47. Muara Kasih

60 11 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم




***

Beberapa saat mereka saling terdiam dengan sorot mata yang tidak lepas dari memandang satu sama lain. Terlihat jelas cinta mereka dari tatapan itu.

"Kenapa diam saja, hm?" tanya Gus Fajri.

Zahra tertawa pelan sambil menggeleng. "Zahra nggak tahu lagi harus bicara apa, A'. Rasanya begitu indah, Allah telah mempertemukan Zahra dengan pria seperti dirimu. Selamat satu bulan pernikahan kita, Zauji. Zahra akan selalu mendo'akan yang terbaik untuk kamu dan rumah tangga kita. Terima kasih atas kejutan yang indah ini," tutur Zahra tersenyum lembut.

"Wa iyyaki, Zaujati. Walaupun usia pernikahan kita masih seumur jagung. Tapi semoga kita bisa menjalani hari-hari ke depannya dengan rasa syukur, saling menerima satu sama lain, dan saling memperbaiki diri."

"Aamiin, In Syaa Allah. Afwan nih, Zahra cuma mau tanya saja. Jangan marah, ya? Ngomong-ngomong, A'a dapat uang sebanyak ini darimana? Dari awal kita menikah, A'a biayain semuanya. Mulai dari acara, terus beli-in rumah, dan beli perhiasan seperti ini?" tanya Zahra menatap mimik wajah Gus Fajri dengan penasaran, gadis itu sangat menanti-nanti jawaban dari pria itu. Sedangkan Gus Fajri justru tertawa mendengarnya.

"Semuanya itu dari Allah. Dulu sewaktu A'a mondok, Abi dan Umi sering mengajari A'a agar rajin menabung. Karena A'a sudah terbiasa begitu, jadi biasanya gaji-gaji kerja sering A'a tabung untuk keperluan suatu saat nanti bila perlu."

"Jadi kamu sudah pandai sekali hidup mandiri dong? Zahra kalah berarti?"

Gus Fajri mengusap lembut rambut Zahra dan mengangguk ringan. "Entah kenapa, rasanya A'a beruntung banget menikahi kamu. Kalau misalkan A'a menikahi perempuan lain, kayaknya dia nggak mungkin bisa seperti kamu."

"Parah, siapa tuh perempuan lainnya?" gurau Zahra.

Gus Fajri lantas tertawa dan menggeleng pelan. "Nggak ada yang perempuan lain. Hanya kamu, Miftah dan Umi, perempuan yang ada di hati A'a."

"Benarkah?" Zahra membalas dengan candaan membuat keduanya sontak tertawa bersamaan.

"Seingat A'a nggak ada, deh. Karena perempuan yang bisa masuk ke dalam hati A'a itu cuma satu, yaitu kamu. Kamu kan tahu, sifat A'a kalau di luar itu seperti apa. Bukan begitu, Zaujati?"

Zahra mengangguk antusias dengan wajah polos. "Baiklah Zauji, kamu ketika berada di luar dinginnya seperti kulkas seribu pintu."

"Beda banget kan kalau lagi di luar sama di kamar? Kalau di kamar biasanya lebih romantis. Benar, kan?" goda Gus Fajri. Zahra memutar bola matanya malas dan tersenyum paksa.

"Iya, beda banget. Usilnya Masya Allah, Tabarakallah!"

Gus Fajri tertawa setelah mendengar jawaban Sang Istri. Usai mengobrol cukup lama, mereka memutuskan untuk tidur.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Berkali-kali Zahra berusaha memejamkan mata untuk dapat tidur. Namun, sayangnya tidak bisa. Zahra meliirk Gus Fajri sekilas, terlihat pria itu juga belum tidur.

"Kenapa belum tidur juga, hm?" tanya Gus Fajri memecahkan keheningan antara mereka.

"Nggak tahu, A'. Mata Zahra nggak mau merem," jawab Zahra. Dirinya terlihat begitu kikuk, padahal ia sering kali tidur seranjang dengan Gus Fajri, tetapi rasanya kali ini benar-benar beda.

"A'a juga, kenapa belum tidur?" tanya Zahra kembali sambil menoleh.

"Sama seperti kamu. Mata A'a juga nggak mau merem," jawab Gus Fajri menatap arah lawan bicara.

HIJRAHKU [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang