بسم الله الرحمن الرحيم
•
•
•
•***
Apa lagi ini?Hati Zahra hancur berkeping-keping saat mendengar perkataan Umi Sarah. Bibirnya tersenyum kecut saat tahu, nama yang ia sebut dalam sujudnya akan mengucapkan janji sakral dengan orang lain.
"Nduk Zahra?" panggil Umi Sarah.
"Ahh... Iya Bu Nyai, kenapa?"
"Kok bengong, apa ada masalah, nduk?"
"Nggak papa Bu Nyai." ujar Zahra menatap Umi Sarah lalu tersenyum. "Bu Nyai, Ning Miftah mana?"
"Miftahnya lagi keluar nduk, sebentar lagi pasti akan pula-" perkataan Umi Sarah terpotong.
"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh," salam Ning Miftah dan Gus Fajri?
"Nah, itu mereka." Umi Sarah tersenyum. "Wa'alaikumsalam Warahmatullaahi Wabarakatuh."
Gus Fajri dan Ning Miftah duduk di sofa saat selesai menyalami tangan Umi Sarah.
"Kak Kak Zahra, jam berapa sampainya?" tanya Ning Miftah.
"Belum lama kok, Ning." jawab Zahra.
"Kak Zahra nggak usah ke asrama dulu! Kakak menginap disini saja sampai acara Abang selesai," ujar Ning Miftah.
"Nggak bisa Ning, banyak yang harus ana kerjakan." jawabannya tersenyum kearah Ning Miftah.
"Nduk Zahra disini saja dulu sampai pernikahan Fajri!" perintah Umi Sarah mutlak. "Sekarang, nduk Zahra istirahat dikamar Miftah,"
"Tapi Bu Nyai, Zah-" belum sempat Zahra menyelesaikan ucapannya, namun sudah terpotong.
"Tidak ada tapi-tapian toh nduk!" putus Umi Sarah. "Miftah, ajak Zahra istirahat dikamar kamu,"
"Mari kak, Miftah temenin," ujar Ning Miftah.
"Istirahat lah, nduk, nanti malam saya dan Pak Kyai ada yang ingin kami sampaikan kepadamu." tangan Umi Sarah mengelus lengan Zahra.
"Tentang apa, Bu Nyai?" tanya Zahra.
"Ini tentang wasiat terakhir Ayahmu, nduk," jawab Umi Khadijah.
Zahra dan Gus Fajri saling memandang saat mendengar ucapan Umi Sarah. Hati Zahra berdetak dengan cepat saat memandang mata Gus Fajri, yang seakan-akan ingin menyampaikan sesuatu.
"Nduk Zahra?"
Mendengar suara Uminya, Gus Fajri langsung mengalihkan pandangannya.
"Astaghfirullah hal'adzim," batin Gus Fajri.
"Zahra?" sekali lagi Umi Sarah memanggil nama Zahra.
"Hah, ada apa Bu Nyai?"
"Nanti malam, kami ingin membicarakan tentang wasiat terakhir Ayah kamu, nduk!" ulang Umi Sarah. "jadi, sampeyan disini saja, tidak usah ke asrama dulu, oke!"
"Hmmm... N-nggih Bu Nyai." tutur Zahra tersenyum kaku.
"Miftah, ajak Zahra ke kamar untuk istirahat!" ucap Umi Sarah.
"Mari kak, kita ke kamar," ujar Ning Miftah.
"Zahra istirahat dulu, Bu Nyai, Gus Assalamu'alaikum," pamit Zahra.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIJRAHKU [TAHAP REVISI]
Ficção AdolescenteSepasang mata tidak akan melihat kekurangan jika sebuah hati menetap dengan cinta. Seburuk apapun mata memandang, jika kita memandang dengan cinta tidak akan ada kekurangan dari makhluk tersebut. Cinta karena Allah yakni mencintai hamba Allah karena...