66. Menikah Lagi?

46 10 2
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم




***

Di sisi lain, Zahra tengah membersihkan seisi rumah. Ia sedang menyapu, mengepel lantai, mencuci baju, dan masih banyak lagi kegiatannya. Andai Gus Fajri ada di sana, sudah pasti ia akan melarang Zahra melakukan hal tersebut.

"Puas-puasin dulu beres-beres rumah. Nanti, kalau A'a sudah pulang, nggak bisa lagi seperti ini," gumam Zahra.

Ting nong!

Terdengar bel rumah berbunyi membuat aktivitas Zahra seketika terhenti. Ia melepas sapu yang ada di tangannya dan pergi membukakan pintu.

Ceklek!

"Nggak ada siapa-siapa," gumam Zahra melihat ke kanan dan ke kiri. Saat ia melihat ke bawah, ada sebuah kotak berukuran besar dibungkus dengan bubble wrap yang diletakkan di lantai. Gadis itu mengambilnya dan menatap heran.

"Kotak apa ini?"

Tanpa berpikir panjang, Zahra membawa masuk kotak tersebut ke dalam rumah, berniat untuk membukanya.

"Buket bunga?" Zahra tersenyum lebar usai melihat isi kotak itu. Sebuah buket dihiasi dengan kelopak bunga dan boneka beruang di tengahnya. Zahra berpikir, bahwa Gus Fajrilah yang sudah mengirimkan buket itu.

Dengan wajah berbinar-binar, Zahra mendudukkan bokongnya di atas sofa empuk yang ada di ruang tamu. Ia meraih ponselnya dari atas meja untuk menghubungi Gus Fajri.

Saat membuka aplikasi hijau, alis Zahra sontak menyatu usai melihat beberapa pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Tanpa berpikir lama, Zahra pun membuka pesan yang baru dikirim beberapa menit yang lalu.

Spontan buket yang ada di tangan gadis itu terjatuh ke lantai. Nafasnya mulai naik-turun, matanya memanas dan mulai memupuk cairan bening usai melihat foto Gus Fajri yang sedang berpelukan dengan, Ustadzah Shafa.

"A'a?" lirih Zahra terbata, dengan nafas tercekat. Tangannya bergetar hebat saat membuka foto selanjutnya. Lantas air matanya turun dengan deras, nampak di foto itu Gus Fajri seperti mengusap kepala Ustadzah.

"Pelukannya erat banget, ya?"

Sakit? Tentu. Siapa yang tidak sakit jika berada di posisi Zahra saat ini? Melihat suaminya memeluk wanita lain.

"Dulu, Zahra kira pelukan itu hanya untuk Zahra, A'. Tapi sekarang, orang lain juga merasakan dan turut menikmatinya."

Zahra menangis tersedu-sedu, ketika melihat dan mengingat foto itu benar-benar membuat hatinya terasa teriris. Sejenak Zahra terdiam sambil menarik nafas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya secara perlahan. Memejamkan mata dan memperbanyak istighfar salah satu cara agar ia bisa sedikit tenang menghadapi masalah saat ini, meski air mata terus mengalir. Percayalah, tersenyum di saat hati merasakan sakit, itu benar-benar sangat menyakitkan.

***

Tidak terasa satu minggu sudah Gus Fajri dan para Asatidz lainnya berada di Yogyakarta. Dan hari ini adalah hari terakhir mereka berada di sana. Saat ini, pria itu terlihat bersemangat membereskan semua baju-bajunya dan memasukkannya ke dalam koper. Ia sudah tidak sabar bertemu dengan istrinya

"Masya Allah, semangat sekali antum." Ustadz Adnan tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar, memperhatikan sahabatnya yang tengah berkemas-kemas.

Gus Fajri terkekeh. "Nggak sabar ketemu istri, Ustadz. Kangen soalnya."

HIJRAHKU [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang