بسم الله الرحمن الرحيم
•
•
•
•***
Setelah menempuh perjalanan jauh, kini Zahra telah sampai di rumahnya, lebih tepatnya rumah Almarhum sang Ayah. Tidak ada yang berubah, semuanya tetap sama seperti saat terakhir ia datang kesini.
Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, intinya percayakan semuanya kepada Allah. Semuanya sudah di atur, dibalik kesedihan pasti akan ada hikmah setelahnya.
Zahra perlahan berjalan menuju lantai dua, di sana kamarnya terletak. Dibukanya pintu secara perlahan, sembari menyeret koper. Zahra kemudian melangkahkan kakinya menuju arah jendela yang memperlihatkan indahnya langit malam.
Wanita yang berusaha ikhlas menerima setiap ketentuan-Nya. Berusaha menguatkan agar bisa menopang tubuhnya yang rapuh. Disinilah perjuangan hijrahnya Zahra, yang sedang Allah uji.
Malam itu, air matanya tumpah ketika laki-laki yang ia sebut namanya di setiap sujudnya akan mengucapkan sebuah janji suci, dengan wanita lain. Hanya dengan Allah dia bercerita tentang bagaimana dan seperti apa hidupnya.
"Sakit rasanya, nama yang sudah beberapa bulan aku langit kan, akan bersanding dengan wanita lain."
"Sekuat apapun aku mencintai Gus Fajri, akan kalah dengan seseorang yang sudah ditetapkan di Lauhul Mahfudznya. Nyatanya, ujung tanduknya tetap pada takdir Allah. Hingga pada akhirnya, kita tidak berjodoh."
Kenangan indah yang menyatu dengan kenangan pahit itu selalu menari-nari dalam memory ingatannya. Zahra tengah merasakan rindu tanpa pertemuan.
Kisah cinta memang rumit, saling menyebut nama dalam doa di saat keduanya saling mencintai. Mereka berdua merasa senang karena cintanya terbalaskan satu sama lain. Namun, lagi-lagi semua itu kebahagiaan yang semu. mengikhlaskan adalah jalan terbaik.
Malam yang sunyi, sengaja dirinya membuka jendela kamar. Hawa dingin mengenai wajah cantiknya yang tertutup cadar. Dada Zahra bergemuruh, berusaha untuk menahan air matanya agar tidak terjatuh.
Untuk apa ia bersedih? Itu akan membuang air matanya saja. Walau tidak bisa dipungkiri, rasa sesak terus menyeruak ke dalam tubuhnya.
Zahra perlahan menutup jendela kamarnya. Ia melangkahkan kaki jenjangnya menuju kasur king size. Zahra kemudian melempar tubuhnya, telungkup di bawah selimut. menyembunyikan air matanya di bawah bantal.
"Ayah, Bunda, apa kabar? Kalian baik-baik saja kan di atas sana? Semoga kalian tenang disisi-Nya, Zahra akan selalu mengirimkan do'a kepada kalian. Zahra sayang sama Ayah dan Bunda." usai mengungkapkan isi hatinya, perlahan mata Zahra mulai tertutup rapat. Dia, tertidur.
Lelah, satu kata yang menggambarkan keadaan Zahra sekarang. Sudah berapa banyak cobaan yang menimpa kehidupannya. Sudah berapa banyak air mata yang ia keluarkan. Sudah berapa banyak beban yang ia pikul di atas pundaknya.
Sudah berapa kali ia kehilangan? Mulai dari kehilangan Bunda, lalu disusul kehilangan sang Ayah. Kehilangan para sahabat dan bahkan Zahra harus kehilangan cintanya. Sungguh, rasanya Zahra ingin menyerah saja. Namun percuma, semuanya tetap tidak akan pernah berubah. Karena semua ini sudah menjadi rencana Allah.
***
Seorang gadis berkhimar putih tengah duduk dipinggir danau. Danau yang terbentang luas ditambah pohon-pohon besar yang tumbuh disekitar mengelilingi danau tersebut, membuat hawanya terasa sejuk bagai surga duniawi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIJRAHKU [TAHAP REVISI]
Roman pour AdolescentsSepasang mata tidak akan melihat kekurangan jika sebuah hati menetap dengan cinta. Seburuk apapun mata memandang, jika kita memandang dengan cinta tidak akan ada kekurangan dari makhluk tersebut. Cinta karena Allah yakni mencintai hamba Allah karena...