39. Weekend Bersama

81 23 14
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم




***

"Ciee, yang tadi tausyiah," goda Zahra kepada suaminya. Kini, kedua makhluk Allah itu tengah berjalan menuju tempat parkir.

"Bagaimana? A'a tampan kan kalau lagi tausyiah seperti tadi?" Gus Fajri bertanya dengan pede-nya sambil tersenyum lebar membuat Zahra geleng-geleng kepala pelan.

"A', tadi Zahra penasaran banget sama jawaban A'a terkait tentang poligami itu," jelas Zahra jujur.

"Memangnya kamu pikir, A'a akan menjawab seperti apa?" tanya Gus Fajri balik.

"Ya, Zahra pikir, A'a bakal mau menikah lagi." mendengar jawaban polos dari sang istri, Gus Fajri tidak bisa lagi menahan tawanya.

"Ya Allah, Zahra." Gus Fajri menyerka air matanya yang keluar karena terus tertawa, sedangkan Zahra menatap Gus Fajri dengan wajah terheran-heran.

"Kenapa malah ketawa?"

Gus Fajri menggeleng dan tersenyum manis. Matanya menatap teduh wajah Zahra, membuat hati wanita itu kembali berdesir.

"Ra, Allah telah menghadirkan kamu untuk A'a, menjadi pelengkap dan penyempurna iman A'a, serta menjadi bagian dalam hidup A'a. Jadi, untuk apa A'a mencari yang lain, sedangkan dengan dirimu saja A'a sudah merasa cukup, bahkan lebih dari cukup."

"Dengar, kesempurnaan memang milik Allah, tapi saya merasa sempurna saat Allah hadirkan kamu," sambung Gus Fajri terdengar lembut. Sontak membuat kedua pipi Zahra menjadi kemerah-merahan seperti kepiting rebus. Di balik cadarnya, Zahra tertawa kecil sambil memalingkan wajah. Ia tidak ingin Gus Fajri sampai tahu, bahwa saat ini ia sedang salah tingkah.

"Kita pulang?" ajak Gus Fajri sambil menggandeng tangan kekasih halalnya. Zahra pun hanya mengangguk sebagai balasan.

"Sini, biar A'a pakaikan. Sepertinya, kamu kesusahan." Gus Fajri memasangkan helm di kepala Zahra, karena Zahra terlihat kesusahan saat memasang helm.

Zahra meneguk salivanya susah payah saat wajahnya begitu dekat dengan Gus Fajri. Padahal, posisi seperti ini sudah biasa mereka lakukan. Tapi entah kenapa, kali ini rasanya berbeda. Ada sebuah perasaan yang tidak dapat ia uraikan dengan kata-kata.

"Kamu pakai kaos kaki kan?" tanya Gus Fajri saat mereka sudah naik ke atas motor.

"Iya, A'a. Memangnya kenapa?"

"Nggak apa-apa, takut nanti kaki kamu kelihatan. Aurat wanita itu mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki, kecuali muka dan kedua telapak tangan. Selain dari dua itu, maka termasuk aurat."

Mereka pun mulai keluar dari area majelis, menelusuri jalanan ditemani hembusan-hembusan angin sejuk. Sesekali pasangan pengantin baru itu bersenda gurau, tidak seperti sebelumnya yang lebih banyak diam. Kini, keduanya mulai saling terbuka satu sama lain.

Semua yang kita jalani sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, semua tidak luput dari kehendak-Nya. Begitu juga dengan pernikahan. Dengan siapa kita berjodoh, itu semua sudah menjadi rahasia Allah. Sebesar apapun kita mencintai seseorang, akan kalah dengan nama yang sudah tertulis di Lauhul Mahfudz-nya.

Maka dari itu, janganlah berharap berlebihan dengan seseorang. Karena kecewa itu, bermula dari penempatan harap yang salah.

Seseorang pernah berkata, menikah dengan orang yang kita cintai itu merupakan sebuah keberuntungan dan keajaiban. Tapi, mencintai orang yang kita nikahi, di situlah letak iman.

HIJRAHKU [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang