بسم الله الرحمن الرحيم
•
•
•
•***
Beberapa hari kemudian. Selepas shalat isya, Gus Fajri mengajak Zahra untuk mengaji bersama. Mereka sama-sama melantunkan ayat suci Al-Qur'an dengan suara yang merdu dan penuh khidmat. Sesekali tangan kekar Gus Fajri mengelus-elus perut Zahra.
"Masya Allah, suara kamu bagus." usai mengaji, Gus Fajri memuji Zahra dan memberikan kecupan singkat di keningnya itu.
"Suara A'a juga jauh lebih bagus. Zahra suka dengarnya." Zahra memuji balik. Gus Fajri lantas mengulum senyum.
"Lusa, A'a akan berangkat ke Yogyakarta. Kamu benar tidak apa-apa ditinggal sendirian?" tanya Gus Fajri sambil bebaring di paha Zahra. Gadis itu tersenyum dengan anggukan kecil sembari tangan mengusap kepala Gus Fajri.
"Laa ba'sa, Zauji. Lagi pula A'a juga nggak akan lama di sana, kan? In Syaa Allah, Zahra akan baik-baik saja."
"Tapi sepertinya, A'a keberatan kalau harus meninggalkan kamu."
"Kenapa?"
"Nggak mau pisah, pengen nempel terus. Soalnya kamu ngangenin," ucap Gus Fajri manja membuat Zahra tertawa.
Jantung Zahra pun berdegup dengan kencang. Namun, ada kesedihan yang terselip di hatinya. Jujur saja, sebenarnya Zahra tidak ingin Gus Fajri pergi jauh darinya. Apalagi dalam waktu yang menurutnya lama, kurang lebih satu minggu. Tergantung kesibukan pria itu saat berada di sana.
"Kita kan bisa video call, A'. Zaman sekarang sudah serba canggih. Nanti kalau A'a kangen sama Zahra, kan bisa langsung telpon Zahra." Zahra masih tetap setia mengelus-elus rambut Gus Fajri. Pria itu mengulas senyum manis sambil memandang wajah teduh Zahra.
"Nggak kerasa, ya? Usia kandungan kamu sudah masuk enam bulan."
Dengan penuh semangat, Zahra mengangguk. "Tapi, Zahra semakin tambah gendut, A'. Coba lihat, pipi Zahra jadi kelihatan seperti berisi. Terus, ada jerawat yang muncul lagi," ucapnya sendu.
"Mana? Sini, coba A'a mau lihat."
Zahra menunjuk satu jerawat kecil yang ada di pipi kanannya.
"Astaghfirullah, Ra. Itu jerawatnya cuma jerawat kecil. Jangan khawatir, kan A'a sudah pernah bilang, mau kamu gendut ataupun kurus, A'a akan tetap cinta sama kamu," ucap Gus Fajri lembut.
Zahra sontak tersenyum senang, jantungnya kembali dibuat tidak karuan oleh Gus Fajri.
"Semoga, kedepannya bisa seperti ini terus ya, A'." batin Zahra tersenyum.
"Tapi ngomong-ngomong, kamu kalau gendut seperti ini makin tambah cantik, gemesin juga. Kayak lucu, bulat-bulat begitu wajahnya."
Zahra memutar bola mata malas. Ia tidak suka kalau dibilang gendut, walaupun kenyataannya memang benar.
"Zahra nggak gendut, A'. Tubuh Zahra ini ideal," bantah Zahra tidak terima.
"Yowes, karepmu kowe wes gede. Istri A'a ini ideal, terus cantik. Rasanya A'a mau makan!"
"Makan saja, kalau bisa. Wlee!" Zahra menjulurkan lidahnya membuat Gus Fajri semakin bertambah gemas dengan tingkah Zahra. Entah kenapa akhir-akhir ini sikap istrinya itu sedikit menyebalkan. Untung sayang.
"Hm, sepertinya kita harus melakukan sesuatu malam ini," ucap Gus Fajri dengan ide jahilnya.
"Sesuatu apa, A'?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HIJRAHKU [TAHAP REVISI]
Ficção AdolescenteSepasang mata tidak akan melihat kekurangan jika sebuah hati menetap dengan cinta. Seburuk apapun mata memandang, jika kita memandang dengan cinta tidak akan ada kekurangan dari makhluk tersebut. Cinta karena Allah yakni mencintai hamba Allah karena...