. Wajah gadis itu sangat dekat dengannya dan kemudian, mereka saling bertatapan.
Perlahan, Gus Fajri mulai mendekatkan wajahnya kepada Zahra. Hembusan nafas keduanya pun mulai terasa. Sontak Zahra menjauh dan mengalihkan muka.
"Ayo, A'. Kita sambung mencuci piringnya. Sebentar lagi Ashar." Zahra mengalihkan pembicaraan dan kembali fokus membilas piring, membuat Gus Fajri menatapnya heran. Namun, setelah cukup lama berpikir, ia akhirnya paham.
"Zaujati." Gus Fajri memanggil Zahra dengan lembut. Zahra itu melirik suaminya sekilas di sela-sela aktivitasnya.
"Maaf." Gus Fajri menatap lekat wajah Zahra dan meraih tangan gadis itu.
Keduanya saling terdiam sesaat seraya bertatapan dengan penuh arti.
"A'a tahu? Zahra sering banget berdo'a sama Allah, agar Allah selalu menjaga kamu dan menitipkanmu pada-Nya. Karena cuma Allah yang tidak akan pernah hilang titipan-Nya," ucap Zahra menatap teduh Gus Fajri.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIJRAHKU [TAHAP REVISI]
Novela JuvenilSepasang mata tidak akan melihat kekurangan jika sebuah hati menetap dengan cinta. Seburuk apapun mata memandang, jika kita memandang dengan cinta tidak akan ada kekurangan dari makhluk tersebut. Cinta karena Allah yakni mencintai hamba Allah karena...