13. Kenyataan Pahit

122 54 18
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم




***

Umi Sarah menatap Zahra. "Nak, kita pulang yuk, bentar lagi hujan akan turun."

"Zahra masih pengen disini, Bu Nyai." tatapan Zahra masih setia memandang gundukan tanah yang berada didepannya.

Tangan Umi Sarah mengelus kepala Zahra. "Kita pulang ya nduk, kamu belum makan sejak semalam."

"Zahra nggak lapar, Bu Nyai,"

"Zahra, dengar! Kita boleh sedih, tapi jangan terlalu larut dalamnya, itu tidak baik sayang." tangan Umi Sarah mengelus kepala Zahra. "Sekarang kita pulang!"

"Zahra hiks, nggak mau pulang, Zahra sudah tidak punya siapa-siapa lagi, Bu Nyai,"

"Tidak nduk, sampeyan tidak sendiri, masih ada teman-teman kamu dan yang lainnya masih ada untuk Zahra. Jangan pernah merasa sendirian toh nduk." Umi Sarah memeluk Zahra. "Sekarang... hapus air matamu, jangan menangis lagi, saat ini Ayahmu tidak butuh kesedihanmu, tapi Ayahmu butuh do'a darimu."

Zahra melepaskan pelukannya, lalu menghapus air matanya. "Terimakasih Bu Nyai, Bu Nyai selalu ada buat Zahra."

Umi Sarah tersenyum. "Saya sudah menganggap kamu sebagai putriku. Jadi, jangan pernah merasa sendiri lagi, Oke?"

Zahra membalas senyuman Umi Sarah. "In Syaa Allah, Bu Nyai."

"Mau pulang sekarang?" tanya Umi Sarah.

"Bu Nyai duluan aja, nanti Zahra menyusul," jawab Zahra.

"Baiklah, saya tunggu di mobil." Umi Sarah mengelus kepala Zahra. "Assalamualaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh."

"Wa'alaikumsalam Warahmatullaahi Wabarakatuh."

***

Gus Fajri menatap Abi nya. "Abi, bagaimana dengan wasiat terakhir Om Afnan?"

Saat ini mereka sedang berada di mobil untuk menunggu Zahra dan Umi Sarah, sedangkan Ning Miftah tidak ikut saat pemakaman.

"Abi juga sedang memikirkan itu, le," jawab Kiyai Afnan.

"Apa sebaiknya perjodohan ku dengan putri Kiyai Rizky dibatalkan saja," ujar Gus Fajri.

"Tidak bisa le, keluarga besar sudah mengetahuinya, dan dua minggu lagi hari pernikahan kalian berlangsung." ujar Kiyai Rahman menatap Gus Fajri lekat.

"Terus wasiat Om Afnan bagaimana Abi?" tanya Gus Fajri.

"Jika Zahra ingin jadi istri ke-" perkataan Kiyai Rahman terpotong.

"Assalamualaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh," salam Umi Khadijah.

"Wa'alaikumsalam Warahmatullaahi Wabarakatuh," jawab Kiyai Rahman dan Gus Fajri.

"Umi, Zahranya mana?" tanya Gus Fajri.

Umi Sarah duduk di samping Kiyai Rahman. "Masih di makam."

"Fajri mau nyusul Zahra, takut dia kenapa-napa." Gus Fajri keluar dari mobilnya.

"Fajri, biarkan Zahra sendiri dulu," kata Umi Sarah.

"Tapi Umi, hujan akan turun, kalau Zahra kenapa-napa bagaimana?" raut wajah Gus Fajri terlihat sangat khawatir. "Fajri mau nyusul Zahra dulu, Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh."

HIJRAHKU [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang